Rabu, 16 November 2016



Gambaran pengetahuan Pria pasangan usia subur (PUS) terhadap penggunaan alat dan metode kontrasepsi  pria di Kelurahan Kolhua Kecamatan Maulafa
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010).
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden pria di Kelurahan Kolhua diketahui bahwa sebagian besar pria PUS (suami) belum pernah mendengar tentang alat dan metode kontrasepsi pria, menurut pengetahuan responden program KB hanya diperuntukkan untuk kaum wanita sehingga mereka tidak termotivasi untuk menggunakan alat dan metode kontrasepsi, sedangkan responden yang berpengetahuan baik sangat termotivasi untuk menggunakan alat dan metode kontrasepsi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya status pendidikan, akses informasi, kebudayaan setempat dan lain sebagainya. Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan berperan besar dalam memberikan wawasan terhadap pembentukan sikap masyarakat terhadap kesehatan. Sikap tersebut akan diikuti dengan tindakan dalam melakukan usaha-usaha peningkatan kesehatan. Pria (suami) yang tidak mempunyai pengetahuan yang luas tentang KB tidak akan termotivasi untuk mengikuti program KB. Selain memiliki pengetahuan yang minim tentang KB, responden juga memiliki dukungan dari keluarga yang kurang sehingga hal ini menyebabkan responden tidak berpartisipasi aktif dalam program KB. pengetahuan pria berpengaruh dalam menggunakan alat KB, dimana makin tinggi pengetahuan yang dimiliki seseorang, maka makin tinggi pula tingkat partisipasi orang tersebut.
Pengetahuan yang kurang tentang MOP dilatarbelakangi oleh pendidikan responden yang rendah dan akses terhadap informasi yang sangat kurang, baik itu dari tenaga kesehatan ataupun lingkungan sekitar. Pengetahuan sangat berpengaruh besar terhadap pemakaian MOP, karena pria yang tidak tahu tentang MOP berpikir bahwa MOP adalah kontrasepsi yang tabu dan jarang sekali digunakan sehingga menimbulkan kurang sertanya pria dalam ber-KB, dan berpendapat bahwa yang menggunakan kontrasepsi adalah istri, hal tersebut sudah menjadi paradigma di masyarakat tentang kontrasepsi.  Kebanyakan pria hanya tahu beberapa kontrasepsi yang digunakan oleh pria seperti yang paling populer adalah kondom, di Kelurahan Kolhua  sedikit sekali pria yang menggunakan MOP dan kebanyakan pria tidak tahu apa itu MOP, siapa yang bisa menggunakan MOP, dan apa keuntungan dari penggunaan MOP.
Jika dilihat dari aspek pengetahuan, maka peningkatan jumlah responden yang tidak setuju pada aspek afektif (perasaan), yakni tidak hanya responden yang tidak mengetahui pengertian dari jenis-jenis kontrasepsi pria saja yang merasa tidaknyaman, tetapi respoinden yang tahu tentang pengertian kontrasepsi pria juga memilih perasaan tidak nyaman dalam menggunakan alat dan metode kontrasepsi. Hal tersebut dipengaruhi oleh keterbatasan dari alat dan metode kontrasepsi pria. Beberapa alasan lain juga mempengaruhi aspek afektif responden yaitu untuk jenis metode vasektomi, responden memilih anggapan yang salah bahwa jika melakukan vasektomi suami atau pria tersebut bias mengalami impoten atau hilang kejantanannya, anggapan tersebut muncul karena responden merasa bahwa metode vasektomi disamakan dengan kebiri, sehingga ada perasaan tidak nyaman dengan metode tersebut. Metode tradisional seperti senggama terputus dan pantang berkala memiliki beberapa keterbatasan yang dapat mempengaruhi kepuasan dalam melakukan hubungan suami istri sehingga responden merasa tidak nyaman untuk menggunakan metode tradisional. Metode tradisional lebih membutuhkan kesiapan mental, penguasaan diri yang kuat dan persetujuan dari kedua belah pihak yakni suami dan isteri.
Alat kontrasepsi kondom merupakan alat kontrasepsi yang paling banyak dalam penggunaannya namun kenyataannya beberapa responden merasa tidak nyaman menggunakan kondom karena mengurangi rasa kepuasan dalam berhubungan suami istri.
Program Keluarga Berencana (KB) adalah Suatu program yang dimaksudkan untuk membantu para pasangan usia subur (PUS) dalam mencapai tujuan reproduksi mereka, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insidens kehamilan beresiko tinggi, kesakitan dan kematian membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan. Meningkatkan mutu komunikasi, informasi, edukasi, konseling dan pelayanan meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam praktek KB (BKKBN, 2012).
Namun  dalam pelaksanaannya di Kelurahan Kolhua Kecamatan Maulafa ternyata pria masih sukar untuk diajak  berpartisipasi aktif dalam program KB. Permasalahannya antara lain adalah kondisi lingkungan sosial, budaya masyarakat dan keluarga yang masih menggangap partisipasi pria masih belum penting dilakukan karena pengetahuan dan kesadaran pria dan keluarga mengenai KB masih relatif rendah karena keterbatasan penerimaan dan aksesabilitas pelayanan kontrasepsi pria serta permasalahan lain yang turut mendukung seperti peran tokoh agama yang masih kurang, sarana pelayanan KB bagi pria masih terus ditingkatkan, keterbatasan pilihan alat kontrasepsi yang tersedia dan sebagainya.
4.2.      Gambaran sikap Pria pasangan usia subur (PUS) terhadap penggunaan alat dan       metode kontrasepsi  pria di Kelurahan Kolhua Kecamatan Maulafa
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek, manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya bisa ditafsiran terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, sikap secara nyata mmenunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-hari (Notoatmodjo, 2007).
Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif, dalam sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak menyukai objek tertentu (Purwanto dalam Anapah, 2007).
hasil wawancara dengan responden di Kelurahan Kolhua diketahui bahwa sebagian besar pria PUS (suami) memiliki sikap positif tetapi tidak sebanding dengan tingkat pencapain penggunaan KB hal ini disebabkan karena menurut responden pilihan kontrasepsi untuk pria sangat terbatas yaitu kondom dan vasektomi, mereka merasa bahwa alat kontrasepsi yang ditawarkan terkadang membuat mereka kurang nyaman dalam berhubungan intim dengan pasangan selain itu untuk metode kontrasepsi yang ada juga dapat membuat mereka tidak bisa memiliki anak lagi, oleh karena itu resonden akhirnya menyerahkan tanggung jawab ber-KB sepenuhnya kepada istri. Alat dan metode kontrasepsi yang ditawarkan untuk wanita lebih beragam dan juga tidak menggangu kenyamanan saat berhubungan intim serta dapat memiliki anak lagi setelah batas pemakaiannya habis.
Pengaruh budaya yang masih melekat dalam kehidupan masyrakat mempengaruhi sikap responden terhadap alat dan metode kontrasepsi pria. Masih terdapat budaya yang menginginkan anak dengan jenis kelamin tertentu untuk ada di dalam rumah tangga sehingga tidak adanya batasan jumlah anak dalam rumah tangga. Responden yang memiliki pendapat bahwa program KB tidak begitu penting dalam kehidupan rumah tangga. Seperti yang diperoleh penulis saat melakukan wawancara dengan responden yang mengetahui alat dan metode kontrasepsi pria tetapi tidak ingin menggunakan dan tidak merasa nyaman. Responden tersebut mengatakan bahwa jumlah anak tidak mempengaruhi kehidupan berkeluarga mereka karena mereka merasa mampu untuk menghidupi keluarganya.
Responden yang memiliki sikap positif terhadap alat dan metode kontrasepsi pria menunjukan responden memiliki pengetahuan terhadap pengertian alat dan metode kontrasepsi pria, merasa nyaman jika menggunakan alat maupun metode kontrasepsi pria dan atau bersedia menggunakan alat maupun metode kontrasepsi pria. Sikap pria tidak berpengaruh dalam menggunakan alat KB. Sikap positif seseorang tidak otomatis terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu sikap akan terwujud dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. Sikap juga akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman yang dimiliki seseorang. Sikap juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam bermasyarakat (Notoatmodjo, 2003).
Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Pengalaman pribadi seseorang akan menentukan suatu sikap terhadap sesuatu hal, baik positif maupun negatif tergantung pengalaman yang didapatkan.
4.3       Gambaran dukungan keluarga terhadap penggunaan alat dan metode kontrasepsi    pria di Kelurahan Kolhua Kecamatan Maulafa
Keluarga berencana merupakan program yang berfungsi bagi pasangan usia subur untuk menunda kelahiran anak pertama (post poning), menjarangkan kehamilan (spacing), atau membatasi kelahiran (limiting). Sesuai dengan jumlah anak yang diinginkan dan keamanan medis serta kemungkinan kembalinya fase kesuburan (ferundity) (BKKBN, 1999).
Diskusi antara suami dan istri terkait pemilihan dan penggunaan alat atau metode kontrasepsi merupakan hal yang penting karena istri secara langsung merupakan orang yang memiliki hubungan yang sangat erat dengan suami sehingga dapat memberikan pendapat maupun masukan tentang berbagai keputusan yang dibuat oleh suami, termasuk keputusan untuk memilih alat atau metode kontrasepsi.
Peran serta keluarga mempunyai tingkat hubungan kuat dengan penggunaan alat atau metode kontrasepsi pria. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, diketahui bahwa dukungan keluarga (istri) masih kurang karna disebabkan minimnya informasi tentang KB pria dan juga kebiasaan dalam masyarakat bahwa seorang istri yang harus menggunakan KB sehingga istri menganggap KB adalah tanggung jawabnya sendiri. akseptor KB pria yang memiliki dukungan keluarga tinggi, cenderung ikut berpartisipasi dalam vasektomi daripada akseptor KB pria yang dukungan keluarganya rendah. Menurut Green (2000) faktor keluarga termasuk istri merupakan salah satu faktor penguat (reinforcing) yang membuat seseorang bertindak terhadap obyek tertentu, namun faktor reinforcing bisa bersifat positif atau negatif tergantung sikap dan perilaku panutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar