2.1.
SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga)
A.
Pengertian
SKRT merupakan survei
periodik yang dilaksanakan oleh badan penelitian dan pengembangan (Litbang)
kesehatan berkoordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang dikumpulkan
dalam SKRT mengacu pada program World
Health Survey (WHS), yaitu:
1. Mengumpulkan
data dasar kesehatan masyarakat yang menyeluruh.
2. Memonitor
indikator Millenium Development Golds
(MDGs) yang berhubungan dengan kesehatan
3. Pengembangan
sistem kesehatan menurut sudut pandang masyarakat.
B.
Tujuan SKRT
Tujuan SKRT adalah
menyediakan data dan informasi kesehatan dari sudut pandang masyarakat untuk
dukungan evidence bassed planning di
Indonesia.
C.
Instrumen SKRT
Cakupan/muatan kesehatan pada instrumen SKRT lebih komprehensif daripada Modul atau Kor Susenas.
Instrumen SKRT terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
a.
Rumah tangga (meliputi seluruh anggota
rumah tangga)
b.
Responden terpilih (diwakili 1 anggota
rumah tangga diwakili usia > 15 tahun)
c.
Pengukuran (tinggi badan, berat badan,
lingkar lengan tangan, tekanan darah)
d.
Pemeriksaan laboratorium (Hb, gula
darah, kolesterol)
2.2. SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional)
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) adalah survei rumah
tanggamengenai berbagai karakteristik sosial-ekonomi penduduk, terutamayang
erat kaitannya dengan pengukuran tingkat kesejahteraanmasyarakat. Secara umum
perkembangan kegiatan Susenas dapat dibagi ke dalam 2tahap; tahap I antara
1963-1991, dan tahap II mulai 1992 sampaidengan sekarang. Susenas dilaksanakan
pertama kali tahun 1963dengan sampel 16.000 rumah tangga dan hanya dilaksanakan
di PulauJawa. Karakteristik yang dicakup adalah demografi, ketenagakerjaandan
konsumsi/pengeluaran dengan pendekatan rumah tangga biasa.Sampai dengan tahun
1970, Susenas dilaksanakan sebanyak 4 kali, dengan cakupan wilayah dan ukuran
sampel berbeda.
Pelaksanaan Susenas pertama sampai dengan keempat seluruhnya
dibiayai dan dibantu secara teknis oleh UN. Susenas tahun 1964-1965 sudah
mencakup seluruh propinsi, kecuali Maluku dan Irian, dan pada kegiatanSusenas
tahun 1967, cakupan lokasinya berkurang hanya meliputi PulauJawa. Pada tahun
1969-1970, Susenas kembali mencakup seluruhpropinsi, kecuali Maluku dan Irian.
Susenas ke-5 dilaksanakan tahun 1970, dengan dana seutuhnya daripemerintah dan
ditangani seluruhnya oleh BPS, dengan cakupansampel yang sama dengan tahun
sebelumnya. Selanjutnya untuk tahun1971-1975, BPS tidak menyelenggarakan kegiatan
Susenas. Susenas dilaksanakan kembali tahun 1976 dan sejak tahun 1978, Susenas
sudah dapat dilaksanakan setiap tahun sekali melalui danapemerintah, kecuali
tahun 1983 karena bersamaan dengan kegiatan Sensus Pertanian dan tahun 1988
yang bersamaan dengan kegiatanSurvei Biaya Hidup (SBH).
Pada tahun 1980-1991 banyak instansi sektoral meminta agar
Susenas juga mencakup kebutuhan data sektor, antara lain, Ditjen
Pariwisatameminta memasukkan materi perjalanan wisata, DepartemenKesehatan
(Depkes) menambahkan materi antropometri (penimbanganbalita) dan kesehatan,
pada tahun 1986, dan Kepolisian RepublikIndonesia menambahkan materi pertanyaan
kriminalitas. Dalam tahap tersebut secara umum banyak topik (materi pertanyaan)
yang masuk kedalam Susenas, antara lain fertilitas, pendidikan, kesehatan,
perumahan,sosial-budaya, perjalanan, dan kriminalitas. Sampai dengan tahun 1981
Susenas dianggap sebagai survei konsumsi/pengeluaran, karena materi konsumsi
rumah tangga selalu hadir,sementara topik lain tidak tentu. Karena cakupan
materi semakin banyak, maka sejak tahun 1981 materi konsumsi rumah tangga
dipisahsendiri dan dijadwalkan 3 tahun sekali, sehingga Susenas identik dengan
Survei Konsumsi, sementara materi kesehatan, pendidikan,sosial-budaya,
perjalanan dan kriminalitas juga dilaksanakan 3 tahun sekali di antara
tahun-tahun penyelenggaraan materi konsumsi rumahtangga atau tergantung
kebutuhan pendataan. Sampai dengan tahun1990 hanya materi konsumsi rumah tangga
yang mengikuti jadual tigatahun sekali, sementara yang lainnya tidak tentu.
Sejak tahun 1992 terdapat dua set daftar pertanyaan, yaitu
kor untukestimasi sampai dengan kabupaten/kota dan modul untuk
estimasipropinsi. Untuk sampel kor dan modul yang informasinya berasal
darirumah tangga yang sama, sebenarnya kedua data tersebut digabungkanuntuk
memperoleh informasi yang lebih detil dan lengkap, sayangnyainformasi yang
lengkap tersebut hanya cukup untuk mendapatkanindikator di tingkat propinsi
saja.
a.
Perkembangan
Materi Susenas
Dikembangkannya materi Susenas pada tahun 1992
denganmengenalkan istilah Kor Susenas (inti), dan Modul Susenas(sasaran/rinci),
karena semakin banyaknya materi yang disertakan didalam setiap kegiatan
Susenas, sehingga perlu dipikirkan indikator apasaja yang selalu dibutuhkan
setiap tahun dan indikator lainnya yangcukup tiga tahun sekali.
Sebelum tahun 1992 yang disebut Kor adalah 5(lima)
karakteristik demografi yang selalu ada dalam setiap Susenasyaitu nama,
hubungan dengan kepala rumah tangga, jenis kelamin,umur, dan status
perkawinan.Setelah melakukan seleksi dan uji coba terhadap daftar pertanyaan
yangdianggap selalu diperlukan setiap tahun dan dapat dibandingkan
antar-wilayah secara berlanjut, maka dibentuklah daftar tersendiri yang
disebutdaftar Kor. Untuk dapat menyediakan data penting bidang sosial secara
rutin (tahunan) dengan indikator yang terjaga ketersediaannya, makamulai tahun
1992 data Kor ditetapkan untuk mencakup berbagai aspekkesejahteraan rumah
tangga, antara lain: demografi, kesehatan,pendidikan, ketenagakerjaan,
sosial-budaya, fertilitas dan KB,perjalanan, kriminalitas, perumahan, dan
konsumsi/pengeluaran.
Sejak tahun 1993, materi Kor dikumpulkan setiap tahun,
materi Modulsetiap 3 tahun secara bergantian. Modul yang dicakup
Susenasdikelompokkan ke dalam 3 paket, dengan frekuensi pengumpulandatanya 3
tahun sekali. Data modul tersebut adalah:i. Konsumsi, pengeluaran dan
pendapatan, tahun 1990, 1993, 1996,1999, 2002, dan 2005;ii. Sosial-budaya,
perjalanan, kriminalitas, dan kesejahteraan rakyat(kesra), tahun 1991, 1994,
1997, 2000, 2003, dan 2006, namunmodul perjalanan dan kriminalitas sejak tahun
2000 tidak lagi beradadi dalam Susenas sehingga di tahun-tahun tersebut
modulnya adalahsosial-budaya dan pendidikan);iii. Kesehatan, pendidikan, dan
perumahan, tahun 1992, 1995, 1998,2001, 2004, dan 2007, dan karena kebutuhan
khusus maka tahun2001 diselenggarakan modul kesehatan dan perumahan.
b.
Pelaksanaan
Pengumpulan Data
Petugas pencacah sebelumnya sudah dilatih dengan menerapkan sistem
pelatihan berjenjang. Tahap awal dilatih petugas Intama(instruktur utama) oleh
Master Intama. Intama, yang telah mendapatmateri pelatihan, memberikan
pelatihan ke Innas (instruktur nasional). Innas kemudian melatih petugas
pewawancara dan pengawas. Pencacahan dilaksanakan oleh petugas pewawancara pada
bulanPebruari setiap tahun, dengan menggunakan metode wawancaralangsung
(mendatangi rumah tangga terpilih). Setiap petugas mewawancarai paling sedikit
16 rumah tangga (satu blok sensus) danpaling banyak 48 rumah tangga (tiga blok
sensus). Setiap 3–5 petugaspencacah diawasi oleh satu orang petugas
pengawas.Dengan pola tersebut, setiap kali menyelenggarakan pelatihan
Susenasmaka akan dibutuhkan petugas Master Intama dan Intama antara 50 –60
orang, petugas Innas antara 150 – 200 orang, dan petugas pencacahdan pengawas ±
16.000 orang. Ada dua pola petugas pencacah yang pernah diterapkan
melaksanakantugas wawancara di daerah untuk sampel Kor dan Modul, yaitu:
1.
Menugaskan
satu orang petugas pewawancara di satu rumahtangga untuk mewawancarai daftar
Kor dan Modul menggunakandua daftar pertanyaan sekaligus.
2.
Menugaskan
petugas Kor yang berbeda dengan petugas Modul disatu rumah tangga yang sama,
atau satu rumah tangga ada duapetugas.
Dengan pola pertama, sulit untuk
menghindari terjadinya human error dan kenakalan petugas untuk merekayasa
pengisian daftar. Denganpola kedua bisa terjadi human error dari sisi
perbedaan kualitas antar-petugas dan jawaban responden yang bisa berbeda karena
didatangidua kali. Kemungkinan responden memberikan jawaban berbeda
jikawawancara dilakukan dalam waktu yang berbeda. Kemungkinan lainadalah jika
petugas Kor mewawancarai kepala rumah tanggasedangkan petugas Modul
mewawancarai istri kepala rumah tangga.Akibatnya pengisian dokumen Kor dan
Modul bisa terjadi tidakkonsisten.Pola yang paling ideal, adalah wawancara
dilakukan oleh tim(kelompok pewawancara), sehingga dapat diminimalkan
tingkatkesalahan baik dari sisi petugas maupun responden, hanya saja modelyang
ideal ini membutuhkan dana pencacahan yang cukup besar.Lamanya waktu wawancara
untuk setiap rumah tangga tergantung dari jenis daftar, banyaknya anggota
rumah tangga, dan lokasi sampel:
1.
Rata-rata
lama waktu wawancara daftar Kor antara 1-1,5 jam,
2.
Rata-rata
lama waktu wawancara daftar Modul Konsumsi 1.5-2.5 jam,
3.
Rata-rata
lama wawancara daftar Modul Kesehatan, Pendidikan,Perumahan, Sosial Budaya)
masing-masing 0.5-1.5 jam.
Dengan demikian, untuk rumah tangga
yang terpilih sampel Kor sajadibutuhkan waktu berkisar antara 1-1,5 jam
tergantung banyaknyaanggota rumah tangga, sedangkan rumah tangga yang terpilih
sampelKor dan Modul Konsumsi lama wawancara berkisar antara 2-3.5 jam,dan untuk
yang terpilih sampel Kor dan Modul yang lain membutuhkan waktu antara 2-2,5
jam. Akan berbeda pula waktu yang dibutuhkan untuk lokasi wawancara di daerah
perkotaan dan perdesaan, biasanya wawancara di perkotaan lebih lama dibanding
perdesaan karena dikota pola konsumsi bisa sangat beragam sedangkan di
perdesaan pola konsumsi lebih sederhana.
c.
Management
Pengolahan Data Susenas
Sistem
pengolahan data dilakukan dengan prinsip sentralisasi dan desentralisasi
pengolahan. Pada tahun-tahun 1963-1991, system pengolahan data menggunakan
computer main frame dengan menggunakan bahasa program Cobol dan Fortran,
sehingga pelaksanaan input data (edit, entry ) dilaksanakan
seluruhnya di BPSpusat. Pengolahan data dengan komputer main
frame membutuhkan waktuyang cukup lama, satu kegiatan Susenas baru
diperoleh hasilnya dalam waktu satu tahun lebih, setelah dokumen dari lapangan
melaluiproses pengolahan, sehingga publikasi Susenas kala itu sudah tidak
up-to-date karena tertinggal 1-2 tahun. Proses pengolahan
input datasampai clean data memerlukan waktu yang lama karena
melaluibeberapa putaran (system input data yang berulang). Biasanya untuk
sampai clean data dibutuhkan proses input data sampai dengan
3-5putaran, tergantung dari kualitas hasil pengisian lapangan dan
editing petugas.Di tahun 1992, system pengolahan beralih ke Personal
Computer (PC )dengan menggunakan software ISSA ( Integrated System for
Survei Analysis) dengan sistem berbasis DOS sampai dengan tahun 1999.
Dengan
menggunakan system input data ISSA, telah terjadi percepatanpengolahan
data, karena sistem ini selain berbasis pada sistem PC juga menerapkan
prinsip interaktif , yaitu pada saat berlangsungnya proses input
data secara langsung program sudah bisa menjagakonsistensi antar-isian
dan antar-blok pertanyaan, dan range interval isian kode untuk setiap
pertanyaan. Dengan demikian, proses input data tidak lagi menggunakan
prinsip ”putaran input data”, karena hasil entry data dalam satu kali
input data sudah menghasilkan data clean.
Proses
pengolahan data mulai dari dokumen hasil lapangan sampaitabulasi membutuhkan
waktu 4-6 bulan, sehingga publikasi sudahdapat diselesaikan pada akhir tahun
yang sama.Kemudian di tahun 2000-2004 sistem data input Susenasmenggunakan
CSPro yang merupakan pengembangan ISSA dengansistem yang berbasis Windows. Akan
tetapi untuk tahun-tahunSusenas dengan Modul Konsumsi (1993, 1996, 1999, dan
2002), ISSAtidak bisa diterapkan karena keterbatasan kemampuan
sehinggadigunakan suatu sistem dengan bahasa Cobol.
Pada
tahun tersebut sudah dikembangkan bahasa Cobol for PC dengan sistem
yangdirancang dengan pola interaktif, sehingga waktu pengolahan datasudah
semakin cepat.Sesuai dengan ketersediaan teknologi informasi (TI) yang
semakinmaju, maka Susenas mengembangkan system input datanya di tahun2005
dengan menggunakan system PHP My SQL for PC untuk daftar Kor maupun Modul
Konsumsi. Karena di BPS propinsi dan BPSkabupaten/kota masih ada keterbatasan
sumber daya manusia sertafasilitas komputer belum seluruhnya memadai, maka
tahun 2006pengolahan input datanya kembali menggunakan CSPro.Dengan
tersedianya PC di setiap propinsi, maka sejak tahun 1993pelaksanaan input
data untuk dokumen Kor dan Modul secarabertahap diserahkan ke BPS daerah.
Awalnya,
hanya dokumen Kor saja diserahkan ke propinsi untuk melaksanakan
input data, walaupun ada beberapa propinsi yang belum sanggup
melaksanakannya (khususnya untuk daerah Indonesia Timur). Kemudian secara bertahap
di tahun 1995, seluruh propinsi sudah dapat melaksanakan entry daftar Kor
saja. Pada tahun-tahun tersebut, BPS pusatmelaksanakan input data Modul
dan Kor pasangannya. Sejak tahun 1996 sampai dengan sekarang, secara bertahap pelaksanaan
entry data Kor sudah dapat dilaksanakan di BPS kabupaten/kota, sedangkan
propinsi melaksanakan entry dokumen Kor yang punya pasangan
Modulnya, sementara itu BPS pusat melaksanakan entry data daftar Modul
saja.
Peranan
BPS pusat disamping melaksanakan input data modul, juga melaksanakankompilasi
hasil entry data Kor dari seluruh kabupaten/kota kemudianmenguji kualitas
hasil entry tersebut dan mengecek kelengkapan hasil entry data sesuai
dengan target sampel. Selanjutnya dilakukan revalidasi dan uji konsistensi
datanya, sehingga data yang dihasilkansudah bersih (clean data). Rencana sistem
pengolahan data di tahun mendatang, baik Kor maupun Modul, diharapkan bisa
ditangani seluruhnya di propinsi dankabupaten/kota, sehingga peranan BPS pusat
lebih fokus hanyamenyiapkan system input data, kompilasi, validasi dan
tabulasi. Untuk dapat meningkatkan pemanfaatan data Susenas di
tingkatkabupaten/kota, maka secara bertahap sejak tahun 1995 telahdilaksanakan
pelatihan untuk peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan mengadakan
pelatihan-pelatihan teknis pengolahandan analisa data Susenas dengan
menggunakan software SPSS.Upaya dilakukan bertahap, dari jenjang propinsi
kemudian kekabupaten/kota. Peserta pelatihan tidak saja dari unsur statistik
akantetapi juga dari instansi lain yang terkait dengan data Susenas
sepertiDepkes, Diknas dan BKKBN.Penerapan pola entry data dengan dibantu
oleh BPS propinsi dan BPSkabupaten/kota dimaksudkan untuk:
1.
Menghasilkan
hasil data entry dengan waktu yang lebih cepat,
2.
Memudahkan
petugas pengolahan untuk meminta memperbaikiisian ke petugas lapangan apabila
dijumpai daftarnya belum terisilengkap, proses update dan kontrol
kualitas pengisian daftar lebihdekat,
3.
Meningkatkan
rasa memiliki sehingga kabupaten/kota mempunyaikemampuan untuk mengolah data
sendiri, dan4. Memanfaatkan data hasil entry untuk bahan kebutuhan analisa
menjadi lebih maksimal.
d.
Keunggulan
dan Kelemahan
1.
Keunggulan
Susenas
satu-satunya survei bidang kesra yang dilaksanakan setiap tahun, mencakup
berbagai aspek sosial, ekonomi, dan budaya penduduk (komprehensif), sangat kaya
untuk analisis lintas sektor.
Susenas
merupakan survei dengan sampel besar sehingga untuk variabel tertentu cukup
representatif untuk tingkat kabupaten/kota.
Sejak
tahun 1993 metodologi (sampel, cakupan materi) Susenas relatif stabil sehingga
dapat membandingkan perkembangan antar tahun.
Susenas
merupakan “lokomotif” penyediaan data bidang kesra karena kontinuitas dan
cakupannya relatif luas
2.
Kelemahan
Untuk
estimasi tingkat kabupaten/kota tingkat kesalahan relatif besar khususnya untuk
karakteristik yang frekuensi kejadiannya jarang.
Sebagai
“lokomotif” beban Susenas terlalu berat, baik bagi pencacah maupun responden, mengakibatkan
tingkat kecermatan sedikit berkurang (baik oleh petugas maupun oleh responden).
Karena
merupakan survei besar (sampel dan cakupan wilayah luas), hasil Susenas paling
cepat diperoleh 6 bulan setelah pencacahan
e.
Pemanfaatan Data Susenas
Hasil
Susenas sudah biasa dimanfaatkan untuk penghitungan berbagaiindikator/statistik,
antara lain:
1. Indikator Kesejahteraan Rakyat,
2. Indikator Gender,
3. Indikator Kelangsungan Hidup,
Perkembangan, dan PerlindunganIbu dan Anak,
4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
5. Tingkat Kemiskinan,
6. Tingkat kecukupan gizi dan status
gizi balita,
7. Distribusi pendapatan/Indeks Gini,
dan
8. Indikator Melenium Development
Goal (MDGs)
Indikator-indikator
untuk evaluasi MDGs yang disusun dari data ModulKonsumsi Susenas antara
lain:Indikator 1-7 yang mempunyai tujuan menanggulangi kemiskinan dankelaparan.
1)
Proporsi
penduduk yang hidup di bawah US $1 per hari untuk tingkatnasional dan propinsi,
2)
Kontribusi
kuantil pertama penduduk yang berpendapatan terendahterhadap konsumsi nasional
dan propinsi,
3)
Proporsi
penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan propinsidan nasional,
4)
Kesenjangan
kemiskinan untuk tingkat propinsi dan nasional,
5)
Proporsi
penduduk yang berada di bawah garis konsumsi minimum(2100 kkal/kapita/hari)
untuk tingkat propinsi dan nasional,
6)
Proporsi
penduduk yang mengkonsumsi di bawah 55 gram proteinuntuk tingkat propinsi dan
nasional, dan
7)
Proporsi
pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran untuktingkat propinsi dan
nasional.
2.3
SDKI (Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia)
Survey penduduk antar sensus dilaksanakan di pertengahan
periode antara dua sensus penduduk. Rumah tangga terpilih di wawancarai guna
mendapatkan informasi mengenai kondisi kependudukan misalnya fertilitas,
mortalitas dan migrasi. Sama dengan survei penduduk antar sensus, survei ini
menghasilkan ukuran demografi, khususnya fertilitas, keluarga berencana dan
mortalitas. Rumah tangga terpilih diwawancara untuk tujuan ini. Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (1991 dan 1994) mencakup 27 propinsi. Jumlah
dari rumah tangga terpilih secara berturut- turut adalah 28 000 dan 35 400.
Dalam dua survei Prevalensi Kontrasepsi Indonesia, informasi
tentang kelahiran, kematian, kesehatan dan keluarga berencana adalah yang
paling utama diperhatikan. Dengan memperhatikan kelahiran, survei ini
mengumpulkan informasi tentang latar belakang responden, sejarah kelahiran,
preferensi kelahiran, pemberian ASI, pengetahuan dan praktek dari keluarga
berencana, dan pekerjaan responden. Sedangkan dalam Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (1991, 1994), beberapa pertanyaan telah di tambahkan,
misalnya perhatian ibu, kesehatan dan imunisasi BALITA, dan pada tahun 1994
survei dilakukan untuk mengumpulkan informasi untuk pengetahuan tentang AIDS
dan kematian ibu, pengeluaran rumah tangga, dan ketersediaan pelayanan keluarga
berencana dan kesehatan.