ISU GENDER BERKAITAN
DENGAN DAMPAK NEGATIF BEBAN GANDA”
Mansour Fakih membagi manifestasi ketimpangan gender dalam
marginalisasi atau pemiskinan perempuan, subordinasi, stereotip, kekerasan, dan
beban ganda. Sesungguhnya ketimpangan gender tidak senantiasa merugikan kaum
perempuan. Banyak kaum laki-laki yang ikut menderita karena ketimpangan gender,
misalnya saja laki-laki yang tidak mampu menjadi penopang ekonomi keluarga,
kemudian dicap telah gagal menjadi laki-laki; laki-laki yang karena enersi
feminin-nya lebih kental kemudian lebih tertarik kepada dunia domestik dianggap
sebagai 'ayam sayur' atau 'impotent'; laki-laki yang tidak terbiasa
berpartisipasi atau sharing tugas-tugas rumah tangga menjadi hopeless ketika
isterinya harus pergi walau sejenak; laki-laki stres menahan sekuat tenaga
untuk tidak mengangis/mengekspresikan emosinya karena takut dicap 'perempuan'.
Namun memang pada kenyataannya kaum perempuan lebih banyak mengalami kerugian
atau penindasan dalam struktur budaya patrarki ini. Disampaikan pada acara Sosialisasi Gender
bagi Organisasi Massa di Yogyakarta 11-06-2001 2
Bahwa
perempuan mengalami penganiayaan tercermin dari data-data sebagai berikut: Dua
LSM terkemuka di Indonesia mengaku menerima pengaduan kekerasan dalam rumah
tangga yang meningkat setiap tahun. Salah satunya bahkan menyatakan menerima
71,9 persen KDRT dari seluruh kasus yang ditanganinya. Menteri negara
Pemberdayaan Perempuan menyatakan 11,4 persen dari 217 penduduk /24 juta mengalami
KDRT, dan penelitian Rifka Annisa menyimpulkan satu dari empat perempuan
memiliki pengalaman kekerasan fisik/seksual dari pasangannya. Di seluruh dunia
sekitar 1500 perempuan dibunuh oleh suami atau pacarnya setiap tahun. BBC 1989
melaporkan 100.000 perempuan dirawat karena kekerasan domestik setiap tahun di
Inggris. KDRT menjadi fenomena gunung es, yang dari permukaan nampaknya kecil,
namun sangat besar dan kuat di baliknya.
ISSU GENDER YANG BERKAITAN DENGAN DAMPAK
NEGATIF BEBAN GANDA
Beban
ganda wanita adalah tugas rangkap yang dijalani oleh seorang wanita (lebih dari
satu peran) yakni sebagai ibu rumahtangga, orang tua anak, istri dari suami dan
peran sebagai pekerja yang mencari nafkah. Pada umumnya beban domestik menumpuk
pada isteri/ibu RT sehingga ketika isteri harus aktif di luar rumah beban kerja
harus dilimpahkan kepada pembantu. Pada keluarga dengan tingkatan ekonomi yang
lebih rendah perempuan pekerja pada umumnya harus menerima beban
berganda-ganda, baik sebagai pencari nafkah, pengasuh anak, pengurus rumah
tangga, pelayan suami. Sayangnya pekerjaan rumah tangga yang amat berat itu
kadang tidak mendapat apresiasi yang sepantasnya.
Bila
istri ikut membantu mencari nafkah di sektor publik, berarti istri telah
melakukan perluasan dari sektor domestik, tetapi beban domestik tidaklah
berkurang, suami tidak serta merta ikut berpartisipasi di sektordomestik.
Tanggung jawab isteri jadi berganda. Double garden atau yang biasanya disebut
beban ganda, merujuk kepada kenyataan bahwa perempuan cenderung bekerja lebih
lama dan lebih sedikit harinya dibandingkan laki-laki sebagaimana biasanya
mereka terlibat dalamtiga peran gender yang berbeda-reproduksi, produksi dan
dan peran dimasyarakat. Beban ganda perempuan merupakan salah satu bentuk
ketidakadilan gender yang tidak hanya terjadi di lapisasn sosial kelas atas dan
menengahsaja. Beban ganda juga terjadi pada lapisan sosial kelas bawah, seperti
dalam sebuah komunitas marginal. Komunitas marginal merupakan sebuah bagian
masyarakat yang memiliki lokalitas di wilayah tertentu, memiliki batas-batas
tertentu, memiliki interaksi sosial yang lebih besar diantara para
anggotanyabila dibandingkan dengan anggota di luar kelompoknya, dan memiliki
ciri yang sama.Peran reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis
danpermanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja di
wilayah publik, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka diwilayah
domestic. Upaya maksimal yang dilakukan mereka adalah mensubstitusikan
pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti pembantu rumah tangga atau
anggota keluarga perempuan lainnya.
Perempuan yang melakukan pekerjaan di luar
rumah seperti bertani,berdagang, membuat emping atau kesed juga tetap harus
melakukan kerja-kerja reproduksi. Sehingga dalam sehari semalam, sebagian besar
waktu perempuan dicurahkan untuk keluarganya. Berbagai observasi
menunjukkan bahwa perempuan mengerjakan hampir 90 persen dari pekerjaan dalam
rumah tangga. Karena itu, bagi perempuan yang bekerja di luar rumah, selain
bekerja di wilayah publik, mereka juga masih harus mengerjakan pekerjaan
domestic. Berbagai bentuk diskriminasi merupakan hambatan untuk tercapainya
keadilan dan kesetaraan gender atau kemitrasejajaran yang harmonis antara
perempuan dan laki-laki, karena dapat menimbulkan:
a) Konflik
b) Stres pada salah satu pihak
Relasi gender yang kurang harmonis,
perempuan harus bangun lebih pagi untuk menyiapkan makanan, membersihkan rumah
dan dapur, mengasuh anak kemudian melakukan pekerjaannya sampai tengah hari
untuk istirahat sejenak. repotnya, ketika istirahat pun perempuan masih
dibebani dengan pekerjaan di rumah; menyiapkan makan siang, mengasuh anak.
Setelah itu baru melanjutkan pekerjaannya sampai sore. Untuk kembali melakukan
pekerjaan reproduktif sampai malam.
Selain
mempunyai tanggung jawab pada pekerjaan dan keluarga, wanita juga mempunyai
tanggung jawab lainnya yakni terhadap orang tua baik berupa tanggung jawab
moril, dana, maupun kesehatan orang tua. Dalam menjalankan beban ganda wanita
merasa terdapat beberapa kesulitan yang mereka rasakan, diantaranya ialah
rasa lelah setelah pulang bekerja, waktu yang terbatas untuk mengerjakan
pekerjaan rumah, terbatasnya waktu untuk mengasuh anak terutama pada saat anak
sakit. Kesulitan-kesulitan ini seringkali menimbulkan stress dalam diri wanita,
sehingga wanita mengatasi masalah-masalah tersebut dengan cara mengurangi beban
kerja rumah tangga dengan bantuan orang-orang yang membantu pekerjaan domestik,
tidak jarang pula wanita mengambil cuti apabila anak sedang sakit untuk merawat
maupun membawanya ke dokter, selain itu refreshing dilakukan wanita
untuk mengatasi rasa lelah dan stress bila sudah menumpuk.
Sumber :
Ciptoningrum, Palupi.
2011. Bab V. Beban Ganda Penyakit.
Purbani, Widyastuti.
2011. Memahami Persoalan Gender di
Indonesia. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.
Puspitawati,
Herien. 2010. Makalah Seminar : Pengintegrasian Isu Gender dalam Penanggulangan
Kemiskinan Melalui Pengambangan Ekonomi Perempuan. Bogor: Institus
Pertanian Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar