Nomensen Banunaek,S.KM
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar
Belakang
Masyarakat
Indonesia sejak dulu sudah dikenal sangat heterogen dalam berbagai aspek,
seperti adanya keberagaman suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat dan
sebagainya. Perkembangan dunia yang sangat pesat saat ini dengan mobilitas dan
dinamika yang sangat tinggi telah menyebabkan dunia menuju ke arah globalisasi
yang hampir tidak memiliki batas-batas sebagai akibat dari perkembangan
teknologi modern.
Orang yang
tak pernah berkomunikasi dengan orang lain, niscaya akan terisolasi dari
masyarakatnya. Pengaruh keterisolasian ini akan menimbulkan depresi mental yang
pada akhirnya akan membawa orang kehilangan keseimbangan jiwa. Komunikasi
merupakan bagian kekal dari kehidupan manusia seperti halnya bernafas,
sepanjang manusia ingin hidup, ia perlu berkomunikasi.
Berkomunikasi
merupakan kebutuhan yang fundamental bagi seseorang yang hidup bermasyarakat,
tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa
masyarakat, maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi. Manusia
adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia
selalu berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia hidup
berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil.
Peristiwa
komunikasi yang menggambarkan bagaimana seseorang menyampaikan sesuatu lewat
bahasa atau simbol-simbol tertentu kepada orang lain sering kita temui,
bagaimana seorang kepala desa memberikan pendapat dan menerima saran dari
anggota masyarakatnya, bagaimana seorang politikus berkampanye menyampaikan
program-program kerja yang ditawarkan di depan massa sehingga mampu menarik
pendukung,
bagaimana
bintang film, pengarang, ilmuwan dan lain-lain merebut penggemar karena
kemampuannya menggunakan media komunikasi.
Melalui
komunikasi manusia dapat mengetahui peluang-peluang yang ada untuk
dimanfaatkan, dipelihara dan menghindar pada hal-hal yang mengancam alam
sekitarnya. Melalui komunikasi manusia dapat mengetahui suatu kejadian atau
peristiwa, bahkan melalui komunikasi dapat mengembangkan pengetahuannya yakni
belajar dari pengalamannya maupun melalui informasi yang mereka terima dari
lingkungan sekitarnya.
Upaya
manusia untuk beradaptasi dengan lingkungannya, proses kelanjutan suatu
masyarakat sesungguhnya tergantung bagaimana masyarakat itu bisa beradaptasi
dengan lingkungannya. Penyesuaian disini bukan saja terletak pada kemampuan
manusia memberi tanggapan terhadap gejala alam seperti banjir dan lain-lain
yang bisa mempengaruhi perilaku manusia, tapi juga lingkungan masyarakat tempat
manusia hidup.
Upaya untuk
melakukan transformasi warisan sosialisasi, suatu masyarakat yang ingin
mempertahankan keberadaannya, maka anggota masyarakatnya dituntut untuk
melakukan pertukaran nilai, perilaku dan peranan. Misalnya bagaimana orang tua
mengajarkan tatakrama bermasyarakat yang baik kepada anak-anaknya, bagaimana
sekolah difungsikan untuk mendidik warga negaranya, dan bagaimana pemerintah
dengan kebijaksanaan yang dibuatnya untuk mengayomi kepentingan anggota
masyarakat yang dilayaninya.
Komunikasi
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat manusia, baik sebagai individu
maupun sebagai anggota masyarakat. Ia diperlukan untuk mengatur tatakrama pergaulan
antar manusia, sebab berkomunikasi dengan baik akan memberi pengaruh langsung
pada struktur keseimbangan seseorang dalam bermasyarakat. Pendek kata, bahwa
keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam mencapai sesuatu yang diinginkan
termasuk karir mereka, banyak ditentukan oleh kemampuannya berkomunikasi.
Dalam
berkomunikasi dengan konteks keberagaman kebudayaan kerap kali menemui masalah
atau hambatan yang tidak diharapkan, misalnya saja dalam penggunaan bahasa,
lambang-lambang, nilai atau norma masyarakat dan sebagainya. Komunikasi juga
menghubungkan kontak sosial dengan orang lain melalui interaksi sosial.
Interaksi sosial ini berada dalam satu jaringan sosial yang menghubungkan
individu yang satu dengan yang lain.
Jaringan sosial itu sendiri
adalah suatu jaringan relasi dan hubungan sosial yang terdapat dalam suatu
masyarakat. Jaringan ini merupakan keseluruhan relasi dan hubungan sosial
yang dapat diamati di suatu masyarakat, misalnya jaringan sosial yang terdapat
di masyarakat desa, keseluruhan relasi dan hubungan sosial di kalangan pemimpin
desa, antara pemimpin desa dan masyarakat desa, di kalangan warga masyarakat
tersebut pada umumnya . Relasi dan hubungan sosial itu terdapat diberbagai
bidang kehidupan yang meliputi ekonomi, sosial, kebudayaan dan lain-lain.
Jaringan relasi dan hubungan sosial merupakan pencerminan hubungan antar
status-status dan peran-peran dalam masyarakat. Jaringan sosial di masyarakat
komplek lebih rumit dibanding masyarakat sederhana atau masyarakat primitif.
(Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 7, 1989 : 345). Analisis jaringan sosial
mempunyai bahasa tersendiri yaitu bahasa jaringan. Bahasa jaringan ini
mengandung dua konsep penting yaitu para aktor (nodes) dan ikatan-ikatan
(ties). Para aktor, dalam analisis jaringan sosial, dapat mencakup orang-orang,
kelompok-kelompok, organisasi-organisasi, atau bangsa-bangsa. Para aktor adalah
unit-unit individual. Ikatan-ikatan mencerminkan hubungan-hubungan antara
unit-unit. Ikatan-ikatan itu dapat hadir atau absen.
Analisis jaringan sosial untuk memahami tindakan individu dalam konteks hubungan terstruktur. Analisis berbasis jaringan ini cocok untuk digunakan dalam menjelaskan,
dan menganalisis sistem kesehatan masyarakat. Ketika analisis terhadap hubungan dalam
sebuah sistem sosial dilakukan, lebih dikenal dengan analisis
jaringan komunikasi. Analisis ini dapat digunakan untuk mengetahui
arah hubungan, mengemukakan pendapat, jaringan komunikasi
personal, sampai pada kekompakan jaringan komunikasi. Berbicara tentang
jaringan komunikasi social, kenyataan yang ditemukan pada prinsipnya, tugas
seorang sarjana kesmas itu lebih berat dari pada profesi dokter. bidang dokter
bagiannya pada kesehatan perorangan, mengobati orang yang sakit. Namun masih ada pada jenjang kepemimpinan di pusat pelayanan kesehatan
masyarakat yang dalam struktur
organisasinya tidak memperhatikan penempatan personil yang sesuai dengan
tingkat pendidikan serta kompetensi serta profesi yang dimilikinya. Secara
manajerial akibat dari jaringan komunikasi yang tidak terstruktur sesuai
kompetensi tenaga serta lokasi pelayanannya, maka peneliti menganalisa hal ini
akan sangat berpengaruh terhadap efektivitas dalam membangun jaringan
komunikasi yang tepat sasaran
Semakin
ketatnya persaingan serta pelanggan yang semakin selektif dan berpengetahuan
mengharuskan Puskesmas selaku salah satu penyedia jasa pelayanan kesehatan
untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanannya. Untuk dapat meningkatkan
kualitas pelayanan, terlebih dahulu harus diketahui apakah pelayanan yang telah
diberikan kepada pasien/pelanggan selama ini telah sesuai dengan harapan pasien/pelanggan
atau belum.
Manusia
adalah faktor kunci keberhasilan dari suatu pembangunan. Untuk menciptakan
manusia yang berkualitas diperlukan suatu derajat kesehatan manusia yang prima
sehingga dalam hal ini mutlak diperlukan pembangunan kesehatan. Untuk mendukung
pencapaian pembangunan kesehatan pemerintah telah menyediakan beberapa
sarana/fasilitas kesehatan beserta tenaga kesehatannya. Salah satu fasilitas
kesehatan yang banyak dimanfaatkan masyarakat adalah Puskesmas. Sebagai ujung
tombak pelayanan dan pembangunan kesehatan di Indonesia maka Puskesmas perlu
mendapatkan perhatian terutama berkaitan dengan mutu pelayanan kesehatan
Puskesmas sehingga dalam hal ini Puskesmas terlebih pada Puskesmas yang
dilengkapi dengan unit rawat inap dituntut untuk selalu meningkatkan
keprofesionalan dari para pegawainya serta meningkatkan fasilitas/sarana
kesehatannya untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat pengguna jasa layanan
kesehatan.
Pelayanan
kesehatan yang bermutu masih jauh dari harapan masyarakat, serta berkembangnya
kesadaran akan pentingnya mutu, maka UU Kesehatan Nomor 23 tahun 1992
menekankan pentingnya upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan, khususnya
ditingkat Puskesmas.
Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi fungsional yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata,
dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif
masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat.
Upaya kesehatan tesebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan
untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa
mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Pengelolaan puskesmas biasanya
berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota.
Masyarakat
adalah jaringan sosial yang kompleks, terdiri dari sosial hubungan diadik dan
triadik di mana satu sama lain saling terkait. Keberadaan dari hubungan sosial
diciptakan oleh adanya kebutuhan atau tujuan yang ingin dicapai. Para pemeran
di dalam jaringan sosial terikat satu sama lain oleh seperangkat/serangkaian
harapan yang relatif stabil yang pada akhirnya menciptakan sejenis
aturan-hukum-norma di antara mereka. Jaringan social juga menampilkan perilaku
yang mirip di antara para pemerannya. Tiap konteks social memiliki atau
menciptakan sebuah jaringan sosial yang berbeda dengan jaringan lainnya.
Berdasarkan paradigma jaringan komunikasi sosial ini, dengan memahami prinsip
hubungan yang mengikat sejumlah aktor sehingga membentuk sebuah jaringan
sosial, maka kita akan dapat memahami logika situasional, tipe pengendalian
sosial, dan pertukaran social antar aktor dalam sebuah jaringan sosial; untuk
menjelaskan konflik sosial, perubahan sosial, dan kendali sosial di antara
mereka – dalam organisasi, negara, atau masyarakat.
Hal
ini yang membuat peneliti merasa tertarik untuk melakuan analisis alasan apa
yang menyebabkan jaringan komunikasi ini tidak sesuai
dengan profesi dan kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing disiplin ilmu. Penelitian berbasis jaringan ini,
sangat bermanfaat untuk membantu memperluas
dan memindahkan informasi kesehatan
secara cepat dan tepat sasaran. Dengan demikian maka peneliti ingin meneliti
tentang “Pengaruh Profesi Komunitas terhadap Jaringan Komunikasi Sosial pada
tingkat Puskesmas”
1.2. Rumusan Masalah
Pada prinsipnya,
tugas seorang sarjana kesmas itu lebih berat dari pada profesi dokter. bidang
dokter bagiannya pada kesehatan perorangan, mengobati orang yang sakit
sedangkan profesi kesehatan masyarakat itu harus berupaya menjaga dan
memelihara kesehatan semua orang disekitarnya melalui program-program kesehatan
dan intervensi kesehatan di masyarakat. Namun masih ada pada
jenjang kepemimpinan di pusat pelayanan kesehatan masyarakat yang dalam struktur organisasinya tidak
memperhatikan penempatan personil yang sesuai dengan tingkat pendidikan dan
kompetensi serta profesi yang dimilikinya. Secara manajerial akibat dari
jaringan komunikasi yang tidak terstruktur sesuai kompetensi tenaga serta
lokasi pelayanannya, maka peneliti memandang hal ini akan sangat berpengaruh
terhadap efektivitas dalam membangun jaringan komunikasi yang tepat sasaran.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Jaringan komunikasi sosial yang kompeten, tentunya
sangat bermanfaat dalam melakukan sebuah komunikasi yang terapiutik dan semua
pesan-pesan yang berkaitan dengan upaya preventif, kurative, rehabilitif dan
promotif yang bertujuan untuk meningkatan derajat kesehatan perorangan maupun
masyarakat untuk berperilaku hidup sehat dapat disebarluaskan sesuai dengan
waktu tempat dan orang. Komunikasi di
kalangan profesi kesehatan dalam upaya menjaga
dan memelihara kesehatan semua orang disekitarnya melalui program-program
kesehatan dan intervensi kesehatan di masyarakat dapat tercapai secara optimal.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.
Untuk Mengetahui jaringan komunikasi pada tingkat Puskesmas
2.
Untuk mengetahui Peranan komunikasi dalam bidang kesehatan
3.
Untuk mengetahui jaringan komunikasi kesehatan dalam sistem organisasi
Puskesmas
4.
Untuk Mengetahui profesi komunitas terhadap komunikasi sosial.
1.4 Manfaat
Penulisan
1.4.1 Bagi Penulis
Dapat
memberikan pengalaman bagi penulis dalam memperdalam materi perkuliahan
ilmu sosial dan perilaku khususnya dalam jaringan
komunikasi sosial pada tingkat puskesmas
I.4.1
Bagi
Masyarakat
Dapat
menjadi bahan bacaan atau informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman masyarakat tentang pentingnya membangun komunikasi sosial yang baik dalam proses
penanganan tindakan medis di tempat pelayanan kesehatan
I.4.2
Bagi
Instansi Terkait
Dapat
menjadi referensi untuk pelaksanaan program yang berkaitan dengan jaringan komunikasi sosial.
BAB III
ANALISIS
4.I Jaringan Komunikasi pada tingkat Puskesmas
Masalah kesehatan merupakan suatu
masalah yang kompleks. Mulai dari ilmu yang digunakan dalam penyelesaian
merupakan multidisiplin, sektor yang terkait pun multisektoral, serta subjek
yang melaksanankannya pun berasal dari berbagai pihak. Pada tulisan ini yang
akan penulis bahas mengerucut pada masalah pelaku kesehatan saja, yaitu
masyarakat. Masyarakat memiliki porsi yang perlu diperhitungkan dalam
penyelesaian masalah kesehatan dan peningkatan derajat kesehatan. Membicarakan
pemberdayaan masyarakat tidak bisa dilepaskan dari fungsi pelayanan kesehatan
daerah setempat sebagai fasilitator masyarakat untuk memainkan perannya dalam
pembangunan kesehatan di daerahnya sendiri. Selain itu, masalah pemberdayaan
masyarakat menjadi hal yang harus dicermati oleh pemerintah mengingat mulai
dikembangkannya paradigma sehat di Indonesia. Penerapan paradigma sehat
merupakan model pembangunan kesehatan dalam jangka panjang agar mampu mendorong
masyarakat untuk bersikap mandiri dalam memelihara kesehatan, melalui
peningkatan pelayanan promotif dan preventif disamping kuratif dan
rehabilitatif untuk mewujudkan Indonesia Sehat.
Program berbasis masyarakat ini
merupakan stimulant dan bahan pembelajaran bagi masyarakat agar ikut berpartisipasi
dan bertanggungjawab atas masalah kesehatan di wilayahnya. Untuk tercapainya
keberhasilan program-program kesehatan tersebut, pemerintah pun harus siap
untuk memfasilitasi masyarakat yang mencakup pemberian pengetahuan, pemahaman,
dan sarana prasarana. Pengetahuan dan pemahaman dapat dilakukan dengan
penyuluhan sedangkan sarana prasarana adalah melalui pelayanan kesehatan
masyarakat, dalam hal ini adalah puskesmas, yang merupakan perpanjangan tangan
pemerintah dalam usaha pemberdayaan masyarakat untuk pembangunan kesehatan.
Pelayanan kesehatan merupakan setiap
bentuk pelayanan atau program kesehatan yang ditujukan pada perseorangan atau
masyarakat dan dilaksanakan secara perseorangan atau secara bersama-sama dalam
suatu organisasi, dengan tujuan untuk memelihara ataupun meningkatkan derajat
kesehatan yang dipunyai. Selain itu terdapat lima fungsi utama pelayanan
kesehatan di antaranya adalah;
1) Mendorong masyarakat melaksanakan
kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan persoalan mereka sendiri,
2) Memberi petunjuk kepada masyarakat
tentang cara-cara menggali dan menggunakan sarana yangada secara efektif dan
efisien,
3) Memberi pelayanan kesehatan langsung
kepada masyarakat,
4) Memberi bantuan yang bersifat
teknis, bahan-bahan serta rujukan,
5) Bekerja sama dengan sektor lain
dalam melaksanakan program kerja Puskesmas.
Dalam teori Blum dijelaskan pula
bahwa, status kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor yaitu; lingkungan (45%),
perilaku (30%), pelayanan kesehatan (20%) dan faktor keturunan (5%). Berbagai
penjelasan di atas sudah jelas menggambarkan pentingnya pelayanan kesehatan
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah
Indonesia mengakomodir kebutuhan akan pelayanan kesehatan ini.
Puskesmas merupakan sistem pelayanan
kesehatan terpadu. Beralih pada fungsi puskesmas, dalam Sistem Kesehatan
Nasional dijelaskan bahwa Puskesmas memiliki tiga fungsi, yaitu sebagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan
keluarga dalam pembangunan kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan tingkat
pertama. Sedang pelayanan upaya kesehatan di Puskesmas tersebut dilaksanakan
melalui berbagai kegiatan pokok, yaitu :
1) Peningkatan
kesejahteraan ibu dan anak,
2) Peningkatan
upaya keluarga berncana,
3) Perbaikan
gizi 4)peningkatan kesehatan
lingkungan,
4) Pencegahan
dan pemberantasan penyakit,
5) Penyuluhan
kesehatan masyarakat,
6) Pengobatan
termasuk penanggulangan kecelakaan,
7) Perawatan
kesehatan masyarakat,
8) Peningkatan
usaha kesehatan sekolah,
9) Peningkatan
usaha kesehatan gigi dan mulut,
10)Peningkatan
kesehatan jiwa,
11)Peningkatan
kesehatan jiwa,
12)Pemeriksaan
laboratorium sederhana
13)Pencatatan
dan pelaporan.
Dengan
penjabaran upaya kesehatan yang berasal dari Puskesmas tersebut, tidak
mengherankan jika pelayanan kesehatan (puskesmas) menempati posisi penting
dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Apalagi dengan adanya
desentralisasi permasalahan kesehatan di tingkat nasional ke daerah merupakan
inovasi yang patut disambut dengan baik untuk menanggulangi berbagai masalah
kesehatan seperti disparitas pelayanan kesehatan yang masih tinggi, rendahnya
kualitas kesehatan penduduk miskin, rendahnya kondisi kesehatan lingkungan,
birokratisasi pelayanan Puskesmas, dan minimnya kesadaran masyarakat untuk
terlibat dalam mewujudkan visi Indonesia Sehat 2010. Puskesmas sebagai unit
pelayanan kesehatan yang terinstitusionalisasi mempunyai kewenangan yang besar dalam
menciptakan inovasi model pelayanan kesehatan di aras basis. Artinya, puskesmas
memiliki satu peran strategis untuk mengorganisir masyarakat dalam mengupayakan
kesehatan masyarkat. Hal ini pun telah tertuang di dalam Sistem Kesehatan
Nasional, dalam bab keempat : subsistem upaya kesehatan, disebutkan di dalamnya
bahwa subsistem upaya kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya
kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perorangan (UKP) secara terpadu
dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya.
Tujuan
dari upaya kesehatan yang saling mendukung ini adalah terselenggaranya upaya
kesehatan yang tercapai (accessible), terjangkau (afforrdable), dan bermutu
(quality) untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna
meningkatkan kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dengan demikian,
pemerintah maupun penyelenggara pelayanan kesehatan tidak dapat bekerja sendiri
untuk membangun kesehatan masyarakat. Baik masyarakat maupun individu dari
masyarakat itu sendiri juga harus memiliki pemahaman yang sama dengan
pemerintah. Oleh karena itulah, sudah menjadi konsekuensi pemerintah atau
petugas pelayanan kesehatan (puskesmas) untuk memberdayakan dan
mengorganisasikan masyarakat. Seperti yang telah disebutkan pada paragraf
sebelumnya, puskesmas memiliki peran untuk memberdayakan masyarakat, dengan
tujuan untuk memberikan pemahaman dalam membangun kesehatan masyarakat. Telah
disebutkan pula pada paragraf awal bahwa masalah pemberdayaan masyarakat ini
pun muncul akibat tercetusnya paradigma sehat demi meningkatkan derajat
kesehatan di masyarakat. Pentingnya pemberdayaan masyarakat pun disebutkan
Winslow (1920) dalam teorinya tentang kesehatan masyarakat. Arti kesehatan
masyarakat menurut Winslow; yaitu ilmu dan seni mencegah penyakit,
memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha
pengorganisasian masyarakat untuk perbaikan sanitasi lingkungan, pemberantasan
penyakit-penyakit menular, pendidikan untuk kebersihan perorangan, dan
pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan
pengobatan. Sebelum beranjak lebih jauh, penulis akan menjelaskan lebih dulu
pengertian dan fungsi pengorganisasian dan pemberdayaan masyarakat, sebagai
bentuk upaya peningkatan fungsi Puskesmas. Pengorganisasian masyarakat dalam
rangka pencapaian tujuan-tujuan kesehatan masyarakat, pada hakikatnya adalah
menghimpun potensi masyarakat atau sumber daya (resources) yang ada di dalam
masyarakat itu sendiri untuk upaya-upaya, yaitu: preventif, kuratif, promotif,
dan rehabilitatif kesehatan mereka sendiri.
Dari sumber lain, pengorganisasian
dan pengembangan masyarakt diartikan sebagai teknologi yang digunakan untuk
melakukan intervensi pada faktor pendukung (enabling factors) sebagai salah
satu prasyarakat untuk terjadinya proses perubahan perilaku. Dengan teknologi
pengorganisasian dan pengembangan sumber daya yang ada pada masyarakat sehingga
mampu mandiri untuk meningkatkan derajat kesehatannya (Sasongko, 2000). Pengorganisasian
masyarakat bertujuan untuk mendorong secara efektif modal sosial masyarakat
agar mempunyai kekuatan untuk menyelesaikan permasalahan dalam hal kesehatan
secara mandiri. Melalui proses pengorganisasian, masyarakat diharapkan mampu
belajar untuk menyelesaikan ketidakberdayaannya dan mengembangkan potensinya
dalam mengontrol kesehatan lingkungannya dan memulai untuk menentukan sendiri
upaya-upaya strategis di masa depan; Memperkokoh kekuatan komunitas basis:
Pengorganisasian masyarakat bertujuan untuk membangun dan menjaga keberlanjutan
kelompok-kelompok kesehatan (Posyandu, Polindes, Dokter Kecil dan lainnya).
Organisasi di area komunitas dapat menjamin tingkat partisipasi, pada saat
bersamaan, mengembangkan dan memperjumpakan dengan organisasi atau kelompok
lain untuk semakin memperkokoh kekuatan komunitas, serta membangun aliansi
untuk menambah proses pembelajaran dan menambah kekuatan diri. Dari dua hal di
atas, yaitu peran pemerintah dan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan
kesehatan, muncul kontroversial bahwa pemerintah sewajarnya menjadi penanggung
jawab dari kesejahteraan termasuk kesehatan warga negaranya namun haruskah
masyarakat dilibatkan dalam pembangunan kesehatan ini? Apakah dengan
diberdayakannya masyarakat lantas artinya pemerintah ’angkat tangan’ dalam
tanggung jawab ini? Perlu kita pahami bahwa masalah kesehatan merupakan masalah
yang perlu diupayakan oleh semua orang atau semua pihak. Ada ungkapan lebih
baik mencegah daripada mengobati, filosofi ini muncul karena kesehatan menjadi
masalah berat apabila orang atau masyarakat mengalami sakit. Selain itu,
kesehatan sebenarnya dapat diupayakan oleh tiap individu atau masyarakat
asalkan mau berperilaku sehat. Oleh karena itu, akhirnya peran pemerintah tidak
hanya menyediakan pelayanan kesehatan yang accessible, baik dalam hal jarak
maupun penjaminan masyarakat atas pelayanan kesehatan tersebut, tapi juga
memberikan pencerdasan melalui penyuluhan atau pengkaderan masyarakat agar
dapat berupaya untuk hidup sehat, dalam hal ini merupakan peran petugas
kesehatan pelayanan kesehatan (puskesmas) setempat. Dari fungsi Puskesmas yang
telah kita bahas sebelumnya pun jelas peran Puskesmas bukan saja persoalan
teknis medis tetapi juga bagaimana keterampilan sumber daya manusia yang mampu
mengorganisir modal sosial yang ada di masyarakat. Lalu sejauh apa masyarakat
terlibat dalam pembangunan kesehatan demi tercapainya paradigma sehat? Untuk
menjawab pertanyaan ini penulis akan mengaitkan program-program puskesmas yang
berbasis. Satu diantarnya adalah upaya perbaikan gizi masyarakat: pembinaan
pengembangan UPGK dan pelayanan gizi.
Pembinaan UPGK merupakan kegiatan
kunjungan petugas Puskesmas ke tiap posyandu desa atau RW. Selain itu, Kegiatan
ini meliputi penyuluhan, pemberian nasehat pada masyarakat ataupun kader atau
volunter di desa/RW tersebut. Tindak lanjut dari penyuluhan ini biasanya
diterapkan para kader kesehatan di desa atau RW setempat dalam kegiatan
Posyandu, misalnya saja dengan pemberian makanan tambahan pada masyarakat yang
menimbang anaknya ke posyandu serta transfer ilmu dari kader kesehatan pada
masyarakat setempat. Dengan demikian, harapan dari adanya penyuluhan sekaligus
pemberian makanan yang memenuhi gizi ini dapat menjadi awal dari tindakan
masing-masing keluarga untuk menggalakkan peningkatan gizi kesehatan. Selain
itu, baru-baru ini puskesmas Sukmajaya Depok mengadakan penyuluhan kepada para
kader di Kelurahan Baktijaya dalam rangka Pelaksanaan Klinik Sanitasi dan
Kelurahan Sehat Berbasis Masyarakat.
Klinik sanitasi merupakan suatu
upaya kegiatan yang mengintegrasikan layanan kesehatan promotif, preventif, dan
kuratif yang difokuskan pada penduduk yang beresiko tinggi untuk mengatasi
masalah penyakit berbasis lingkungan dan masalah kesehatan lingkungan pemukiman
yang dilakukan oleh petugas Puskesmas bersama masyarakat yang dapat
dilaksanakan secara pasif dan aktif di dalam dan di luar Puskesmas. Dari
penjelasan tersebut jelas bahwa masing-masing pihak, baik pihak Puskesmas
maupun masyarakat memiliki peran dalam upaya ini. Lebih jelasnya adalah
Puskesmas berperan menyelenggarakan pelaksanaan klinik sanitasi di dalam dan di
luar gedung Puskesmas (terjun langsung ke RW/ daerah binaanya), mengumpulkan
dan mengolah data tentang kualitas lingkungan, melakukan pengawasan, penilaian
dan perbaikan kualitas lingkungan. Bagaimana karakteristik dan potensi tiap
daerah tentu saja lebih diketahui oleh masyarakat yang terkait bukan? di
sinilah peran masyarakat dalam program ini. Selain menjadi sumber informasi
atas kualitas lingkungan yang akan dijadikan parameter penanggulangan masalah
penyakit berbasis lingkungan, masyarakat juga punya peran untuk membina
keluarga yang sadar akan kesehatan, ikut serta melakukan intentarisasi data
sarana kesehatan lingkungan, melakukan pengorganisasian dan pendanaan, serta
mengembangkan cara penilaian oleh masyarakat sendiri. Dengan begitu, kita
kembali menyimpulakan bahwa Puskesmas perlu memberdayakan dan mengorganisir
masyarakat, paling tidak kader kesehatan di tiap daerah, untuk ikut serta dalam
pembangunan kesehatan di lingkungan tempat tinggal mereka karena pemerintah
kita pun memiliki keterbatasan petugas kesehatan profesional dan pendanaan yang
kurang optimal untuk mendukung semua program kesehatan daerah. Dari
contoh-contoh program kesehatan Puskesmas yang melibatkan pemberdayaan
masyarakat, kita dapat lihat bahwa keterlibatan masyarakat dalam upaya-upaya
kesehatan ternyata cukup besar, mulai dari sebagai sumber informasi dan data,
tataran pelaksanaan termasuk pendanaan, sampai penilaian program itu sendiri.
Apakah lantas artinya pemerintah/Puskesmas lepas tangan? Penulis tidak melihat
indikasi itu meskipun terlihat ketelibatan masyarakat cukup luas. Untuk
mengawali program ini, Puskesmas terlebih dahulu memberikan penyuluhan kepada
kader kesehatan di masyarakat. Selain dari itu, telah disebutkan pula bahwa
petugas Puskesmas-lah yang menyipkan penanganan dari klinik Sanitasi meskipun
dengan keterbatasan sumber daya manusia yang profesional di bidang medis
memaksa petugas puskesmas ini mobile, bisa jadi berada di dalam dan di luar
Puskesmas. Masalah pendanaan, membicarakan pendanaan memang lebih memicu
sensivitas, sumber dana dari klinik sanitasi ini diperoleh dari Dana
Operasional Puskesmas APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten, bantuan luar negeri,
Kemitraan dan swadaya masyarakat. Letak Puskesmas yang dekat dengan tempat
tinggal masyarakat dan lebih dijangkau masyarakat menumbuhkan peran yang lebih
dari Puskesmas.
Oleh karena itu pula, pemerintah
lebih bisa membuat program-program kesehatan berbasis masyarakat melalui
Puskesmas. Program-program kesehatan berbasis masyarakat dirasa penulis efektif
dalam memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat karena tidak semua upaya
untuk sehat membutuhkan pelayanan medis tapi juga harus didukung dengan perilaku
sehat, lingkungan yang bersih dan sehat. Meskipun sekarang ini sudah muncul
banyak Posyandu di tiap desa atau RW namun peran Puskesmas tetap dibutuhkan
sebab penyelenggara Posyandu merupakan masyarakat setempat yang masih
membutuhkan pengarahan dari petugas kesehatan, dalam hal ini adalah petugas
Puskesmas. Pemberdayaan masyarakat dalam program-program kesehatan berbasis
masyarakat bukan merupakan upaya lepas tangan seperti apa yang dilakukan
pemerintah dalam perberlakuan BHP, tapi hal ini merupakan hasil perumusan
solusi dari berbagai masalah kesehatan yang kompleks di Indonesia, mulai
darikurangnya sumber daya manusia profesional, dana dan kurangnya kemampuan
pemerintah pusat dalam memantau masalah kesehatan di daerah-daerah. Seperti
yang kita tahu dari teori Blum ataupun Winslow pada pembahasan sebelumnya bahwa
untuk menciptakan kesehatan diperlukan kerjasama yang baik antara penyelenggara
pemerintahan dan masyarakat sendiri.
Upaya-upaya pencegahan penyakit
sebenarnya bisa dilakukan oleh tiap individu atau keluarga di masyarakat
sedangkan upaya kuratif dan rehabilitaif membutuhkan peran pemerintah yang
sebesar-besarnya dalam penyediaan pelayanan medis di tiap daerah. Meskipun
begitu, pemerintah tetap punya tanggungjawab untuk memberikan fasilitas, sarana,
dan prasarana untuk mencerdaskan dan memberikan pengetahuan pada masyarakat
bagaimana berperilaku sehat dan menciptakan lingkungan yang sehat untuk
mendukung upaya peningkatan derajat kesehatan mulai dari tingkat individu,
keluarga, masyarakat sampai akhirnya tingkat negara. Hanya saja, penulis
harapkan pada pertugas Puskesmas agar menjaga maintanance program-program
kesehatan berbasis masyarakat ini. Jangan sampai setelah memberikan penyuluhan
dan pemberian sarana lantas tidak dipantau karena bagaimanapun juga masyarakat
yang terlibat tidak semuanya paham akan pentingnya program-program tersebut,
meskipun sebenarnya program tersebut dimaksudkan untuk peningkatan
kesejahteraan (kesehatan) hidup mereka sendiri. Selain dari itu, pemantauan
yang dilakukan pun haruslah rutin meskipun sudah terlihat adanya kemandirian
dari masyarakat dan juga pemberian reward pada kader kesehatan yang dianggap
bisa dijadikan teladan bagi kader kesehatan lainnya demi munculnya rasa
dihargai oleh petugas Puskesmas yang mereka anggap sebagai perpanjangan tanngan
dari pemerintahan negara. Semoga dengan adanya kerjasama yang baik antara
pemerintah, dalam hal ini adalah Puskesmas, dan masyarakat dapat mewujudkan
derajat kesehatan yang lebih baik untuk Indonesia yang lebih baik.
Berdasarkan
uraian-uraian tersebut diatas, maka dalam menentukan seorang pemimpin pada
pusat pelayanan kesehatan masyarakat harus didasarkan pada undang-undang no.36
tahun 2009 tentang kesehatan, Bab 1 bagian kedua tentang fasilitas pelayanan
kesehatan, Pasal
33, (1) Setiap pimpinan penyelenggaraan
fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat harus memiliki kompetensi
manajemen kesehatan masyarakat yang dibutuhkan.(2) Kompetensi manajemen
kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Sehingga semua hal yang
berkaitan dengan ruang lingkup pelayanan kesehatana masyarakat. Puskesmas
merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga
dalam pembangunan kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama, ini
sangat membutuhkan Tenaga kesehatan yang secara syah mempunyai kualifikasi
sesuai dengan bidangnya. Namun keberadaan profesi kesehatan masyarakat di
tengah-tengah masyarakat belum bayak diperhitungkan baik sektor pemerintah
maupun swasta. Apabila penempatan
ketenagaan ini sesuai dengan kulaifikasi kompetensi serta pendidikan yang
tepat, maka harapan bahwa penyebarluasan informasi kesehatan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat benar-benar mengenai sasaran yang dituju. Jaringan
komunikasi social ini penting untuk menjalin hubungan komunikasi yang
memberikan dampak yang dapat merubah perilaku hidup masyarakat dari kebiasaan
yang buruk menuju pada kebiasaan yang seharusnya dan sehat secara jasmani
maupun rohani. Individu yang mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu Kesehatan
masyarakat (public health) adalah individu yang orientasi kerjanya tidak
terbatas tapi mencakup keseluruhan lapisan masyarakat dalam upaya mencegah penyakit, memperpanjang hidup,
meningkatkan kesehatan fisik dan mental, dan efisiensi melalui usaha masyarakat
yang terorganisir untuk meningkatkan sanitasi lingkungan, kontrol infeksi di
masyarakat, pendidikan individu tentang kebersihan perorangan, pengorganisasian
pelayanan medis dan perawatan, untuk diagnosa dini, pencegahan penyakit dan
pengembangan aspek sosial, yang akan mendukung agar setiap orang di masyarakat
mempunyai standar kehidupan yang adekuat untuk menjaga kesehatannya.
Contoh yang dapat disajikan oleh
penulis dalam makalah ini berkaitan dengan kegiatan pekan imunisasi nasional
(PIN). Pelayanan ini dilakukan secara serentak di Indonesia. Dimana dalam waktu
satu hari informasi tentang pemberian imunisasi pada bayi balita datanya sudah
harus dilaporkan dalam satu kali 24 jam sampai pada kementerian kesehatan
Indonesia. Pelayanan ini tidak dapat di komunikasikan secara cepat apabila
tidak di bentuk tim atau jaringan komunikasi social yang melibatkan masyarakat,
stakeholder, perawat komunitas, tenaga medis, kader kesehatan dan ketersediaan
alat-alat yang merupakan jaringan elektronik dengan operator khusus.
Keberhasilan dari pelayanan ini sangat ditentukan pula oleh peran serta
masyarakat. Peran serta masyarakat adalah proses dimana
individu, keluarga, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha dan masyarakat luas
pada umumnya. Petugas komunitas bersama sektor yang bersangkutan menggerakkan
masyarakat dalam bentuk pengorganisasian masyarakat yaitu proses pembentukkan organisasi
di masyarakat dan dapat mengidentifikasi kebutuhan prioritas dari kebutuhan
tersebut, serta mengembangkan keyakinan dan berusaha memenuhi atas sumber –
sumber yang ada di masyarakat. Peran
serta masyarakat adalah rangkaian kegiatan masyarakat yang dilakukan
berdasarkan gotong royong dan swadaya masyarakat dalam rangka menolong mereka
sendiri, mengenal, memecahkan masalah, dan kebutuhan yang dirasakan masyarakat,
baik dalam bidang kesehatan maupun dalam bidang yang berkaitan dengan kesehatan
agar mampu memelihara kehidupannya yang sehat dalam rangka meningkatkan mutu
hidup dan kesejahteraan masyarakat
4.2. Peranan Komunikasi dalam bidang Kesehatan
Komunikasi Kesehatan menjadi semakin
populer dalam upaya promosi kesehatan selama 20 tahun terakhir. Contoh,
komunikasi kesehatan memegang peranan utama atau pengontribusi dalam pemenuhan
219 dari 300 tujuan khusus dalam Healthy People 2010. Apabila digunakan
secara tepat, komunikasi kesehatan dapat mempengaruhi sikap, persepsi,
kesadaran, pengetahuan dan norma sosial yang kesemuanya berperan sebagai
precursor dapa perubahan prilaku. Komunikasi kesehatan sangat efektif dalam
mempengaruhi prilaku karena didasarkan pada psikologi sosial, pendidikan
kesehatan, komunikasi massa, dan pemasaran untuk mengembangkan dan menyampaikan
promosi kesehatan dan pesan pencegahan –pencegahan.
Karya awal yang mempengaruhi
perkembangan komunikasi kesehatan di susun oleh National Cancer Institute (NCI)
dan diberi judul Making Health Communication Programs Work: A Planner’s
Guide. Panduann ini menyatakan bahwa bidang ilmu seperti pendidikan kesehatan,
pemasaran sosial, dan komunikasi massa secara bersama mendefinisikan komunikai
kesehatan. Bukan hal luar biasa apabila mendengar peryataan bahwa komunikasi
kesehatan bahkan merupakan nama yang lebih baik untuk profesi daripada promosi
kesehatan atau pendidikan kesehatan bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam
promosi kesehatan melibatkan komunikasi untuk kesehatan. Kenyataannya,
komunikasu kesehatan telah didefinisikan secara luas oleh Everett Rogers,
seorang pelopor dalam bidang komunikasi, sebagai segala jenis komunikasi
manusia yang berhubungan dengan kesehatan.
Komunikasi kesehatan juga dapat
mencerminkan bagaimana persoalan kesehatan diterima oleh audiens tertentu.
Contoh, NCI mendefinisikan komunikasi kesehatan sebagai seni dan teknik
menyampaikan informasi, mempengaruhi, dan memotivasi individu, institusi, dan
audiens public tentang pentingnya persoalan kesehatan. The Centers of Disease
Control and Prevention (CDC) mendefinisikan komunikasi kesehatan sebagai suatu
ilmu dan sebagai penggunaan strategi komunikasi untuk menyampaikan informasi
dan mempengaruhi keputusan individu dan masyarakat yang dapat meningkatkan
kesehatan. Walau begitu, masih ada orang yang membicarakan konsep tersebut
dengan menekankan berbagai bentuk aplikasinya , termasuk advokasi media,
komunikasi resiko, pendidikan hiburan, materi cetak, dan komunikasi interaktif.
Ada dua perspektif utama yang
diambil ketika mempertimbangkan komunikasi kesehatan dalam praktik promosi
kesehatan saat ini. Beberapa praktisi memandang komunikasi massa sebagai proses
menyeluruh yang membingkai penerapan intervensi promosi kesehatan. Praktisi ini
memandang komunikasi kesehatan sebagai strategi atau aktifitas sempit seperti
publikasi informasi atau sejenis komunikasi. Antar personal yang mungkin berlangsung
antara pendidik kesehatan dan kliennya. Kedua pemikiran itu menyebabkan
komunikasi kesehatan rentan terhadap penafsiran yang luas dan kesalahpahaman.
komunikasi kesehatan diperlukan di
bidang kesehatan karena komunikasi dalam kesehatan merupakan kunci pencapaian
peningkatan tarap atau tingkat kesehatan masyarakat. Sejauh ini komunikasi
senantiasa berkembang seiring berkembangnya dunia teknologi komunikasi.
komunikasi yang dulunya biasa dilakukan dengan penyuluhan yang secara langsung
berhadapan dengan masyarakat dan dilakukan dengan media audio/radio sekarang
lebih popular dengan penyampaian pesan atau informasi kesehatan melalui media
internet maupun media cetak dan elektronik. Tidak hanya bernilai praktis namun
mempunyai nilai ekonomis dan tampilannya lebih menarik. Media yang berkembang
tersebut sangat membantu dalam ketercapaian komunikasi kesehatan karena
tercapai atau tidaknya komunikasi kesehatan lebih dikarenakan penggunaan media
informasi yang tepat, pesan yang sistematis dan mudah dimengerti.
Manusia sebagai makhluk sosial
tentunya selalu memerlukan orang lain dalam menjalankan dan mengembangkan
kehidupannya. Hubungan dengan orang lain akan terjalin bila setiap individu
melakukan komunikasi diantara sesamanya. Kepuasan dan kenyamanan serta rasa
aman yang dicapai oleh individu dalam berhubungan sosial dengan orang lain
merupakan hasil dari suatu komunikasi. Komunikasi dalam hal ini menjadi unsur
terpenting dalam mewujudkan integritas diri setiap manusia sebagai bagian dari
sistem sosial.
Komunikasi yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari memberikan dampak yang sangat penting dalam kehidupan,
baik secara individual maupun kelompok. Komunikasi yang terputus akan
memberikan dampak pada buruknya hubungan antar individu atau kelompok. Tatanan
klinik seperti rumah sakit yang dinyatakan sebagai salah satu sistem dari
kelompok sosial mempunyai kepentingan yang tinggi pada unsur komunikasi.
Komunikasi di lingkungan rumah sakit
diyakini sebagai modal utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan
kepada konsumennya. Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu
konsumen internal an konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur
hubungan antar individu yang bekerja Komunikasi di lingkungan rumah sakit
diyakini sebagai modal utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan
ditawarkan kepada konsumennya. Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi
yaitu konsumen internal an konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan
unsur hubungan antar individu yang bekerja di rumah sakit, baik hubungan secara
horisontal ataupun hubungan secara vertikal. Hubungan yang terjalin antar tim
multidisplin termasuk keperawatan, unsur penunjang lainnya, unsur adminitrasi
sebagai provider merupakan gambaran dari sisi konsumen internal. Sedangkan
konsumen eksternal lebih mengarah pada sisi menerima jasa pelayanan, yaitu
klien baik secara individual, kelompok, keluarga maupun masyarakat yang ada di
rumah sakit.Seringkali hubungan buruk yang terjadi pada suatu rumah sakit,
diprediksi penyebabnya adalah buruknya sistem komunikasi antar individu yang
terlibat dalam sistem tersebut.
Ellis
(2000) menyatakan
jika hubungan terputus atau menjadi sumber stres, pada umumnya yang ditunjuk
sebagai penyebabnya adalah komunikasi yang buruk.Keperawatan yang menjadi unsur
terpenting dalam memberikan pelayanan dalam hal ini perawat berperan sebagai
provider. Fokus perhatian terhadap buruknya komunikasi juga terjadi pada tim
keperawatan. Hal
ini terjadi karena beberapa sebab diantaranya adalah: Lemahnya pemahaman mengenai
penggunaan diri secara terapeutik saat melakukan intraksi dengan klien, Kurangnya kesadaran diri para
perawat dalam menjalankan komunikasi dua arah secara terapeutik, Lemahnya penerapan sistem evaluasi
tindakan (kinerja) individual yang berdampak terhadap lemahnya pengembangan
kemampuan diri sendiri.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka
perlu diupayakan suatu hubungan interpersonal yang mencerminkan penerapan
komunikasi yang lebih terapeutik. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan
permasalahan yang dapat terjadi pada komunikasi yang dijalin oleh tim
keperawatan dengan kliennya. Modifikasi yang perlu dilakukan oleh tim
keperawatan adalah melakukan pendekatan dengan berlandaskan pada model
konseptual sebagai dasar ilmiah dalam melakukan tindakan keperawatan. Sebagai
contoh adalah melakukan komunikasi dengan menggunakan pendekatan model
konseptual proses interpersonal yang dikembangkan oleh Hildegard E.Peplau.
4.3. Jaringan Komunikasi Kesehatan dalam Sistem
Organisasi Puskesmas
Komunikasi dapat ditransmisikan dalam sejumlah arah
dalam suatu organisasi: bawah atau ke atas rantai organisasi. Horizontal untuk
rekan-rekan di dalam atau di luar unit organisasi, atau dari unit luar lokasi
organisasi formal itu. Saluran komunikasi dapat bersifat formal informal, tergantung cara mereka
menghubungkan jaringan. Jaringan adalah
sistem jalur komunikasi yang menghubungkan pengirim dan penerima menjadi
organisasi sosial yang berfungsi. Jaringan ini mempengaruhi perilaku
individu yang bekerja di dalamnya, dan posisi yang ditempati
individu dalam jaringan memainkan peran kunci dalam
menentukan perilaku mereka dan perilaku orang-orang yang mereka pengaruhi.
Jaringan
komunikasi merupakan faktor dalam situasi yang dapat bervariasi secara
independen dari tugas atau gaya kepemimpinan dalam kelompok, meskipun biasanya
erat terkait dengan itu. Ketika tugas membutuhkan jenis tertentu dari jaringan
komunikasi untuk kinerja optimal. gaya pemimpin cenderung untuk menempatkan
batasan pada frekuensi, durasi, dan arah komunikasi anggota. Namun, semua tiga
variabel. tugas, jaringan komunikasi, dan kepemimpinan, adalah serupa bahwa
mereka adalah cara untuk memanipulasi situasi untuk kelompok dengan menetapkan
norma-norma untuk bentuk dan isi interaksi.
Ada beberapa
cara untuk melihat jaringan komunikasi Pertama
kita bisa memikirkan semua komunikasi organisasi yaitu internal, eksternal keatas, ke bawah, dan horizontal--sebagai jaringan yang dikelola dari arus informasi. Kedua kita dapat melihat sistem
komunikasi organisasi sebagai jumlah dari kelompok subsistem jaringan
komunikasi fungsional yang terkait dengan satu atau lebih tujuan organisasi. Ketiga, kita dapat memeriksa kategori
utama untuk mengklasifikasikan tujuan yang berbeda dari anggota organisasi. Empat, Kita bisa mempertimbangkan efek
jaringan komunikasi tertentu pada kinerja kelompok.
Sebelum
melihat jaringan komunikasi organisasi, alangkah baiknya, kita perlu memahami hubungan antara bentuk jaringan
dan fungsi pelaksanaannya. Bagaimana
kelompok terstruktur memiliki banyak kaitannya dengan efektivitas dalam
melaksanakan tugasnya, dan
dengan kepuasan yang diperoleh kepada para anggotanya. Bentuk yang usang memiliki
banyak kaitannya dengan kegagalan untuk berfungsi dalam menghadapi perubahan
kondisi lingkungan
sekitar. Organisasi
sosial dapat menjadi usang dalam bentuk, dan membawa kepunahan mereka sendiri.
Prinsip ini sering ditunjukkan pada tingkat subsistem yang kita sebut jaringan.
Oleh karena itu kita akan menyadari bahwa tidak ada pola universal. Dari himpunan
spesifikasi kita mungkin bukan hanya
memperoleh pola komunikasi tunggal tetapi seluruh pola, Secara logis semua cukup memadai
untuk menunjang kinerja yang
sukses dari suatu
tugas. komunikasi
organisasi sebagai jaringan
informasi yang teratur menyiratkan sifat dinamis dari perilaku organisasi.
Ini juga menegaskan penerimaan
dua hal berikut. Pertama, informasi adalah komoditas yang harus berpindah dari orang satu ke orang yang lain dan dari
departemen ke departemen. Kedua, Komunikasi adalah kegiatan yang mirip dengan kegiatan
organisasi lainnya yaitu, penjualan pemasaran, keuangan, produksi. Sehingga harus ada departemen
komunikasi dengan wewenang, tanggung jawab, dan anggaran untuk mengelola
komunikasi organisasi.
Pembangunan
jaringan informasi yang dikelola akan berdasar pada pertanyaan kritis tertentu. yaitu : 1). Bagian mana pada perusahaan yang tergantung pada informasi dan apa
pihak apakah itu ingin mendapatkan informasi ke? 2). Jenis informasi apakah yang diinginkan dari mereka dan informasi seperti apakah yang mereka inginkan? 3).
Saluran apa yang harus digunakan dalam
alur informasi, yaitu, di mana seharusnya memulai informasi atau asal mulanya, melalui perantara apa informasi itu
disampaikan, siapa penerima
utama? 4). sarana komunikasi apa yang seharusnya digunakan: radio, koran, memo, konferensi, wawancara, surat atau kombinasi dari mereka? 5).
Kontrol apa yang harus dimasukkan ke dalam sistem ini sehingga perusahaan dapat
mengevaluasi efektivitas dan efisiensi berdasarkan kriteria tertentu dan dalam
hal tujuan tertentu?
Salah satu
keuntungan untuk membangun sistem seperti ini akan menjadi identifikasi di mana
masalah komunikasi
itu berada, apakah itu kebuntuan,
berlebihan, kesenjangan. Hal ini juga memungkinkan untuk koordinasi pesan dalam
organisasi. Selain itu, manajemen dapat mengevaluasi hasil kinerja komunikasi. Jaringan komunikasi regulatif berkaitan
dengan tujuan organisasi mengamankan kesesuaian dengan rencana. untuk menjamin
produktivitas. Hal ini berkaitan dengan kontrol. Pesanan, dan bentuk lain dari
arah dan umpan balik antara bawahan dan atasan dalam kegiatan tugas terkait.
Contoh komunikasi regulatif adalah pernyataan kebijakan, prosedur, dan aturan. Jaringan komunikasi yang inovatif
berusaha untuk menjamin kemampuan
beradaptasi suatu organisasi dengan variatifnya pengaruh internal dan eksternal (teknologi,
sosiologis, pendidikan, Ekonomi,
politik) dan sebagainya memberikan kontribusi untuk terus produktif dan efektif. Hal ini berkaitan dengan pemecahan masalah, adaptasi
terhadap perubahan, dan strategi dan pelaksanaan pengolahan ide baru. Beberapa
contoh adalah sistem saran dan pertemuan pemecahan masalah partisipatif.
Jaringan komunikasi Integratif
(maintenance) adalah berhubungan dengan
perasaan untuk diri, rekan, dan pekerjaan, dan secara
langsung berkaitan dengan tujuan organisasi semangat kerja karyawan. Hal ini
secara tidak langsung terkait dengan pelembagaan, yang melibatkan penerimaan
organisasi dengan nonanggota seperti masyarakat dan pemerintah unit. Hal ini
dimanifestasikan dengan perilaku yang mendukung dan mempertahankan diri yang
berkisar dari desas-desus dan status simbol informal untuk penghargaan dan
unsur-unsur realisasi diri dan manusia-pemenuhan sangat terlihat. Beberapa
contoh adalah selentingan, pujian dari atasan, dan promosi.
Alat bantu
jaringan komunikasi informatif-edukatif dalam mengamankan tujuan organisasi
kesesuaian, kemampuan beradaptasi, moral, dan pelembagaan, dan dengan demikian
bekerja untuk produktivitas dan efektivitas tingkat yang lebih tinggi. Hal ini
berkaitan dengan mendapatkan dan memberikan informasi tidak terkait dengan
jaringan komunikasi lainnya, dan termasuk instruksi yang memungkinkan bawahan
untuk benar melaksanakan persyaratan kerja: misalnya; pemberitahuan papan
buletin, publikasi perusahaan, dan kegiatan pelatihan. lima kategori utama
untuk mengklasifikasikan tujuan yang berbeda dari komunikasi organisasi. Kelima
kategori tersebut adalah informasi
diterima
atau disebarluaskan, instruksi yang diberikan atau diterima, persetujuan
diberikan atau diterima, kegiatan pemecahan masalah, dan komunikasi atau
desas-desus non bisnis yang terkait. Kelima kategori menunjukkan beberapa
kesimpulan umum: 1). Tujuan yang
komunikasi muncul terpisah menjadi empat tingkatan frekuensi. Transmisi
informasi berada jauh tertinggi, diikuti
oleh instruksi dan pemecahan masalah di posisi tengah, dan dengan desas-desus
dan persetujuan di frekuensi terendah. Sangat sedikit variasi antara manajer dan non manajer dalam komposisi
frekuensi subyek komunikasi mereka. 2). Komunikasi dapat mengalir ke atas atau bawah, di dalam
atau di luar, atau diagonal ke dan dari. Nonmanajer membatasi komunikasi nonbisnis ke hubungan horisontal organisasi jauh
lebih sering daripada manajer. 3). Keanggotaan jaringan dapat dipertimbangkan
dalam hal (a) jumlah total individu dengan siapa seseorang berkomunikasi dan
lokasi unit dalam organisasi, (b) tingkat organisasi dari para anggota dalam
hal berkomunikasi secara vertikal, horizontal, atau diagonal , dan (c) sifat
atau tujuan komunikasi. Sebagian besar keanggotaan jaringan antara rekan-rekan
seseorang di unit lain (struktur
horizontal) dan pada orang di tingkat yang lebih tinggi atau lebih rendah dalam
unit selain home base
sendiri (struktur
diagonal). "
4. 4. Profesi Komunitas terhadap Komunikasi Sosial
Profesi adalah suatu pekerjaan yang
membutuhkan badan ilmu sebagai dasar untuk pengembangan teori yang sistematis
guna menghadapi banyak tantangan baru, memerlukan pendidikan dan pelatihan yang
cukup lama, serta memiliki kode etik dengan fokus utama pada pelayanan. Atau Profesi merupakan suatu kumpulan
atau set pekerjaan yang membangun suatu set norma yang sangat khusus yang
berasal dari perannya yang khusus di masyarakat.
Ciri-ciri
profesi menurut Winsley,(1964 ):
1.
Didukung oleh badan ilmu ( body of knowledge ) yang
sesuai dengan bidangnya, jelas wilayah kerja keilmuannya dan aplikasinya.
2.
Profesi diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan yang terencana,
terus menerus dan bertahap
3.
Pekerjaan profesi diatur oleh kode etik profesi serta
diakui secara legal melalui perundang-undangan
4.
Peraturan dan ketentuan yag mengatur hidup dan kehidupan
profesi (standar pendidikan dan pelatihan, standar pelayanan dan kode etik)
serta pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan-peraturan tersebut dilakukan
sendiri oleh warga profesi
Interaksi
yang terjadi dalam masyarakat melibatkan berbagai aspek misalnya pendidikan,
kebudayaan, keagamaan, kesehatan dan lain-lain. Aspek yang akan dibahas di
artikel ini adalah aspek kesehatan. Khususnya tindakan pencegahan terhadap
penyakit yang dapat menimbulkan masalah kesehatan di masyarakat. Masalah
kesehatan pada dasarnya merupakan masalah semua manusia. Karena tidak ada satu manusiapun
yang dapat terbebas dari penyakit. Namun, terkadang ada beberapa orang yang
kurang memperhatikan kesehatan sehingga menimbulkan berbagai masalah kesehatan
bagi dirinya maupun orang lain disekitarnya. Masalah kesehatan juga dapat
timbul dari faktor penyakit (agent) yang dapat menyebabkan seseorang
menderita sakit. Oleh karena itu, diperlukan tenaga ahli dalam bidang kesehatan
masyarakat, yang dapat membawa masyarakat ke hidup yang lebih sehat. Tenaga
ahli tersebut salah satunya adalah sarjana kesehatan masyarakat atau biasa
disebut SKM.
Seorang SKM
memiliki tanggung jawab yang besar dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.
Salah satu cara yang ditempuh dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut adalah
dengan melakukan interaksi langsung dengan masyarakat. Dalam interaksi ini
terjadi proses komunikasi. Suatu interaksi sosial yang baik harus menggunakan
komunikasi yang efektif. Untuk dapat memperoleh komunikasi yang efektif seorang
SKM harus dapat memahami prinsip komunikasi yang ada.
Prinsip yang
pertama menyatakan bahwa komunikasi merupakan proses simbolik. Komunikasi
merupakan proses pembentukan simbol. Simbol dapat berupa huruf, angka, kata ,
bahasa, penampilan, makanan dan lain-lain. Dalam bidang kesehatan masyarakat,
prinsip komunikasi sebagai proses simbolik dapat diterapkan pada saat
penyuluhan. Penyuluhan hendaknya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
masyarakat yang sedang diberi penyuluhan. Selain itu, proses simbolik yang lain
contohnya adalah dandanan. Pada saat memberi penyuluhan tentang kesehatan,
sebaiknya dandanan jangan terlalu
mencolok (mewah), namun jangan juga terlalu biasa saja. Pakaian yang terlalu
mewah mendatangkan kesan sombong bagi masyarakat sehingga mempengaruhi
keefektifan penyampaian materi pada saat penyuluhan. Sedangkan pakaian yang
terlalu biasa menimbulkan persamaan antara orang yang memberi penyuluhan dan
orang yang diberi penyuluhan. Sehingga mungkin orang yang diberi penyuluhan
akan menganggap enteng materi penyuluhan tersebut. Dengan demikian penampilan
harus disesuaikan dengan keadaan. Karena penampilan merupakan suatu simbol,
dimana orang atau masyarakat akan memberikan arti terhadap penampilan
seseorang.
Prinsip yang
kedua menyatakan bahwa setiap perilaku memiliki potensi komunikasi. Dalam
bidang kesehatan masyarakat, seorang SKM harus paham dengan apa yang dilakukan
masyarakat, karena mereka memiliki body language. Misalnya, disaat
menyampaikan informasi kesehatan, seorang SKM harus dapat melihat respon
mereka. Apakah mereka senyum, atau diam saja, atau malah menunjukkan muka yang
kurang sedap. Dengan demikian dapat diketahui tindakan apa yang dapat
dilakukan. Misalnya jika respon audience hanya diam saja atau menunjukkan
respon yang kurang baik seperti menggerutu, bicara sendiri atau memandang
dengan tatapan sinis, mungkin cara penyampaian informasi harus diubah. Menjadi
lebih menarik dan menyenangkan sehingga penyampaian informasi menjadi lebih
efektif.
Prinsip yang
selanjutnya menyatakan bahwa komunikasi memiliki dimensi isi dan hubungan. Hal
ini berhubungan dengan bagaimana cara menyampaikan suatu pesan. Ada kalanya
satu pesan artinya sama, namun karena cara menyampaikannya berbeda, pesan
tersebut dimaknakan berbeda pula. Contohnya dalam bidang kesehatan masyarakat
adalah proses penyampaian informasi kesehatan kepada anak kecil dan orang
dewasa. Seorang SKM harus dapat membedakan pesan kepada anak kecil dan orang
dewasa. Misalnya, “adek, jangan buang sampah sembarangan”, akan berbeda artinya
dengan, “bapak, jangan buang sampah sembarangan”. Anak kecil akan menanggapi
perkataan itu mungkin dengan biasa saja dan mengikuti perintah tersebut yaitu
tidak membuang sampah sembarangan. Namun, orang dewasa atau bapak-bapak akan
menanggapi pesan itu mungkin dengan perasaan negatif. Mungkin merasa dirinya
dianggap kurang disiplin dan dianggap seperti anak kecil. Sehingga si penyampai
informasi tersebut atau SKM akan dianggap kurang sopan. Dengan demikian,
seorang SKM harus memperhatikan cara penyampaian pesan. Jangan sampai
menimbulkan salah persepsi pada masyarakat.
Komunikasi
juga berlangsung dalam berbagai tingkat kesengajaan. Hal ini juga termasuk
dalam prinsip komunikasi. Kadang seseorang bermaksud untuk tidak melakukan
komunikasi, namun orang lain menganggapnya melakukan komunikasi. Inilah yang
dimaksud komunikasi yang tidak disengaja. Sedangkan komunikasi yang disengaja,
merupakan komunikasi yang real, dimana adanya timbal balik yang jelas antara
komunikator dan komunikan. Prinsip ini juga penting dalam bidang kesehatan
masyarakat. Misalnya, seorang petugas kesehatan sebelum makan selalu mencuci
tangan. Dan hal tersebut diamati oleh seorang masyarakat yang kebetulan memang
memiliki hubungan yang dekat. Pada awalnya, kegiatan mencuci tangan ini
merupakan bentuk rutinitas yang memang sudah biasa dilakukan sang petugas kesehatan.
Namun tanpa sengaja, masyarakat yang mengamatinya menjadi terpengaruh untuk
meniru kegiatan tersebut. Dengan demikian, hendaknya kesengajaan ini terjadi
dalam hal-hal positif yang dapat meningkatkan kesehatan masyarakat.
Prinsip
selanjutnya adalah komunikasi terjadi dalam konteks ruang dan waktu. Suatu
pesan yang artinya sama, namun disampaikan dalam ruang dan waktu yang berbeda,
menimbulkan makna yang berbeda pada pesan tersebut. Seorang SKM misalnya dalam
memberi penyuluhan kesehatan harus tahu ruang dan waktu yang tepat dalam penyampaiannya. Misalnya tidak
melakukan penyuluhan di malam hari, karena itu dapat menimbulkan persepsi tidak
baik dari masyarakat seperti tidak tahu aturan dan mengganggu tidur orang.
Padahal maksudnya baik, yaitu untuk memberi informasi kesehatan.
Komunikasi
melibatkan prediksi peserta komunikasi. Pada saat berkomunikasi dengan
seseorang, peserta komunikasi yaitu komunikator dan komunikan pasti akan
mempunyai prediksi tentang tanggapan lawan komunikasinya saat dia mengatakan
sesuatu. Dengan demikian, sebagai seorang SKM dalam melakukan penyuluhan,
tentunya sudah mempunyai prediksi tentang bagaimana respon masyarakat terhadap
informasi yang disampaikan. Seorang SKM harus menyiapkan antisipasi respon
buruk terhadap informasi kesehatan yang kurang berkenan bagi masyarakat.
Misalnya, dalam penyuluhan gizi, petugas kesehatan menjelaskan tentang porsi
makanan yang bergizi. Namun, tidak semua masyarakat atau warga dapat membeli
makanan bergizi seperti yang dicontohkan. Petugas kesehatan harus sudah
mengantisipasi keluhan dari masyarakat, misalnya dengan menerangkan bahwa
makanan yang bergizi tidak harus selalu mahal.
Komunikasi
bersifat sistemik. Komunikasi merupakan gabungan dari sistem internal dan
sistem eksternal dalam diri kita. Sistem internal meliputi pengalaman dan
rujukan. Kesamaan pengalaman dan rujukan membangun komunikasi antar individu.
Sebagai seorang SKM, dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat, harus
membangun kesamaan pengalaman dan rujukan antar dirinya dengan masyarakat.
Dengan adanya kesamaan ini, masyarakat akan merasa lebih nyaman berkomunikasi
dan informasi kesehatan dapat lebih mudah disampaikan. Sedangkan sistem
eksternal adalah environtment atau lingkungannya. Seorang SKM dalam
menjalankan tugasnya harus bisa menyesuaikan cara penyampaian informasi
kesehatan dengan keadaan di masyarakat. Misalnya, penyuluhan dipedesaan
dilakukan dengan suasana hikmat tanpa terlalu banyak pengeras suara. Karena
kondisi di pedesaan yang memang sudah sepi.
Semakin
mirip latar belakang sosial budaya, komunikasi menjadi lebih efektif. Status
sosial dan budaya yang ada di masyarakat sangat mempengaruhi komunikasi yang
terjadi pada masyarakat tersebut. Contohnya adalah status sosial. Seseorang
akan lebih mudah berhubungan atau menjalin interaksi dengan orang yang status
sosialnya sam karena mereka memiliki pengalaman dan pengetahuan yang sama.
Begitu pula dengan budayanya. Seseorang akan merasa nyaman melakukan interaksi
dengan orang yang memiliki budaya yang sama dengannya. Seorang SKM harus
menyadari bahwa dunia ini terdiri dari berbagai sistem sosial dan budaya yang
berbeda satu sama lain. Seorang SKM harus dapat menempatkan diri dalam suatu
status sosial dan budaya. Misalnya dalam proses penyampaian informasi kepada
masyarakat dengan status sosial dan budaya A, jangan disampaikan dengan
menggunakan budaya B atau dalam lingkup status sosial B. Meskipun budaya mereka
berbeda, hendaknya seorang SKM dapat menyesuaikan diri dengan budaya setempat.
Sehingga informasi kesehatan menjadi mudah disampaikan.
Komunikasi
bersifat nonsekuensial. Komunikasi berlangsung dua arah. Artinya, dalam
berkomunikasi komunikator dapat menjadi komunikan dan komunikan dapat menjadi
komunikator. Sebagai seorang SKM, hendaknya jangan hanya menjadi komunikator.
Namun juga harus dapat mendengarkan aspirasi dan keluhan masyarakat. Sehingga
berperan sebagai komunikan. Dengan menjadi pendengar yang baik bagi masyarakat,
dapat mengerti masalah mendasar yang terjadi di masyarakat. Dan dapat
ditentukan solusi untuk menanganinya.
Komunikasi
bersifat prosesual, dinamis dan transaksional. Komunikasi merupakan suatu
proses, dimana proses ini tidak disadari kapan awal dan kapan akhirnya.
Komunikasi bersifat dinamis, artinya komunikasi tidaklah konstan. Tapi melalui
tahapan-tahapan dan perubahan. Komunikasi bersifat transaksional, artinya
komunikasi terjadi timbal balik antara komunikator dan komunikan. Dengan
demikian, sebagai seorang SKM, kita tahu bahwa proses komunikasi tidak hanya
terjadi pada saat penyuluhan saja. Tetapi, akan terus membekas di hati
masyarakat. Sehingga, proses penyampaian informasi harus dilakukan dengan benar
dan sungguh-sungguh. Agar masyarakat dapat benar-benar mengerti maksud dari
materi yang disampaikan dan menerapkan dalam kehidupannya.
Komunikasi
bersifat irreversible yang artinya tidak dapat kembali. Maksudnya, apa
yang telah diucapkan tidak akan bisa ditarik lagi dan dianggap ucapan itu tidak
ada. Mungkin memang kadang terjadi seseorang menarik kembali ucapannya. Namun,
ucapan itu tetaplah pernah diucapkan dan tidak dapat lenyap begitu saja.
Sehingga sebagai seorang SKM, dalam menyampaikan informasi kesehatan kepada
masyarakat harus selalu berhati-hati. Jangan sampai informasi-informasi
tersebut disampaikan dengan cara yang kurang sopan atau mungkin menyakiti hati
audience. Sekali hati seseorang terluka, akan sulit untuk mengobatinya. Dengan
demikian untuk mencapai sebuah komunikasi yang efektif, prinsip yang satu ini
juga harus diperhatikan.
Komunikasi
bukan panasea untuk menyelesaikan berbagai masalah, khususnya masalah
kesehatan. Komunikasi bukan satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah
kesehatan. Memang komunikasi penting dalam menyelesaikan masalah. Namun
komunikasi saja tidak cukup. Perlu adanya tindakan untuk menyelesaikan masalah.
Misalnya, dalam menanggulangi penyakit DBD di masyarakat, tidak cukup hanya
memberikan penyuluhan di puskesmas. Tapi juga harus dilakukan tindakan seperti
melakukan kegiatan 3M secara masal dengan pengawasan dari petugas kesehatan.
Sebagai contoh sering terjadi pada
institusi pelayanan kesehatan, misalnya pasien sering komplain karena tenaga
kesehatan tidak mengerti maksud pesan yang disampaikan pasien, sehingga pasien
tersebut menjadi marah dan tidak datang lagi mengunjungi pelayanan kesehatan
tersebut. Atau contoh lain adalah selisih faham atau pendapat antara tenaga
kesalahan karena salah mempersepsikan informasi yang diterima yang berakibat
terjadinya konflik antara tenaga kesehatan tersebut.
Jika
kesalahan penerimaan pesan terus menerus berlanjut dapat berakibat pada
ketidakpuasan baik dari pasien maupun tenaga kesehatan. Kondisi ketidak puasan
tersebut akan berdampak pada rendahnya mutu pelayanan yang diberikan tenaga
kesehatan, dan larinya pasien kepada institusi pelayanan kesehatan lainnya yang
dapat memberikan kepuasan
.Untuk
menghindari rendahnya mutu pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan (perawat)
dan hilangnya pasien atau pelanggan ke tempat lain maka alangkah sangat
bijaksana dan tepat, jika suatu institusi pelayanan kesehatan dapat meningkatkan
kualitas pelayanannya. Salah satu bentuknya adalah dengan meningkatkan
kemampuan komunikasi yang baik dan tepat bagi perawat.
4.5. Komunikasi Kesehatan dalam Bidang Kesehatan
Komunikasi
Kesehatan menjadi semakin populer dalam upaya promosi kesehatan selama 20 tahun
terakhir. Contoh, komunikasi kesehatan memegang peranan utama atau
pengontribusi dalam pemenuhan 219 dari 300 tujuan khusus dalam Healthy
People 2010. Apabila digunakan secara tepat, komunikasi kesehatan dapat
mempengaruhi sikap, persepsi, kesadaran, pengetahuan dan norma sosial yang
kesemuanya berperan sebagai precursor dalam perubahan prilaku. Komunikasi
kesehatan sangat efektif dalam
mempengaruhi perilaku karena didasarkan pada psikologi
sosial, pendidikan kesehatan, komunikasi
massa, dan pemasaran untuk mengembangkan dan menyampaikan promosi
kesehatan dan pesan pencegahan – pencegahan.
Karya awal yang
mempengaruhi perkembangan komunikasi
kesehatan di susun oleh National Cancer Institute (NCI) dan diberi
judul Making Health Communication Programs Work: A Planner’s
Guide. Panduan ini menyatakan bahwa bidang ilmu seperti pendidikan
kesehatan, pemasaran sosial, dan komunikasi massa secara bersama mendefinisikan
komunikai kesehatan. Bukan hal luar biasa apabila mendengar pernyataan bahwa komunikasi
kesehatan bahkan merupakan nama yang lebih baik untuk profesi daripada promosi
kesehatan atau pendidikan kesehatan karena segala sesuatu yang
dilakukan dalam promosi kesehatan melibatkan komunikasi untuk kesehatan.
Kenyataannya, komunikasi kesehatan telah didefinisikan secara luas
oleh Everett Rogers, seorang pelopor dalam bidang komunikasi, sebagai segala
jenis komunikasi manusia yang berhubungan dengan kesehatan.
Komunikasi kesehatan
juga dapat mencerminkan bagaimana persoalan kesehatan diterima oleh audiens
tertentu. Contoh, NCI mendefinisikan komunikasi kesehatan sebagai seni dan
teknik menyampaikan informasi, mempengaruhi, dan memotivasi individu,
institusi, dan publik tentang pentingnya persoalan kesehatan. The
Centers of Disease Control and Prevention (CDC) mendefinisikan komunikasi
kesehatan sebagai suatu ilmu dan sebagai penggunaan strategi komunikasi untuk
menyampaikan informasi dan mempengaruhi keputusan individu dan masyarakat yang
dapat meningkatkan kesehatan. Walau begitu, masih ada orang yang membicarakan
konsep tersebut dengan menekankan berbagai bentuk aplikasinya , termasuk
advokasi media, komunikasi resiko, pendidikan, hiburan, materi cetak,
dan komunikasi interaktif.
Ada dua perspektif
utama yang diambil ketika mempertimbangkan komunikasi kesehatan dalam praktik
promosi kesehatan saat ini. Beberapa praktisi memandang komunikasi massa
sebagai proses menyeluruh yang membingkai penerapan intervensi promosi
kesehatan. Praktisi ini memandang komunikasi kesehatan sebagai strategi atau aktifitas
sempit seperti publikasi informasi atau sejenis komunikasi. Antar personal yang
mungkin berlangsung antara pendidik kesehatan dan kliennya. Kedua pemikiran itu
menyebabkan komunikasi kesehatan rentan terhadap penafsiran yang luas dan
kesalahpahaman.
Jadi, komunikasi
kesehatan diperlukan di bidang kesehatan karena komunikasi dalam kesehatan
merupakan kunci pencapaian peningkatan taraf atau tingkat kesehatan masyarakat. Sejauh ini
komunikasi senantiasa berkembang seiring berkembangnya dunia teknologi komunikasi.
Komunikasi yang dulunya biasa dilakukan dengan penyuluhan yang secara langsung
berhadapan dengan masyarakat dan dilakukan dengan media audio/radio sekarang
lebih popular dengan penyampaian pesan atau informasi kesehatan melalui media
internet maupun media cetak dan elektronik. Tidak hanya bernilai praktis namun
mempunyai nilai ekonomis dan tampilannya lebih menarik. Media yang berkembang
tersebut sangat membantu dalam ketercapaian komunikasi kesehatan karena
tercapai atau tidaknya komunikasi kesehatan lebih dikarenakan penggunaan media
informasi yang tepat, pesan yang sistematis dan mudah dimengerti
Dampak
komunikasi kesehatan dalam pembangunan kesehatan yaitu sebagai berikut :
1) Komunikasi kesehatan
merujuk pada bidang – bidang seperti program – program kesehatan nasional dan
dunia, promosi kesehatan, dan rencana kesehatan publik sehingga secara tidak
langsung komunikasi kesehatan ini berperan dalam proses pembangunan kesehatan.
2) Komunikasi kesehatan
mampu menumbuhkan aspirasi masyarakat dari segala bidang kehidupannya sehingga
hal ini dapat memperlancar proses pembangunan kesehatan.
3) Komunikasi kesehatan
beroperasi pada level atau konteks komunikasi antar personal, kelompok,
organisasi, publik, dan komunikasi massa sehingga proses pembangunan kesehatan
dapat dijalankan secara merata.
4) Komunikasi kesehatan
mencakup variasi interaksi dalam kerja kesehatan misalnya komunikasi dengan
pasien di klinik, self help groups, mallings, hotlines, dan kampanye media
massa, dimana hal ini akan lebih mudah dalam menyusun rencana pembangunan
kesehatan yang lebih baik sesuai dengan permasalahan kesehatan yang dialami
oleh suatu masyarakat.
5) Komunikasi kesehatan
merupakan pendekatan yang menekankan usaha mengubah perilaku audiens agar
mereka tanggap terhadap masalah tertentu dalam satuan waktu tertentu yang
nantinya hal ini dapat berpengaruh pada proses pembangunan kesehatan.
6) Komunikasi kesehatan
merupakan pemanfaatan media dan teknologi komunikasi dan teknologi informasi
dalam penyebarluasan informasi kesehatan sehingga dapat memudahkan rencana
pembangunan kesehatan.
BAB IV
PENUTUP
5.1 Simpulan
a.
Melalui komunikasi manusia dapat mengetahui
peluang-peluang yang ada untuk dimanfaatkan, dipelihara dan menghindar pada
hal-hal yang mengancam alam sekitarnya. Melalui komunikasi manusia dapat
mengetahui suatu kejadian atau peristiwa, bahkan melalui komunikasi dapat
mengembangkan pengetahuannya yakni belajar dari pengalamannya maupun melalui
informasi yang mereka terima dari lingkungan sekitarnya.
b.
Kebudayaan memberikan
solusi bagi individu ketika menghadapi situasi yang sederhana sampai pada
situasi yang sulit khususnya bagaimana individu menyikapi persoalan kesehatan
yang terjadi.
c.
Jaringan komunikasi merupakan faktor dalam situasi
yang dapat bervariasi secara independen dari tugas atau gaya kepemimpinan dalam
kelompok, meskipun biasanya erat keterkaitannya
d.
Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) merupakan ujung
tombak dari peranan pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar
bagi masyarakat luas. Dengan kata lain Puskesmas mempunyai wewenang dan
tanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.
e.
Seorang SKM memiliki tanggung jawab yang besar dalam
meningkatkan kesehatan masyarakat. Salah satu cara yang ditempuh dalam
melaksanakan tanggung jawab tersebut adalah dengan melakukan interaksi langsung
dengan masyarakat. Dalam interaksi ini terjadi proses komunikasi. Suatu
interaksi sosial yang baik harus menggunakan komunikasi yang efektif. Untuk
dapat memperoleh komunikasi yang efektif seorang SKM harus dapat memahami
prinsip komunikasi yang ada.
f.
Komunikasi kesehatan merupakan pendekatan yang menekankan usaha
mengubah perilaku audiens agar mereka tanggap terhadap masalah tertentu dalam
satuan waktu tertentu yang nantinya hal ini dapat berpengaruh pada proses
pembangunan kesehatan.
5.2 Saran
(a) Bagi Masyarakat
1.
Masyrakat dapat mengikuti
setiap penyuluhan kesehatan yang disampaikan oleh tenaga profesi yang ada.
2.
Masyrakat dapat mengikuti alur
komunikasi yang baik pada saat pelaporan di tingkat puskesmas
3.
Masyrakat dapat selektif
memilih petugas kesehatan berdasarkan profesi yang dimiliki oleh setiap petugas
4. Masyrakat dapat bersama-sama petugas kesehatan
menyebarluaskan informasi ttg kesehatan kepada orang lain.
(b) Bagi Instansi Terkait
1. Komunikasi
merupakan alat terpenting dalam berorganisasi, Karena tanpa adanya komunikasi,
organisasi tidak akan berjalan dengan maksimal. Jadi disarankan dalam sebuah
organisasi harus dibarengi dengan komunikasi yang baik agar tercapai sebuah
organisasi yang baik
2. Melaksanakan kegiatan penyuluhan mengenai fungsi dan
peran petugas kesehatan sesuai dengan tuntutan profesi sehingga masyrakat dapat
mengetahui fungsi dan peran provesi kesehatan masing-masing petugas kesmas
3. Petugas kesehatan harus bisa menerapkan sistem
komunikasi sosial non formal agar masyrakat dapat mengerti dan memahami maksud
dan tujuan informasi kesehatan tersebut
Kebudayaan
dan Etika Khususnya bagi masyrakat
a. Masyrakat
dapat mempertahankan kebudayaan dan etika yang ada karena kebudayaan dan etika
dapat memampukan kita untuk membuat keputusan lebih mudah terhadap setiap
masalah yang kita hadapi.
b. Masyrakat
dapat membuka wawasan tentang kebudayaan komunikasi dengan cara memberikan visi
baru bagi individu, kebudayaan telah memberikan visi baru bagi individu untuk
bekerjasama antar personal.
c. Memahami dan
mempelajari budaya dan etika karena dengan cara demikian seseorang dapat
membuat hubungan sosial antara personal menjadi utuh antara individu.
DAFTAR
PUSTAKA
Aloliliweri.2014.
Pengantar Studi Kebudayaan. Nusa Media,
Bandung.
Azwar. A.
1989. Pengantar Ilmu
Kesehatan Lingkungan.
Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Azwar, Arul.
1980. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: PT Grafiti Medika Pers
Depkes RI.
1984. Pedoman Stratifikasi Puskesmas.1984
Elaine P.
Kongres, DSW.2001. Masalah Budaya dan Etika di Workingwith CulturallyDiverse
Pasien. Firlandia
Muninjaya, A.A Gde. 1999. Manajemen
Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Notoatmodjo, S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003.
Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
-------------------------------.
2005. Promosi Kesehatan Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
-------------------------------.
2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Saleh, Maya Syahria. 2007. ”Puskesmas Sebagai Agen
Pemberdayaan Masyarakat” dalam www.pusdakota.org yang diakses tanggal 24
Desember 2008, pukul 20.00 WIB.
Sasongko,
Adi. 2000. dalam Materi Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar