Sabtu, 25 Oktober 2014

Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)



I.         Pengertian SKPG (Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi)
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG); adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data pangan dann gizi secara terus menerus untuk menetapkan tindakan.
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 1998/1999, system kewapadaan pangan dan gizi (SKPG) merupakan kegiatan yang dinamis yaitu secara terus menerus mengumpulkan, menganalisis data, menyebarluaskan informasi, menetapkan langkah-langkah tindakan yang diperlukan, dan tindakan pencegahan ataupun penanggulangan. Atau sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) merupakan system informasi yang dapat digunakan sebagai alat bagi pemerintah daerah untuk mengetahui situasi pangan dan gizi masyarakat.
SKPG dirancang sedemikian rupa sehingga dapat membantu pemda untuk selalu waspada dalam menghadapi ancaman rawan pangan, kelaparan dan gizi buruk secara dini, sehingga akibat yang lebih buruk dapat dihindari.

II.      Lingkup Kegiatan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)
1.    Mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data situasi pangan dan gizi guna memantau dan mewaspadai timbulnya ancaman kerawanan pangan dan perubahan situasi gizi masyarakat.
2.    Menyediakan dan menyampaikan informasi hasil pemantauan kepada pemda dan sektor terkait (vertikal dan horizontal) agar dapat dimanfaatkan di dalam penetapan sasaran penanggulangan kelaparan dan gizi buruk secara tepat dan cepat.
3.    Mengkoordinasi rencana, pembiayaan dan pelaksanaan kegiatan pencegahan dan penanggulangan masalah pangan dan gizi.

III.  Langkah-langkah Kegiatan SKPG di Tingkat Kabupaten/Kota
Langkah-langkah kegiatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) di tingkat kabupaten/kota, adalah :
a. Pengumpulan, pengolahan dan analisa data
1. Pemetaan kecamatan rawan pangan dan gizi Pemetan kecamatan rawan pangan dan gizi dilakukan setahun sekali berdasarkan berbagai indikator yang ada kaitannya dengan krisis pangan, yaitu :
a) Prevalensi kurang energi protein (KEP) total balita di masing-masing kecamatan
b) Presentase kerusakan/kekeringan dan puso
c) Presentase keluarga pra-sejahtera, sejahtera satu dan keluarga miskin ditiap       kecamatan.
Keluarga rawan adalah keluarga miskin yaitu keluarga pra-sejahtera (Pra-KS), keluarga sejahtera satu (KS-1) atau keluarga miskin menurut pendataan BKKBN dan penilaian aparat desa atas dasar alasan ekonomi. Pendataan sasaran dilakukan di setiap desa. Data yang dikumpulkan, yaitu :
a. Nomor urut
b. Nama kepala keluarga (KK)
c. Tipe keluarga (PS, KS-1, keluarga miskin)
d. Alamay/tempat tinggal
e. Jumlah anggota keluarga
f. Kelompok umur 0-1, 1-5, ibu hamil
Langkah-langkah pendataan sasaran adalah sebagai berikut :
a. Meminjam catatan PLKB tentang daftar KPS dan KS-1.
b. Mencatat nama-nama KK yang termasuk kategori KPS dan KS-1
c. Mewawancarai pamong desa dan mencatat informasi tentang jumlah dan nama-nama keluarga miskin yang tidak tercakup dalam daftar kategori Pra-S dan KS-1.
d. Dari keluarga-keluarga tersebut, catat nama semua ibu hamil dan ibu hamil KEK, ibu nifas dan ibu nifas KEK, bayi (6-11 bulan) dan bayi KEP serta anak (12-23 bulan) dan
anak KEP. Apabila status KEP anak dan KEK ibu hamil/ibu nifas belum diketahui dilakukan pengukuran dan data tersebut perlu dimutakhirkan setiap bulan.
e. Hasil pendataan dicatat di dalam formulir R/I/SKPG/98.
f. Pendataan dilakukan oleh pelaksana SKPG tingkat desa yang terdiri dari kepala desa, tokoh masyarakat, kader, bidan di desa dan PLKB setempat.
g. Data tersebut (b, c, d) dibuat perbaharui setiap 3 bulan. Penentuan kecamatan rawan pangan dan gizi dilakukan dengan memberikan “skor” untuk setiap indikator. Semakin
besar jumlah skor dari semua indikator yang digunakan semakin besar resiko krisis pangan dan gizi suatu kecamatan. Penentuan dilakukan oleh pokja KPG kabupaten/kota dengan mempergunakan Formulir F/ISKPG/98.

2. Pemantauan Produksi dan Ketersediaan Pangan Pokok
a. Pemantauan Produksi Pangan Pokok
Pemantauan produksi pangan pokok bertujuan untuk memperkirakan (meramalkan ) produksi dan ketersediaan pangan pokok di suatu daerah. Di daerah-daerah pertanian pengahasilan pangan pokok indikator-indikator yang digunakan untuk memperkirakan situasi produksi dan ketersediaan pangan adalah : luas tanam (LT), luas kerusakan (LK), dan luas panen (LP) dari tanaman pangan pokok. Untuk dapat memantau indikator-indikator tersebut diperlukan data kalender pertanian tanaman pangan pokok, yaitu : (a) waktu penyiapan lahan pertanian, (b) waktu kegiatan penanaman dilakukan, (c) waktu kegiatan pemeliharaan tanaman dilakukan dan (d) waktu panen dan pasca panen. Data kalender pertanian berguna untuk menentukan : (1) kapan pengumpulan, pengolahan dan analisis data dan intervensi sebaiknya dilakukan, (2) kapan bulan-bulan paceklik di suatu daerah yang perlu pengamatan yang lebih intensif. Pengumpulan data LT, LK dan LP dilakukan oleh PPL bersama mantri statistik sesuai dengan sistem pencatatan dan pelaporan yang ada, sedangkan pengolahan data lebih lanjut dilakukan oleh pokja KPG kabupaten/kota. b. Pemantauan Harga Pangan Pokok Harga pangan pokok dipakai untuk memperkirakan persediaan pangan di masyarakat. Harga pangan pokok yang dipantau meliputi harga beras, jagung, dan ubi kayu. Pemantauan harga pangan dilakukan oleh manteri statistic berdasarkan harga eceran pada tingkat kecamatan. Bagi daerah-daerah bukan penghasilan pangan pokok (seperti; daerah perkebunan, pantai, pertambangan, perkotaan dan lain-lain) alternatif indikator yang dipakai untuk memperkirakan persediaan pangan pokok antara lain : harga pangan pokok, persediaan pangan pokok di gudang sub-dolog setempat, kriminalitas dan indikator-indikator lain yang bersifat lokal dan spesifik.
3. Pemantauan Status Gizi dan Pola Konsumsi Pangan
a. Pemantauan Status Gizi
Pemantauan status gizi di pergunakan 2 indikator, yaitu prevalensi KEP berdasarkan survey khusus (PSG) dan penimbangan bulanan di posyandu (SKDN). Di setiap desa diharapkan setiap anak ditimbang setiap bulan. Indikator yang dipakai adalah N/D, D/S dan BGM. Pemantauan ini dilaporkan setiap bulan.
b. Pengamatan Konsumsi
Pengamatan konsumsi pangan dilakukan terhadap rumah tangga – rumah tangga Pra-S di semua desa di kecamatan-kecamatan yang menghadapi ancaman krisis pangan dan gizi. Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam pengamatan adalah sebagai berikut :
Ø  Pengamatan dilakukan terhadap 20 keluarga Pra-S yang dipilih oleh pelaksana KPG tingkat desa berdasarkan daftar keluarga Pra-S.
Ø  Pengamatan dilakukan pada musim peceklik. Penetapan musim paceklik dilakukan oleh Pokja KPG kabupaten/kota. Pengamatan dilakukan setiap minggu, dengan menggunakan format.
Ø  Pengumpulan data adalah anggota masyarakat yang ditunjuk dan sudah dilatih (misalnya kader, kepala dusun, kepala desa, dll) yang dikoordinir oleh kepala desa.  Apabila ada satu atau lebih keluarga yang mengalami perubahan pola konsumsi pangan, segera dilaporkan ke kecamatan. Perubahan-perubahan tersebut yaitu :
§  Berkurangnya frekuensi makan dari kebiasaan sehari-hari, misalnya dari 3 atau 2 kali menjadi 1 kali.
§  Perubahan jenis makanan pokok dari yang biasa dimakan ke makanan yang tidak lazim dimakan.
§  Berkurangnya jumlah makanan dimasak/dimakan.
Ø  Selanjutnya pokja KPG tingkat kecamatan menganalisis kejadian ini dan melaporkan hasilnya kepada pokja KPG kabupaten/kota, selambat-lambatnya dalam tempo 24 jam.
Disamping itu, pengumpulan data juga mengamati beberapa keluarga Pra-S lainnya untuk memperkirakan apakah masalah yang sama juga terjadi pada keluarga lain. Kabupaten/kota segera meneruskan laporan tersebut ke pusat selambat-lambatnya 24 jam setelah laporan diterima.

IV.   Peran dan Manfaat SKPG
a.      Peran Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
Upaya pemerintah untuk mengatasi masalah krisis pangan dengan menyediakan jumlah bahan pangan (sembako) yang cukup dan harga yang terjangkau bagi penduduk miskin terus dilakukan. Namun demikian upaya ini masih banyak menghadapi kendala seperti terbatasnya kemampuan pemerintah untuk melakukannya secara terusmenerus karena keterbatasan sumber dana. Dalam situasi krisis ekonomi dengan tingginya harga bahan pangan pokok, upaya penanggulangan krisis pangan harus diprioritaskan pada : 1) daerah-daerah yang sudah menunjukkan adanya tanda-tanda kelaparan (perubahan frekuensi, jumlah konsumsi dan atau perubahan jenis bahan pokok), 2) daerah-daerah dimana sudah ditemukan adanya individu-individu dengan keadaan gizi buruk (kwashiorkor dan marasmus), dan 3) daerah-daerah dimana angka kesakitan dan kematian bayi-anak meningkat. Oleh karenanya, kewaspadaan terhadap situasi pangan dan gizi pada saat krisis ekonomi dan krisis pangan ini perlu diprioritaskan untuk memantau, mencari dan menemukan tanda-tanda kelaparan dan gizi buruk dan akibat buruknya (kematian bayi dan anak). Karena kejadian krisis pangan ini bersifat epidemis maka penemuan kasus-kasus berat tersebut dapat memberikan indikasi adanya masalah pangan dan gizi di daerah bersangkutan. Peran SKPG dalam upaya penanggulangan masalah pangan dan gizi harus diprioritaskan dan diarahkan secara fleksibel sesuai dengan situasinya, berikut :
a.       Dalam keadaan krisis ekonomi dan krisis pangan, peran SKPG harus diprioiritaskan untuk menunjang upaya penanganan masalah bersifat darurat. Oleh karenanya kegiatan SKPG harus diprioritaskan untuk memantau, mencari dan menemukan akibat krisis pangan yang sudah terjadi yaitu kejadian kelaparan, gizi buruk dan atau dengan memonitor akibat lanjut dari gizi buruk seperti kejadian kesakitan dan kematian bayi dan anak. Peran sektor kesehatan dalam menemukan kasus-kasus ini dan penanggulangnnya menjadi sangat penting. Secara operasional penemuan kasus-kasus kelaparan dan gizi buruk ini dapat dilakukan oleh kader-kader posyandu dibantu oleh bidan desa yang dalam tugas sehari-harinya selalu berinteraksi langsung dengan keluarga-keluarga. Kegiatan fungsi SKPG lainnya yaitu pemetaan dan pemantauan situasi pangan secara berkala menjadi kegiatan penunjang.
b.      Dalam keadaan biasa dimana tidak terjadi krisis ekonomi maupunpangan, peran SKPG diprioritaskan untuk menunjang upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya krisis pangan dan untuk menyediakan informasi yang diperlukan untuk perencanaan dan perumusan kebijakan serta evaluasi program. Oleh karena itu kegiatan SKPG pada keadaan ini diarahkan untuk pemetaan wilayah dan pemantauan (peramalan situasi) dengan menggunakan indikator-indikator yang telah ditetapkan, serta menindak lanjut hasil pemantauan. Kegiatan pemantauan kasus kelaparan, gizi buruk dan kesakitan/kematian bayi dan anak dalam situasi ini menjadi kegiatan penunjang.
b.      Manfaat
1.      Bagi Kepala Daerah:
Sebagai dasar menetapkan kebijakan penanggulangan masalah pangan dan gizi dalam:
a.       Menentukan daerah prioritas.
b.      Merumuskan tindakan pencegahan terhadap ancaman krisis pangan dan gizi.
c.       Mengalokasikan sumberdaya secara lebih efektif dan efisien.
d.      Mengkoordinasikan program lintas sektor.
2.      Bagi pengelola program: 
a.        Penetapan lokasi dan sasaran.
b.      Menyusun kegiatan terpadu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi sektor.
c.       Proses pemantauan pelaksanaan.
d.      Pelaksanakan kerjasama lintas sektor.
e.       Mengevaluasi pelaksanaan program.
3.      Bagi masyarakat
a.       Kemungkinan kejadian krisis pangan di masyarakat dapat dicegah.
b.      Ketahanan pangan ditingkat rumah tangga meningkat.
c.       Melindungi golongan rawan dari keadaan yang dapat memperburuk status gizi.
C. Kewenangan Daerah dalam Pelaksanaan SKPG
1.      SKPG adalah salah satu sistem surveilens yang menjadi kewenangan pemerintah dan daerah dalam bidang kesehatan dan pertanian (UU No 22 tahun 1999 dan PP No 25 tahun 2000).
2.      SKPG merupakan kegiatan yang wajib tetap dilaksanakan oleh propinsi dan kabupaten/kota sebagai wilayah administrasi kesehatan (SE Mentri Kesehatan 27 Juli 2000 No.1107/Menkes/E/VII/2000).
3.      Daerah berwenang menyesuaikan SKPG sesuai keadaan setempat.

V.      Komponen Sistem SKPG
1.    Input
a.    Personil
b.    Dana
c.    Juklak dan Juknis
d.   Sarana dan Prasarana
2.    Proses
a.    Mengumpulkan Data
b.    Menganalisis Data
c.    Menyajikan Informasi
d.   Monitoring dan evaluasi
e.    Koordinasi
3.    Output
a.    Informasi yang diperoleh
b.    Tindakan yang diambil

VI.        Yang Berperan Dalam SKPG:
·         melalui surat keputusan bupati/walikotamadya, berdasarkan inmendagri Nomor 23 tahun 1998 tentang pembentukan Tim Pangan dan Gizi di daerah Pokja KPG terdiri dari unsur-unsur kesehatan, pertanian, Bappeda, BKKBN, Sosial, Dolog, Statistik dan lain-lain yang dianggap perlu pengorganisasian (struktur organisasi, tugas dan mekanisme kerja) pokja KPG disesuaikan dengan situasi setempat, mengacu pada petunjuk teknis SKPG di kabupaten/kota.
·           Dinas Kesehatan
·           Dinas Pertanian Dan Perkebunan
·           Dinas Tanaman Pangan Dan Holtikulura
·           Badan Pemeriksaan Obat Dan Makanan(POM)
·           Dinas Perindustrian Dan Perdagangan
·           Dinas Sosial

Tidak ada komentar:

Posting Komentar