HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DAN KEBIASAAN MAKAN PAGI DENGAN PRODUTIVITAS KERJA PEKERJA DI PABRIK ROTI DWI JAYA BAKERY OEBUFU KOTA KUPANG
Nomensen Banunaek1
E-mail: nomensenbanunaek@gmail.com
Muslimah Anugerah2
E-mail: anugerahmuslimah@yahoo.com
ABSTRAK
Indonesia merupakan
Negara berkembang, sehingga pekerja
merupakan kebutuhan utama
untuk meningkatkan pembangunan. Tolak ukur
keberhasilan pembangunan adalah
SDM (Sumber Daya
Manusia) yang mempunyai
produktivitas tinggi.
Produktivitas di pengaruhi
oleh faktor lingkungan,
intake makanan, status gizi, penyakit, dan waktu
istrahat. Status gizi
pekerja merupakan sumber
yang sangat penting
dalam menilai SDM
dan pengembangannya. Status gizi
kurang atau buruk
akan mempengaruhi langsung
pada produktivitas kerja.Tujuan
penelitian untuk mengetahui
hubungan Indeks Massa
Tubuh (IMT) dan
kebiasaan makan pagi
dengan produktivitas kerja
pada pekerja di
pabrik roti Dwi
Jaya Bakery Oebufu
Kota Kupang.Metodologi penelitian
menggunakan penelitian observasional
dengan pendekatan deskriptif
analitik. Sampel yang digunakan
adalah sebanyak 30
responden yang memenuhi
kriteria inklusi, adapun teknik
sampling yang digunakan
adalah total sampling. Analisis
hasil penelitian ini
menggunakan uji chi square
untuk mengetahui hubungannya. Penelitian dilakukan
bulan Februari 2018
di Pabrik Roti
Dwi Jaya Bakery
Oebufu Kota Kupang.Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden
mempunyai status gizi
normal (66,7%), produktivitas baik (
80%), dan kebiasaan
makan pagi baik
(50%). Hasil uji chi square
menunjukkan adanya hubungan
antara status gizi
(indeks massa tubuh) dengan
produktivitas kerja (p =
0,018<0,05) dan tidak
ada hubungan antara
kebiasaan makan pagi
dengan produktivitas kerja
(p = 0,085>0,05).
Produktivitas pekerja pabrik
roti tidak dipengaruhi
oleh kebiasaan makan
pagi, namun status gizi
yang berpengaruh terhadap
produktivitas kerja.
Kata kunci
: IMT, Kebiasaan Makan
Pagi, Produktivitas Kerja
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan
salah satu negara
berkembang sehingga pekerja
merupakan kebutuhan utama
untuk meningkatkan pembangunan.
Pembangunan Indonesia tidak
akan berhasil tanpa
dukungan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang
bermutu. Tolak ukur
keberhasilan pembangunan adalah
SDM yang mempunyai
produktivitas tinggi. Keberhasilan
suatu perusahaan baik
besar maupun kecil
bukan semata-mata ditentukan
oleh sumber daya
alam yang tersedia,
akan tetapi banyak ditentukan oleh
kualitas SDM yang
berperan merencanakan, melaksanakan
dan mengendalikan perusahaan
yang bersangkutan (Manullang M, 2006). Produktivitas dapat
dipengaruhi oleh lingkungan,
intake makanan, status gizi, penyakit,
dan waktu istrahat
(Matulessy dan Rachmat,
2007).
BPS
(Badan Pusat Statistik)
mengumumkan,
jumlah penduduk Indonesia
bekerja pada februari
2016 telah mencapai
120,8 juta orang,
atau bertambah sebanyak
6,2 juta orang
dibanding keadaan agustus
2015. Sementara bila
dibandingkan dengan keadaan
februari 2015, jumlah
penduduk bekerja pada
februari 2016 menunjukan
pertambahan 2,7 juta
orang. Secara keseluruhan pada
februari 2016 jumlah
pekerja Indonesia tercatat
128,3 juta orang,
atau bertambah 6,4
juta orang dibanding
agustus 2015. Jumlah
tersebut berarti merupakan
tambahan 3,0 juta
orang dibanding posisi
jumlah pekerja Indonesia pada
februari 2015.
Badan Pusat
Statistik (BPS) Nusa Tenggara
Timur (NTT) tahun
2015, menyatakan bahwa
dari 3,3 juta
penduduk usia kerja
(15 tahun ke
atas) sekitar 2,41
juta orang diantaranya
aktif dalam perekonomian
sebagai tenaga kerja.
Hasil survei pada
bulan desember 2017
mengenai kebiasaan makan
pagi pada pekerja
di pabrik roti
Dwi Jaya Bakery
menunjukan yang tidak
biasa makan pagi
sebesar 46%, sebanyak
24% memiliki status
gizi kurang dan
sebanyak 26% mempunyai produktivitas
kerja kurang baik.
Berdasarkan data tersebut
peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian.
Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBNH)
telah menetapkan bahwa tujuan
pembangunan nasional mengarah
kepada peningkatan kualitas
sumber daya manusia.
Kualitas bangsa Indonesia
di masa yang akan
datang harus lebih
baik dari yang
sekarang. Kualitas manusia
dapat ditinjau dari
berbagai segi, yaitu
segi sosial, ekonomi,
pendidikan, lingkungan, kesehatan,
dan lain-lain. Dari
aspek gizi, kualitas
manusia diartikan dalam
dua hal pokok,
yaitu kecerdasan otak
atau kemampuan intelektual
dan kemampuan fisik
atau produktivitas kerja.
kedua dapat diukur
menggunakan indikator-indikator gizi
(Supariasa, dkk, 2004).
Produktivitas mencakup
sikap mental patriotik
yang memandang hari
depan secara optimis
dengan berakar pada
keyakinan diri bahwa
hari esok adalah
lebih baik daripada
hari ini (Sinungan, 2005). Mengukur
produktivitas kerja merupakan
sesuatu hal yang
mudah dilakukan apabila
yang dimaksud bekerja
adalah refleksi perpaduan
hasil kerja fisik
yang dapat diukur
yaitu memetik teh
atau kopi, menggergaji
kayu, membuat batu
bata, membuat tahu
tempe, melinting rokok,
menggulung kain, dan
sebagainya (Nasoetion dan
Nurmawati, 2009).
Berbagai penelitian
baik yang dilakukan
di luar negeri
maupun di Indonesia
menunjukan bahwa keadaan
gizi kurang dapat
menghambat aktivitas kerja
yang akan menurunkan
produktivitas kerja. Hal
ini disebabkan karena
kemampuan kerja seseorang
sangat dipengaruhi oleh
jumlah energi yang
tersedia, dimana energi
tersebut diperoleh dari
makanan sehari-hari dan
bilamana jumlah makanan
sehari-hari tak memenuhi
kebutuhan tubuh, maka
energi didapat dari
cadangan tubuh (Soegih
dkk, 2007).
Sarapan pagi
sangat penting dilakukan,
terutama untuk memenuhi
kebutuhan energi dan
zat gizi untuk
bekerja. Banyaknya makanan
untuk sarapan pagi
sebaiknya disesuaikan dengan
kebutuhan untuk bekerja
(Riyadi H, 2006). Saat
sarapan sebaiknya mengkonsumsi
makanan lengkap, yakni
yang mengandung semua
unsur gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh.
Kandungan gizi yang
seimbang terdiri dari
karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, dan mineral
(Sianturi, 2002).
Syarief (2007),
menyebutkan bahwa pada
usia dewasa, faktor
gizi berperan untuk
meningkatkan ketahanan fisik
dan produktivitas kerja.
Status gizi pekerja
merupakan bagian yang
sangat penting dalam
menilai SDM (Sumber
Daya Manusia) dan
pengembangannya. Status gizi
pekerja kurang atau
buruk akan mempengaruhi
langsung pada produktivitas, akibatnya
daya tahan menurun
(Matulessy dan Rachmad,
2007). Cara penilaian
status gizi adalah
dengan menghitung Indeks
Massa Tubuh (Irianto,
2007).
Status kesehatan
masyarakat pekerja di
Indonesia pada umumnya
belum memuaskan. Hasil
penelitian menunjukan bahwa
30%-40% masyarakat pekerja
kurang kalori protein,
30% menderita anemia
gizi, dan 35%
kekurangan zat besi
tanpa anemia. Kondisi
kesehatan seperti ini
tidak memungkinkan para
pekerja untuk bekerja
dengan produktivitas yang
optimal (Larasati, 2009).
Penelitian Sutomo menunjukan
bahwa dari 118
pelinting rokok yang
menghasilkan rokok >4000
batang perhari, 85
(72%) dikelompokan dalam
IMT (Indeks Massa
Tubuh) yang kurus
dan moderat (Sutomo,
2001).
Faktor KEP
(Kurang Energi Protein)
pada akhirnya akan
mempengaruhi produktivitas kerja
dan kualitas hidup
bagi penderita. Penanganan
pada masalah ini
perlu dilakukan secara
bertahap dan komprehensif
(Natalia, 2006). Syarief
(2007), menyebutkan bahwa
pada usia dewasa,
faktor gizi berperan
untuk meningkatkan ketahanan
fisik dan produktivitas
kerja. Selanjutnya disebutkan
bahwa tanpa mengabaikan
arti penting dari
faktor lain, gizi
merupakan faktor kualitas
SDM (Sumber Daya
Manusia) yang pokok,
karena unsur gizi
tidak hanya sekedar
mempengaruhi derajat kesehatan
dan ketahanan fisik,
tetapi juga menentuakan
kualitas daya pikir
atau kecerdasan intelektual
yang sangat esensial
bagi kehidupan manusia. Dengan status
gizi yang rendah
akan sulit untuk
hidup secara sehat,
aktif, dan produktif
kerja secara berkelanjutan, dan
akan menjadi penyakit
turunan.
Setyawati (2005),
meneliti tentang kecelakaan
kerja di perusahaan
pada Seminar Ergonomi
Denpasar di Bali
yang diselenggarakan oleh
SEAES menghasilakan bahwa
pegawai yang tidak
sarapan pagi ada
kecenderungan mengalami kecelakaan
kerja.
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti
tertarik melakukan penelitian untuk
mengetahui hubungan Indeks
Massa Tubuh (IMT)
dan kebiasaan makan pagi
dengan produktivitas kerja pada
pekerja di pabrik
roti Dwi Jaya
Bakery Kelurahan Oebufu.
METODEPENELITIAN
Penelitian ini
menggunakan penelitian observasional
dengan pendekatan deskriptif
analitik untuk menggambarkan
hubungan Indeks Massa
Tubuh (IMT) dan
kebiasaan makan pagi
dengan produktivitas kerja
pada pekerja dan
penelitian ini menggunakan
deskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional yaitu
suatu penelitian non-eksperimental untuk
mempelajari dinamika korelasi
antara faktor-faktor resiko
dengan efek, dengan
cara pendekatan observasi
atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu
saat yang bersama.Penelitian ini
dilakukan di pabrik
roti Dwi Jaya
Bakery dengan waktu
penelitian 1 minggu.
Sampel dalam
penelitian ini adalah
semua pekerja yang
bekerja pada bulan
Januari-Desember tahun 2017. Teknik
pengambilan sampel ialah menggunakan total sampling
jenuh yaitu semua
populasi dijadikan sampel, dilakukan jika
sampel ≤30. Besar sampel penelitian ini ialah berjumlah 30 responden. Sampel
dipilih adalah sampel yang berumur
18-50 tahun, bersedia menjadi
sampel dan berbadan sehat.
Alat ukur
yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner, sebagai
alat untuk mengumpulkan
data Indeks Massa
Tubuh, kebiasaan makan
pagi dan produktivitas
kerja pekerja pabrik
roti. Data kemudian diolah dengan
computer melalui 2 tahap yaitu analisis univariat dan bivariat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Table 1. Distribusi Fekuensi
Karakteristik Responden
Karakteristik Responden |
Frekuensi |
Persentase (%) |
Umur |
|
|
18-25
tahun |
20 |
66,7 |
26-33
tahun |
9 |
30 |
34-41 |
1 |
3,3 |
42-49
tahun |
0 |
0 |
Jenis Kelamin |
|
|
Laki-laki |
13 |
43,3 |
Perempuan |
17 |
56,7 |
Status Gizi |
|
|
Gemuk |
3 |
10,0 |
Normal |
20 |
66,7 |
Kurus |
7 |
23,3 |
Kebiasaan Makan Pagi |
|
|
Baik |
15 |
50 |
Sedang |
13 |
43,3 |
Kurang |
2 |
6,7 |
Produktivitas Kerja |
|
|
Baik |
24 |
80 |
Kurang
baik |
6 |
20 |
Tabel 1 menunjukkan bahwa responden
paling banyak berusia 18-25 (66,7%) tahun dengan jenis kelamin perempuan
(56,75%). Responden umumnya memiliki status gizi yang normal (66,7%) dengan
kebiasaan makan pagi yang sedang artinya tidak semua pekerja rutin sarapan, dan
memiliki produktivitas kerja yang baik.
a. Hubungan
Status Gizi dengan Produktivitas Kerja Pekerja di Pabrik Roti Dwi Jaya Bakery
Oebufu
Tabel 2.
Hubungan Status Gizi dengan Produktivitas
Kerja Pekerja Di
Pabrik Roti Dwi Jaya
Bakery Oebufu.
Status gizi pekerja |
Produktivitas kerja |
Total |
p |
||||
Baik |
Kurang |
||||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
0,018 |
|
Gemuk |
3 |
10 |
0 |
0 |
3 |
10 |
|
Normal |
18 |
60 |
2 |
6,7 |
20 |
66,7 |
|
Kurus |
3 |
10 |
4 |
13,3 |
7 |
23,3 |
|
Jumlah
|
24 |
80 |
6 |
20 |
30 |
100 |
Tabel 2
menunjukkan bahwa dari
20 pekerja yang
mempunyai status gizi
normal, 60% diantaranya
bekerja dengan produktivitas
yang baik. Sedangkan
6,7% diantaranya bekerja
dengan produktivitas kurang. Hasil uji chi
square diperoleh p value
0,018 <0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa
H0 ditolak dan
H1 diterima yang
menunjukkan adanya hubungan
antara status gizi
dengan produktivitas kerja.
Hal ini menunjukkan
bahwa ada perbedaan
produktivitas kerja pada
pekerja dengan status
gizi normal. Hasil
penelitian ini sejalan
dengan penelitian Welgemuth et
al (2002), yang
menyatakan bahwa peningkatan
status gizi dan
suplementasi berhubungan dengan
peningkatan produktivitas kerja.
Dalam hal ini faktor
yang mendorong pekerja
untuk lebih produktif
adalah faktor ekonomi
atau lingkungan.
Syarief (2007),
menyatakan faktor gizi
berperan untuk meningkatkan
ketahanan fisik dan
produktivitas kerja. Pekerja dengan
status gizi baik
cenderung bekerja lebih
produktif. Semakin baik
status gizi, maka
semakin baik pula
derajat kesehatan, produktivitas
kerja dan pendapatan
(Agung, 2002).
b.
Hubungan Kebiasaan
Makan Pagi dengan Produktivitas Kerja
Tabel
3. Hubungan kebiasaan makan
pagi dengan produktivitas kerja
Pekerja di Pabrik
Roti Dwi Jaya
Bakery Oebufu.
Kebiasaan makan
pagi |
Produktivitas kerja |
Total |
p |
||||
Baik |
Kurang |
||||||
n |
% |
N |
% |
n |
% |
0,085 |
|
Baik |
14 |
46,7 |
1 |
3,3 |
15 |
50 |
|
Sedang |
8 |
26,7 |
5 |
16,7 |
13 |
43,3 |
|
Kurang |
2 |
6,7 |
0 |
0 |
2 |
6,7 |
|
Jumlah
|
24 |
80 |
6 |
20 |
30 |
100 |
Tabel 3 menunjukan bahwa
dari 13 pekerja
yang mempunyai kebiasaan
makan pagi sedang, 26,7%
diantaranya bekerja dengan
produktivitas yang baik
sedangkan 16,7% lainnya
bekerja dengan produktivitas
yang kurang.
Hasil
uji chi square diperoleh
p
value 0,085 > 0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa
H0 diterima dan H1 ditolak
yang menunjukan tidak
ada hubungan antara kebiasaan makan
pagi dengan produktivitas
kerja.
Hal
ini disebabkan adanya
faktor lain yang
berpengaruh terhadap produktivitas
kerja seperti kualitas
dan kuantitas makanan.
Data yang di
peroleh dari lapangan,
sebagian besar pekerja
pabrik roti makan
pagi sebelum bekerja. Hasil penelitian
ini sejalan dengan
penelitian Arjawinangun (2010),
yang menyatakan bahwa
kebiasaan makan pagi
tidak berhubungan dengan
produktivitas kerja.
Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Sulasminingsih (2006),
menyatakan bahwa hanya
30,7% dari 75
siswa yang makan
pagi setiap hari.
Perbedaan persentase makan
pagi kemungkinan disebabkan
oleh perbedaan budaya
antara masyarakat NTT
dan Yogyakarta. Kebiasaan
makan pagi hanya
meneliti tentang frekuensi
sarapan dalam seminggu.
Sarapan pagi
sebaiknya berpedoman pada
pola gizi seimbang,
dimana karbohidrat sekitar
60-70%, protein 10-15%
dan lemak 20-30%
dari total kalori
hidangan sarapan pagi
(Emy, 2002). Kebiasaan
mengonsumsi pangan yang
baik akan menyebabkan
status gizi yang
baik pula, dan
keadaan ini dapat
terlaksana apabila telah
tercipta keseimbangan antara
banyaknya jenis-jenis zat
gizi yang dikonsumsi
dengan banyaknya gizi
yang dibutuhkan tubuh.
Syarief (2007), menyatakan
bahwa pada usia dewasa
faktor gizi berperan
untuk meningkatkan ketahanan
fisik dan produktivitas
kerja.
KESIMPULAN
1.
Ada
hubungan yang signifikan antaraIndeks
Massa Tubuh dengan produktivitas
kerja dengan nilai p value
0,018 <0,05
2.
Tidak
ada hubungan yang signifikan antara
kebiasaan makan pagi
dengan produktivitas kerja dengan nilai p value
0,085 > 0,05
DAFTAR
PUSTAKA
Association
of Physical Fitness with Health- Related Quality of Life in Finnish Young Men.
Health and Quality of Life Outcomes. 2009.
Arjawinangun, 2010. Hubungan Kebiasaan sarapan pagidengan asupan makanan Pada pekerja pabrik plastik kediri. Jurnal Gizi
Kusuma Husada Kediri, 2010
Howarth,
Tim. A Review of The Construction (Design and Management)
Regulations.2000;1.
Joint National
Commite. The seventh Report of the Joint National Commite on Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII). 2003.
Koehn, Enno. Safety in
Developing Countries: Professional and Bureaucratic Problems. J Constr Eng
Manag. 1995;
Manullang
M, 2006. Hubungan Antara Tingkat Kesegaran Jasmanii Dan Status Gizi Dengan
Produktivitas Kerja Pekerja Penyadap Karet Di Unit Plantukan Blabak PT. Perkebunan
Nusantara IX Boja Kabupaten Kendal.Universitas Negeri Semarang
Matulessy,
Rachmat. 2007. Hubungan Indeks Massa Tubuh, Hemoglobin, dan Kesegaran Jasmani
dengan Produktivitas Kerja Pada Tenaga Kerja Wanita Bagian Packaging (Studi di
PT Danliris, Banaran, Grogol, Sukoharjo). Universitas Diponegoro;
Natalia, 2006. Faktor Yang
Berhubungan Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (Msds) Pada Penjahit
Wilayah Pasar Panjang Kota Kendari
Nasution
dan Nurmawati, 2009. Hubungan antara status gizi dan tingkat kebugaran jasmani
dengan produktivitaskerja pada tenaga kerja wanita unit spinning 1 bagian
winding pt. apac inti corpora bawen.Universitas Negeri Semarang
Riyadi H, 2006. Hubungan Konsumsi
Zat Gizi, Status Gizi, dan Faktor-Faktor Lain dengan Status Kebugaran Mahasiswa
Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Sianturi, 2002. Pengaruh beban kerja
terhadap status gizi pekerja peternakan ayam di desa silebo lebo kabupaten deli
serdang tahun 2002
Sinungan,
2005. Hubungan Antara Kesegaran Jasmani Dengan Produktivitas Tenaga Kerja
Bagian Penjahitan Di Konveksi Sinar Panca Daya Sakti.Universitas Negeri
Semarang
Soegih
et al, 2007. Hubungan antara Tingkat Kesegaran Jasmani dan Status Gizi dengan
Produktivitas Kerja. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 5. 2007;2:145–50.
Suhendro,
Bambang. Pengembangan Teknik Sipil Struktur Masa Depan dan Kaitannya dengan
bidang-bidang Lain. Yogyakarta; 2003.
Supariasa,
Bakrie B, Fajri I. Penilaian status gizi. Jakarta: EGC; 2004.
Suraji A, A RD.
Constraint-Response Theory of Construction Accident Causation. Int Conf Des
Safety, ECI/CIB/HSE. 2000;
Syarief, 2007. Hubungan Indeks Masa
Tubuh Dan Frekuensi Olahraga Terhadap Kebugaran Jasmani Pekerja Konstruksi
PT.PP (Persero) Tbk Proyek Apartemen Pinnacle Semarang.
Welgemuth
J., Latham M, Cesher A. Worker Productivity And The Nutritional Status Of
Kenyan Road Constuction Laborers [Internet]. [cited 2016 May 14]. Available
from: http://www.ajcn.org
Wibowo,
Agung M. The Indonesian Construction Industry: An Input-Output Analysis. 2005;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar