KONSELING
DAN KONSELOR GIZI💗
Oleh
: Nomensen Banunaek.,S.KM.,M.Kes
A.
PENGERTIAN
Konseling gizi merupakan salah satu
bagian dari pendidikan gizi yang
bertujuan membantu masyarakat, kelompok atau individu untuk menyadari dan mampu
mengatasi masalah kesehatan dan gizi yang dialaminya. Beberapa pengertian tentang konseling
berkembang antara lain seperti di bawah ini: Menurut Supariasa, (2012),
konseling merupakan suatu proses
komunikasi dua arah/interpersonal antara konselor dan klien untuk membantu klien dalam mengenali, menyadari dan akhirnya mampu
mengambil keputusan yang tepat dalam
mengatasi masalah gizi yang dihadapinya. Konselor adalah ahli gizi yang
bekerja membantu klien mengenali, menyadari,
mendorong dan mencarikan dan memilih
solusi pemecahan masalah klien yang akhirnya klien mampu menentukan keputusan yang tepat dalam mengatasi masalahnya. Menurut Kamus Gizi
(2009), yang dikeluarkan oleh Persagi, Konseling Gizi adalah proses komunikasi
dua arah antara konselor dan pasien/klien,
untuk membantu klien untuk mengenali dan mengatasi malah gizi. Persagi
(2010) mendefinisikan bahwa konseling gizi adalah suatu bentuk pendekatan yang
digunakan dalam asuhan gizi untuk
menolong individu dan keluarga
memperoleh pengertian lebih baik tentang dirinya dan permasanlah gizi
yang dihadapi. Setelah konseling diharapkan individu dan keluarga mampu
mengambil langkah-langkah untuk mengatasi maslah gizi termasuk perubahan pola
makan serta pemecahan masalah
terkait gizi ke arah kebiasaan hidup
sehat. Dengan demikian Konseling gizi adalah suatu proses memberi bantuan
kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan
atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman fakta-fakta, harapan,
kebutuhan dan perasaan klien.
B. TUJUAN
Secara umum konseling gizi bertujuan membantu klien dalam upaya mengubah perilaku yang berkaitan
dengan gizi sehingga dapat meningkatkan
kualitas gizi dan kesehatan klien, meliputi perubahan pengetahuan, perubahan
sikap dan perubahan tindakan. Dalam konseling gizi terjadi proses komunikasi
dua arah memberikan
kesempatan konselor dan klien
saling mengemukakan pendapat. Konselor
memberikan informasi dan arahan yang positif yang dapat mengubah informasi
negatif. Konselor juga mengarahkan klien untuk mampu menentukan sikap dan
keputusan untuk mengatasi masalah gizi yang dialami. Jadi tujuan konseling adalah
membantu klien dalam upaya mengubah perilaku yang berkaitan dengan gizi
sehingga mampu meningkatkan kualitas
gizi dan kesehatannya. Dalam buku pendidikan dan konsultasi gizi oleh
Suariasa (2012), yang dimaksud dengan
tujuan konseling gizi adalah sebagai berikut: 1. Membantu klien dalam
mengidentifikasi dan menganalisis
masalah klien serta memberi alternatif pemecahan masalah. Melalui
konseling klien dapat berbagi masalah, penyebab masalah dan memperoleh
informasi tentang cara mengatasi masalah.
2. Menjadikan cara-cara hidup sehat di bidang gizi sebagai kebiasaan
hidup klien. Melalui konseling klien
dapat belajar merubah pola hidup, pola aktivitas, pola makan. 3. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
individu atau keluarga klien tentang gizi. Melalui konseling klien mendapatkan
informasi pengetahuan tentang gizi, diet dan kesehatan.
C. SASARAN
Sasaran Konseling dapat ditinjau dari berbagai segi. Ditinjau dari segi umur konseling dapat
dibedakan menjadi konseling anak-anak, konseling remaja, konseling orang dewasa
dan konseling orang lanjut usia.
Koseling saat ini tidak
hanya diperlukan oleh individu yang
mempunyai masalah, tetapi diperlukan juga oleh individu yang sehat atau
individu yang ingin mempertahankan kesehatan optimal atau dalam kondisi berat
badan ideal. Menurut Persatuan Ahli Gizi
(2010), sasaran konseling yang biasa
disebut klien atau konselee dapat dikelompokkan menjadi tiga
yaitu: 1. Klien yang memiliki masalah kesehatan terkait dengan gizi. Klien yang mempunyai masalah
kesehatan dan gizi adalah klien yang mempunyai penyakit seperti kencing manis, penyakit jantung coroner,
penyakit ginjal dan lainnya dapat melakukan konseling agar dapat mengerti
tentang penyakit, penyebab penyakitnya dan alternatif pemecahannya. Sehingga
dia akan mampu menentukan sikap dan tindakannya mengatasi masalah penyakit dan
terapi gizinya. 2. Klien yang ingin melakukan tindakan pencegahan. Yang
dimaksud dengan klien yang ingin melakukan tindakan pencegahan dapat melakukan
konseling gizi. Konselor memerikan informasi tentang bagaimana menjaga
kesehatan optimal agar tubuh tetap sehat. Klien akan menyadari dan memahami
tentang informasi pola hidup sehat dan akan menentukan sikap serta tindakan
yang harus dilakukan khususnya dalam pola makan dan gizi seimbang untuk menjaga
kesehatannya. 3. Klien yang ingin
mempertahankan dan mencapai status gizi yang optimal. Klien yang dengan status
gizi kurang dan status gizi baik ataupun status gizi lebih dapat melakukan
konseling. Konselor akan memberikan informasi tentang status gizi, apa saja
yang mempengaruhi dan bagaimana akibat dari status gizi serta apa yang harus dilakukan untuk dapat mencapai
status gizi yang optimal. Sehingga klien dapat mengerti dan mampu melakukan
hal-hal untuk mencapai status gizi yang optimal.
Adapun karakteristik dari klien dipengaruhi oleh
beberapa faktor pada dirinya seperti : 1. Perasaan, Pikiran dan Kecurigaan.
Perasaan, Pikiran dan Kecurigaan klien terhadap konselor belum sepenuhnya baik.
Hal ini disebabkan karena klien belum mengenal konselor dengan baik/secara
akrab, kondisi klien dalam psikologis yang terganggu karena masalahnya.
Disinilah pentingnya peranan konselor dalam mencairkan suasana yang dapat
mendukung perasaan, pikiran dan kepercayaan klien kepada konselor menjadi kondusif. 2. Klien tidak
konsentrasi pada pemberi pesan atau konselor. Sering terjadi klien tidak
konsentrasi pada pesan yang disampaikan konselor. Hal ini bisa terjadi karena
klien tidak fokus pada permasalahan.
Bisa dipengaruhi oleh lingkungan tempat konseling yang tidak kondusif seperti
ramai , panas dan lainnya. 3. Klien bukan pendengar yang baik. Ada kalanya
klien mempunyai kebiasaan tidak biasa mendengarkan pembicaraan tetapi lebih senang berbicara. Klien seperti ini dimanfaatkan
untuk bercerita tentang permasalahannya dengan rinci dan konselor tetap
mengarahkan pembicaraan. 4. Kondisi diri
yang kurang menguntungkan termasuk kurangnya daya tangkap dan daya pancaindra.
Hal ini terkait dengan penginderaan klien yang terganggu seperti gangguan
pendengaran, penglihatan atau gangguan bicara akan mempengaruhi proses dan keberhasilan konseling.
D. TEMPAT DAN WAKTU KONSELING
Konseling dapat dilakukan dimana saja seperti di
rumah sakit, di posyandu, di poliklinik, di puskesmas atau tempat lain yang
memenuhi beberapa syarat sebagai berikut: 1. Ruangan tersendiri. Konseling
hendaknya mempunyai ruangan tersendiri tidak bergabung dengan ruangan yang
lain, sehingga klien merasa nyaman tidak terganggu. 2. Tersedia tempat atau
meja. Perlu ada tempat atau meja sebagai tempat mendemonstrasikan alat peraga
atau media konseling. Tersedia tempat untuk menyimpan alat bantu atau media
konseling. 3. Lokasi mudah dijangkau oleh klien, tidak terlalu jauh dan tidak berkelok kelok, khususnya bagi klien yang memiliki keterbatasan fisik 4.
Ruangan memiliki cukup cahaya dan sirkulasi udara yang mendukung kegiatan
konseling, cukup terang, tidak pengap dan
tidak panas. 5. Aman yaitu memberikan rasa aman kepada klien sehingga
klien dapat berbicara dengan bebas tanpa didengar dan diketahui oleh orang
lain, tanpa ketakutan menyampaikan masalahnya.
6. Nyaman yaitu membuat suasana yang mendukung proses konseling. Berikan
kenyamanan dalam menyampaikan
permasalahan tanpa ada tekanan perasaan dan psikis. 7. Tersedia tempat untuk
ruang tunggu bagi klien, sehingga bila
klien yang berkunjung ramai, bisa
menunggu dengan nyaman. 8. Tenang yaitu
lingkungan yang tenang, tidak bising dari suara atau kegaduhan akan mendukung proses konsleing. 9. Waktu antara
30 sampai 60 menit. ,30 menit pertama untuk menggali data, selebihnya untuk
diskusi dan pemecahan masalah. Jika terlalu lama klien akan bosan, dan jika
waktu terlalu cepat/pendek kemungkinan klien belum puas menyampaikan
keluhannya. Konselor hendaknya dapat mengendalikan waktu berlangsungnya proses konseling.
E. MANFAAT
KONSELING ANTARA LAIN
Konseling diharapkan mampu memberi manfaat kepada
klien 1. Membantu klien untuk mengenali
permasalahan kesehatan dan gizi yang dihadapi. Konselor menyampaikan
beberapa informasi tentang penyakit atau masalah, faktor penyebab dan gejala penyakit yang
diderita. Sehingga klien dapat mengetahui permasalahan atau penyakit apa yang
dia alami. 2. Membantu klien mengatasi masalah. Konselor memberikan beberapa
informasi atau alternatif pemecahan masalah. 3. Mendorong klien untuk mencari
cara pemecahan masalah. Konselor dapat mendorong mengarahkan klien untuk
mencari pemecahan masalah. Konselor memberi motivasi bahwa klien mempunyai potensi untuk
memecahkan masalah. 4. Mengarahkan klien untuk
memilih cara yang paling sesuai baginya. Konselor mendampingi dan
membantu klien dalam memilih cara yang paling tepat dan sesuai bagi klien. 5.
Membantu proses penyembuhan penyakit melalui perbaikan gizi klien. Konselor
membantu klien dalam menyembuhkan penyakitnya dengan memberikan informasi yang
jelas tentang diet yang disarankan
berkaitan dengan penyakitnya.
F. KOMUNIKASI DALAM KONSELING Komunikasi merupakan suatu proses
penyampaian pesan baik berupa perasaan, pikiran, ide ataupun pendapat melalui
kata-kata, gerak ataupun isyarat atau simbol dari pemberi pesan kepada penerima
pesan. Unsur-unsur dalam komunikasi meliputi pemberi pesan/sumber, isi pesan,
saluran atau media dan penerima pesan/sasaran.
Konseling merupakan komunikasi dua arah yang terjadi antara konselor dan
klien. Komunikasi ini memberikan kesempatan kepada kedua pihak untuk saling
bertanya jawab, saling menanggapi, menggali informasi dan mengklarifikasi
permasalahan yang dihadapi. Dalam
konseling konselor dapat berperan sebagai pemberi dan penerima pesan. Demikian
juga klien dapat berperan sebagai pemberi dan penerima pesan. Untuk lebih jelas proses komunikasi dalam
konseling dapat dilihat pada Gambar 1.4.
Pada Gambar 1.4 kita lihat gambar proses komunikasi
dan unsur-unsur komunikasi. Sumber pesan adalah konselor yang memberikan pesan
kepada klien sebagai penerima pesan. Kemudian klien menafsirkan pesan yang
diterima. Komunikasi yang baik/berhasil bila
pesan yang diberikan oleh sumber sama dengan pesan yang diterima oleh
sasaran /klien. Dalam gambar terlihat pesan yang diterima sama dengan yang
diberikan digambarkan dengan lingkaran yang berimpitan. Di luar daerah yang
berimpitan adalah daerah dimana pesan
belum dipersepsi/diartikan sama atau belum dipahami sama oleh sasaran/klien.
Untuk memperbesar daerah yang berimpitan/pesan
yang dipahami sama, sumber pesan/konselor harus mengenal situasi dan
kondisi sasaran/klien dan mengemas pesan sedemikian rupa sehingga sasaran dapat
lebih mudah memahami pesan yang diberikan oleh sumber/konselor.
G.
PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI DALAM KONSELING Dalam komunikasi sangat dimungkinkan adanya
perbedaan persepsi antara konselor dan klien. Konselor harus memperhatikan
beberapa hal seperti menghargai pendapat klien, latar belakang agama dan
kepercayaannya, kebudayaan, pendidikan klien. Di bawah ini adalah beberapa
prinsip yang harus diperhatikan dalam konseling yaitu: 1. Tentukan tujuan
komunikasi. Sebelum memulai proses
konseling, biasanya konselor menanyakan tujuan dari klien datang ke tempat
konseling. 2. Pahami isi pesan yang akan disampaikan dalam komunikasi. Konselor
harus benar-benar memahami pesan yang akan disampaikan kepada klien. 3. Samakan
persepsi terlebih dahulu agar bisa berbicara dan berkomunikasi dalam pengertian yang sama tentang pokok
bahasan nya. 4. Gunakan komunikasi verbal ataupun non verbal untuk mencapai
tujuan komunikasi. 5. Gunakan alat bantu atau media yang tepat sesuai kebutuhan
(seperti leaflet, poster, brosur, booklet, food model atau benda asli , video
untuk proses terjadinya penyalit dan yang lainnya). 6. Berikan informasi
secukupnya, tidak berlebihan atau tidak kurang, sesuai situasi dan keadaan
penerima pesan.
H. CARA-CARA
MEMPEROLEH UMPAN BALIK DARI KLIEN
Dalam proses konseling adakalanya proses komunikasi dua arah tidak selalu berjalan dengan baik. Sering ditemukan klien/penerima pesan dengan baik, tidak memberikan respons yang kita inginkan . Sehingga dalam proses konseling sulit ditentukan permasalahan klien yang sebenarnya dan solusi serta keputusan yang harus ditentukan klien akhirnya tidak tepat. Untuk itu beberapa cara di bawah ini dapat membantu dalam memperoleh respons atau umpan balik dari klien: 1. Memberikan kesempatan kepada klien untuk bertanya, mengajukan pendapat dan menceritakan pengalamannya. 2. Mengajukan pertanyaan atau meminta penjelasan kembali kepada klien untuk mengetahui pemahaman klien tentang informasi yang telah diberikan. 3. Meminta klien untuk meringkas informasi yang telah disampaikan dan yang telah diterima.
I. PERBEDAAN KONSELING DENGAN KONSULTASI
(TUJUAN, PROSES, KEDUDUKAN) Secara sekilas konseling dan konsultasi
kelihatannya sama, bahkan sering di sama
artikan. Namun jika kita lihat dengan saksama maka antara konseling dan
konsultasi terdapat perbedaan antara lain seperti yang disajikan pada Tabel
1.2.
KONSELOR
GIZI
Konselor adalah
orang yang telah memiliki pendidikan dan pengalaman dalam membantu orang lain
dan mampu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi kliennya. Koselor gizi adalah seorang yang berprofesi
dalam tugasnya bekerja membantu
klien dalam mengenali masalahnya,
memberikan alternatif pemecahan masalah dan membantu klien dalam mengambil
keputusan pemecahan masalah, apa yang dapat klien lakukan atas usahanya, dalam
mengatasi gizi yang dihadapinya. Konselor mempunyai beberapa peran dan fungsi berkaitan dengan tugasnya membantu
mengatasi masalah gizi klien. Untuk itu mari kita pelajari dengan saksama peran
dan fungsi konselor gizi.
A. PERAN
KONSELOR
Seorang konselor
gizi mempunyai peran fasilitator dan
motivator. Konselor harus dapat berperan
dalam membantu orang lain (klien) mengenali masalahnya, menentukan dan memilih pemecahan masalah
serta membantu klien dalam mengambil keputusan pemecahan masalah gizi yang dihadapi. Konselor berperan dalam memotivasi klien dalam mengatasi masalah yang dihadapi.
Menurut Baruth dan Robinson III konselor
mempunyai 5 peran generik yaitu:
1. Berperan sebagai konselor
Dalam hal ini konselor berperan dalam membantu klien mengungkapkan
masalahnya, membantu klien dalam menegakkan diagnosis, membantu klien merencanakan
intervensi dan membantu klien dalam menyepakati pelaksanaan intervensi. 2.
Konselor berperan sebagai konsultan
Konselor yang efektif akan
membangun atau memiliki jalinan kerja sama dengan berbagai pihak demi
kepentingan kliennya, sehingga peran yang dilakukan tidak hanya terbatas pada
“konselor sebagai konselor” saja. Apalagi dalam masa keterbukaan sekarang ini
peran “konselor sebagai konsultan” menjadi tuntutan yang harus dipenuhi.
Konselor diharapkan dapat bekerja sama dengan berbagai pihak lain yang dapat
mempengaruhi diri klien seperti kepala sekolah, orang tua, guru, teman dekat
dan sebagainya yang mempengaruhi kehidupan klien. Dalam bidang kesehatan dan
gizi konselor gizi hendaknya bisa bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain
untuk membantu klien mengatasi masalahnya.
3. Konselor sebagai agen
perubahan. Peran yang hampir
serupa dengan peran sebagai konsultan adalah peran sebagai agen perubahan.
Peran sebagai agen perubahan berarti bahwa keseluruhan lingkungan dari
klien harus dapat berfungsi sehingga
dapat mempengaruhi kesehatan mental menjadi lebih baik, dan konselor dapat
mempergunakan lingkungan tersebut untuk memperkuat atau mempertinggi
berfungsinya klien. Dalam hubungan ini
maka perlu keahlian pemahaman tentang sistem lingkungan dan sosial, dan
mengembangkan ketrampilan tersebut untuk merencanakan dan menerapkan perubahan
dalam lembaga, masyarakat, atau
sistem. Sebagai agen perubahan,
konselor harus mampu membantu klien dalam merubah perilaku dari perilaku
negatif menjadi perilaku positif. 4. Konselor sebagai agen prevensi primer Peranan yang ditekankan di sini adalah
sebagai agen untuk mencegah perkembangan yang salah dan atau mengulang kembali
kesulitan. Penekanan dilakukan terutama dengan memberikan strategi dan
pelatihan pendidikan sebagai cara untuk memperoleh atau meningkatkan
ketrampilan interpersonal. Untuk itu konselor perlu pemahaman tentang dinamika
kelompok, psikologi belajar, teknologi pembelajaran dan sebagainya. 5. Konselor sebagai Manajer Konselor selalu memiliki sisi peran selaku
administrator. Sehubungan dengan itu konselor harus sanggup menangani berbagai
segi program pelayanan gizi yang
memiliki ragam variasi pengharapan dan peran seperti telah dikemukakan di atas. Untuk itu konselor harus mempunyai keahlian
dalam perencanaan program intervensi diet klien berdasarkan data, penilaian
kebutuhan gizi klien, penetapan tujuan dietnya, pembiayaan, dan pembuatan
keputusan serta strategi evaluasi program konseling dan diet klien.
B. FUNGSI
KONSELOR
Disamping beberapa
peran yang dimiliki, seorang konselor harus dapat menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya. Fungsi konselor
dapat dilihat sebagai berikut: 1. Memimpin konseling, Seorang konselor
menjalankan fungsi sebagai pemimpin jalannya konseling. Konselor mengatur
jalannya konseling mulai menyapa, memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan dan proses serta kontrak
konseling. 2. Asesmen. Seorang
konselor mempunyai fungsi dalam melakukan assessment gizi yaitu melakukan
pengkajian gizi. Pengkajian gizi yang
dilakukan seperti: a. Melakukan pengkajian antropometri, hasil pengukuran berat
badan dan tinggi badan untuk menentukan status gizi klien. b. Mengkaji data
laboratorium yang terkait dengan penyakit klien. c. Mengkaji data klinis yang
menjadi keluhan berkaitan dengan penyakit klien. d. Melakukan Identifikasi
terhadap riwayat makan dengan menggunakan metode food recall atau food
frequency. Hasilnya berupa asupan energi dan zat gizi lainnya dari klien,
kemudian dibandingkan dengan standar. e. Mengkaji data riwayat personal meliputi
riwayat obat, sosial budaya riwayat penyakit dan data umum.
3. Menegakkan
Diagnosis. Konselor melakukan fungsi menetapkan diagnosis gizi. Berdasarkan pengkajian gizi, penyakit
dan lainnya, konselor menetapkan diagnosis gizi yang meliputi tiga domain
yaitu: a. Domain intake yaitu menegakkan diagnosis berdasarkan asupan zat
gizi klien. b. Domain klinis yaitu menegakkan diagnosis berdasarkan data
klinis, laboratorium yang mendukung. c. Domain perilaku yang meliputi
pengetahuan tentang masalahnya , sikap dan tindakan klien terkait
masalahnya.
4. Fungsi sebagai
perencana Intervensi. Konselor gizi mempunyai fungsi menetapkan intervensi Gizi
meliputi: a. Menyusun rencana intervensi diet sesuai dengan kebutuhan dan kondisi klien. b. Memperoleh komitmen
tentang intervensi gizi, tujuan, mendiskusikan dan menyepakati diet serta
menganjurkan klien untuk kunjungan ulang.
5. Memonitor dan
Mengevaluasi. Konselor melakukan fungsi dalam memonitor dan mengevaluasi
keberhasilan konseling seperti peningkatan pengetahuan tentang penyakit dan
dietnya, sikap terhadap intervensi dietnya, tindakan dan masalah dapat dikurangi atau dihilangkan
serta tindakan atau perilaku baru yang berkembang.
C. SYARAT KONSELOR
YANG BAIK
1. Harus memiliki
keahlian (Expertnes). Seorang konselor harus ahli dibidangnya dalam hal ini
adalah ilmu gizi dan dietetik. Kosnselor juga harus menguasai beberapa bidang
ilmu terkait seperti ilmu pangan, Anatomi Fisiologi, Sosiologi, Antropologi,
psikologi, ilmu perilaku, dan ilmu komunikasi. Penguasaan ilmu tersebut sangat
membantu konselor dalam memberikan informasi terkait dengan masalah klien. 2.
Menarik (Attractiveness). Seorang konselor harus berpenampilan menarik seperti
penampilan berpakaian yang rapih, sikap sopan dan tutur kata santun. 3. Dapat dipercaya (Trushworthness). Seorang
konselor harus dapat dipercaya oleh klien. Rasa percaya klien kepada konselor merupakan hal yang
sangat penting dalam konseling. Dengan kepercayaan ini proses konseling akan
berjalan dengan baik. Klien merasa aman menyampaikan permasalahannya tanpa ragu
karena keterangannya akan dijaga
kerahasiaannya. 4. Empati (Empathy). Konselor harus mempunyai rasa empati yaitu
mampu memahami apa yang dirasakan oleh kliennya. Konselor dapat ikut merasakan masalah yang dihadapi klien sebagai
masalahnya sendiri. 5. Kesadaran dan Pemahaman tentang diri. Konselor mempunyai
kesadaran tentang dirinya seperti: a) Berbagai kebutuhan untuk memberi,
disukai, menyenangkan orang lain, dicintai. b) Memotivasinya untuk membantu
klien dalam memecahkan masalahnya. c)
Perasaan-perasaan yang dimiliki seperti rasa puas, sakit hati, bahagia, kecewa,
bingung dan rasa takut. d) Konselor
menyadari Kekuatan dan kelemahan setiap orang termasuk diri konselor. 6. Keterbukaan (Open-Mindedness). Serang
konselor harus memiliki rasa keterbukaan. Hal ini penting dalam konseling.
Dengan keterbukaan akan terjadi komunikasi yang jujur. 7. Objektivitas. Seorang konselor harus
memandang masalah yang dihadapi klien secara objektif yaitu berdasarkan fakta,
data yang akurat dari klien. Objektif
dalam mengenali masalah, objektif dalam memberikan alternatif solusi sehingga keputusannya akan objektif. 8.
Kompeten. Konselor harus Kompeten dibidangnya, menguasai bidang ilmu sesuai
standar keilmuannya. konselor mempunyai ilmu dan keterampilan yang mendukung tugasnya.
Contohnya Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1796/Menkes/Per/VIII/2011, tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan, seorang konselor gizi harus mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR) yang dikeluarkan
oleh Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan mempunyai Surat Ijin Kerja (SIK) atau Surat Ijin
Praktik (SIP). 9. Mempunyai Kesehatan Psikologis yang baik. Seorang Konselor
harus sehat secara fisik, mental dan sosial serta kondisi psikologisnya tidak terganggu,
sehingga dapat membantu klien dengan baik.
D. CIRI-CIRI
KONSELOR YANG BAIK
Konselor yang baik
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1.
Menjaga hubungan yang baik dengan klien. Konselor harus dapat menjaga hubungan
yang baik dengan klien untuk memudahkan
interaksi dengan klien. Hubungan yang baik akan melepaskan semua kekakuan,
pikiran negatif dan prasangka negatif dari klien sehingga klien dengan bebas
tanpa ragu akan mengemukakan permasalahan yang dihadapi. 2. Berusaha untuk
mengenali kebutuhan klien. Konselor harus bisa mengenali kebutuhan klien dengan
cara menjadi pendengar yang baik, menggali informasi dan mampu memahami
kebutuhannya baik melalui komunikasi verbal dan non verbal. 3. Mampu
menumbuhkan empati dan rasa nyaman pada
klien. Seorang konselor yang baik menempatkan diri pada posisi klien, memahami apa yang dirasakan dan dialami oleh
klien serta dapat memberikan rasa nyaman
kepada klien. 4. Mendorong klien untuk memilih cara yang terbaik dalam situasi
tertentu. Konselor membantu klien untuk mengenali masalahnya sendiri, dan
memilih cara pemecahan terbaik sesuai dengan alternatif yang ditawarkan
konselor. 5. Memberikan informasi tentang sumber daya yang diperlukan klien
agar dapat mengambil keputusan yang
baik. Informasi yang diberikan seperti contoh-contoh kasus, sehingga klien
dapat mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya. 6. Memberikan
perhatian secara khusus. Memberi perhatian yang khusus pada klien sangat
penting apabila sewaktu waktu klien memerlukan bantuan konselor. Misalnya sewaktu
klien menelepon menanyakan tentang salah
satu bahan makanan yang boleh dan yang
tidak boleh dikonsumsi klien sehubungan dietnya. 7. Menjaga rahasia dan
kepercayaan klien. Dalam menggali informasi klien, konselor akan banyak
mendengar masalah yang bersifat pribadi bahkan mungkin memalukan. Informasi ini
harus dijaga kerahasiaannya agar tidak diketahui oleh orang lain ataupun sanak keluarga klien itu
sendiri. Konselor harus selalu menghormati kerahasiaan pribadi kliennya.
Konselor tidak boleh membocorkan
informasi yang didapat tanpa seizin klien.
DAFTAR
PUSTAKA
Almatsier, Sunita.
2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Cetakan ke empat. Jakarta, Percetakan PT
SUN.
Instalasi Gizi
Perjan RSCM dan ASDI. 206. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Kementerian
kesehatan. 2015. Pedoman Gizi Seimbang.
Jakarta, Kementerian Kesehatan.
Mantra, IB. 1985. Buku Pedoman Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat, Bagu Petugas Puskesmas, Jawa Timur, Sub. Dinas Penyuluhan
Kesehatan.
Notoatmodjo,
Soekidjo. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan.
Cetakan Pertama, Yogyakarta, ANDI OFFSET.
Notoatmodjo,
Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Cetakan Pertama, Jakarta,
PT. Asdi Mahasatya.
Organisasi
Kesehatan Sedunia. 1992. Pendidikan Kesehatan Pedoman Pelayanan Kesehatan
Dasar. Bandung, Penerbit ITB.
Persatuan Ahli Gizi
Indonesia. 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta, penerbit
Buku Kompas.
Persatuan Ahli Gizi
Indonesia. 2016. Konseling Gizi. Jakarta, Penebar Swadaya Grup.
Supariasa, I D N.
2012. Pendidikan dan Konsultasi Gizi. Terbitan pertama, Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar