Rabu, 05 Januari 2022

JURNAL SKRIPSI. HUBUNGAN KONSUMSI FAST FOOD DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN OVERWEIGHT PADA REMAJA STUNTING

 

HUBUNGAN KONSUMSI FAST FOOD DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN OVERWEIGHT PADA REMAJA STUNTING

Nomensen Banunaek

E-mail: nomensenbanunaek@gmail.com


 

 

ABSTRAK

 

Anak stunting pada usia sekolah dapat berisiko 3 kali menjadi remaja obesitas. Kejadian overweight pada anak stunting disebabkan karena adanya perubahan pola makan dan aktivitas fisik. Konsumsi fastfood lebih dari 2 kali seminggu dan aktivitas fisik yang rendah cenderung meningkatkan kejadian overweight pada remaja. Penelitian bertujuan Menganalisis  hubungan konsumsi fast food dan aktivitas fisik dengan kejadian overweight pada remaja stunting SMP.Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasi dengan desain crossectional. PengambilanSampel dilakukan dengan menggunakan rumus Proporsi binomunal. Sampel penelitian terdiri dari 49 orang. Data frekuensi makanan, asupan energi, lemak, natrium dan serat diperoleh melalui formulir FFQ semi kuantitatif dan aktivitas fisik menggunakan kuesioner PAQ-A. Data tinggi badan diukur menggunakan microtoise sedangkan berat badan menggunakan timbangan digital.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara Aktivitas Fisik dengan kejadian overweight pada remaja stuntingsiswa Kelas VII, VIII, IX SMPK Tunas Glorya Kupang dengan nilai (p < 0,05).

 

Kata Kunci : fast food, Aktivitas fisik, Overweight,stunting.

 

PENDAHULUAN


Stunting didefinisikan sebagai indeks tinggi badan menurut umur(TB/U) kurang dari minus dua standar deviasi(-2 SD) atau dibawah rata-rata standar yang ada. Stunting pada anak merupakan hasil jangka panjang konsumsi diet berkualitas rendah yang di kombinasikan dengan morbiditas, penyakit infeksi, dan masalah lingkungan (Semba et al., 2008). Kekurangan gizi kronis padaanak stunting disebabkan oleh keterbatasan asupan energi dan zat gizi selama di dalam kandungan, serta pengaruh dari penyakit infeksi.

Prevalensi anak stunting di seluruh dunia adalah 28,5% dan diseluruh Negara berkembang sebesar 31,2%. Untuk benua Asia, prevalensi anak stunting 30,6%, di Asia Tenggara sebesar 29,4%. Dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013, angka kejadian stunting pada remaja SMP usia 12-15 tahun di Indonsia tergolong tinggi. Secara Nasional, prevalensi stunting pada remaja adalah 35,1% (13,8% sangat pendek dan 21,3% pendek). Berdasarkan jenis kelamin, prevlensi pendek tertinggi pada anak laki-laki usia 13 tahun sebesar 40,2% dan anak perempuan 34,1%. Prevalensi di Kota Semarang terdapat 5,9% sangat pendek serta 14,8% kategori pendek.

Bila dibanding dengan batas “non public health problem’’ menurut WHO untuk masalah kependekan sebesar 20%, maka semua provinsi di Indonesia masih dalam kondisi bermasalah kesehatan masyarakat (Kemenkes,2010).  Prevalensi stunting dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2010-2012) NTT merupakan Provinsi dengan angka stunting tertinggi di Indonesia yaitu 58,4% dari angka nasional 35,6%, dimana sebanyak 18,4% anak balita menderita gizi kurang, 36,8% anak pendek, dan 13,6% anak kurus. Kabupaten Kupang kejadian stunting masih sekitar 46,3% (Kemenkes, 2013).

Kejadian obesitas pada anak stunting disebabkan karena adanya masa transisi gizi. Transisi gizi merupakan perubahan gaya hidup yang ditandai dengan perubahan pola makan dan asupan zat gizi, serta perubahan aktivitas fisik. Perubahan pola makan dan asupan zat gizi,serta perubahan aktivitas fisik. Perubahan pola makan di kota besar sudah bergeser dari pola makan yang tradisional menjadi pola makan kebarat-baratan seperti fast food. Makanan tersebut banyak mengandung kalori,lemak,kolesterol,sertanatrium. Jika dikonsumsi dengan jangka panjang dapat memicu terjadinya obesitas.

Fast food merupakan jenis makanan tinggi kalori dan lemak yang praktis, mudah dikemas dan disajikan. Keberadaan restoran-restoran fast food semakin menjamur di kota-kota besar di Indonesia, menyajkan berbagai  fast food yang dapat brupa traditional fast food dan western fast food. Jenis western fast food misalnya hamburger,French fries potato, fried chicken,pizza,sandwich dan soft drink, sedangkan traditional fast food misalnya nasi goreng, bakso, mie ayam, soto dan sate ayam.Penelitian di United States msnunjukkan bahwa 10,9% remaja mengkonsumsi western dietary fast food  lebih berisiko mengalami overweight atau obesitas dari pada makanan cepat saji yang diolah sendiri. Penelitian di Yogyakarta, sebanyak 83% remaja mengkonsumsi fast food lebih dari 3 kali seminggu. Frekuensi konsumsi fast food lebih dari 3 kali seminggu memiliki risiko 6 kali lipat mengalami obesitas.(Sheva A.,)

Selain perubahan pola makan, aktivitas fisik yang rendah dapat memicu terjadinya kelebihan berat badan.Selain itu, kebiasaan menonton televisi dan bermain gadget dapat meningkatkan kejadian overweight. Perubahan sosial ekonomi yang semakin membaik di Negara berkembang juga membawa penurunan aktivitas fisik dan dampak perkembangan terhadap transportasi umum sehingga seseorang dapat mengalami penurunan pengeluaran energi.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis  hubungan konsumsi fast food dan aktivitas fisik dengan kejadian overweight pada remaja stunting SMP.


 

METODE PENELITIAN:


Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasi dengan desaincross sectionaluntuk melihat hubungan konsumsi fast food dan aktivitas fisik dengan kejadian overweight pada remaja stunting SMP.

Lokasi dan waktu penelitian:

Penelitian ini dilakukan di SMPK Tunas Glorya Kupang pada bulan Februari

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di SMPK Tunas Glorya Kupang yang berjumlah 184 orang. Sedangkan sampel dari penelitian ini adalah Siswa SMPK Tunas Glorya KUPANG yang memenuhi kriteria Inklusi dengan total samppel 49 orang.


 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Univariat

Tabel 1. Distribusi Frekuensi responden menurut kelompok umur.

Kelompok Umur

(n)

(%)

11-13

14-15

29

20

59,18

40,82

Total

49

100

 

 

 

 

 

 



 

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kejadian Overweight Pada Remaja Stunting.

Kriteria

(n)

(%)

Kurus

Normal

Overweight

20

14

15

40,8

28,6

30,6

Total

49

100

 

Tabel 3. Distribusi Frekuensi konsumsi Fast Food Pada Remaja Stunting

Kriteria

(n)

(%)

Sering

Jarang

34

15

69,4

30,6

Total

49

100

 

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik Pada Remaja Stunting

Kriteria

(n)

(%)

Ringan

Sedang

Berat

3

44

2

6,1

89,8

4,1

Total

49

100

 

Analisa Bivariat

a.    Hubungan Konsumsi Fast Food dengan Kejadian Overweight pada remaja Stunting

Tabel 5. Hubungan konsumsi Fast food dengan kejadian overweightpada remaja Stunting

Fast food

Kejadian Overweight

 

P-Value

Kurus NormalOverweight   

 

     n%   n%       n      %

 

 

Sering      13    65     9    64      12     80    0,563

Jarang      7      35     5    35,7    3      20            

Total       20   100   14   100    15    100

 

 

 

 

 

 

           Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tidak ada Hubungan  yang signifikan antara konsumsi fast food dengan kejadian overweight pada remaja stuntingpada siswa kelas VII, VIII, XI SMPK Tunas Glorya Kupang dengan P Value  (p = 0,563, p > 0,05). Secara umum makanan cepat saji (fast food) mengandung tinggi kalori yang diperoleh dari satu porsi fast food dapat memenuhi setengah kebutuhan kalori dalam sehari yang berkisar 400-600 kalori atau bahkan sampai 1500 kalori. Asupan kalori yang tinggi dengan frekuensi sering dapat menyebabakan terjadinya obesitas. Makanan fast food juga mengandung lemak jenuh, Friedchicken yang umumnya digoreng dengan kulit mengandung kolestrol cukup tinggi. Makanan yang digoreng dalam minyak ditambah daging dan telur mengandung kolestrol yang tinggi. Lemak dan kolestrol dibutuhkan oleh tubuh, tetapi jika dikonsumsi berlebihan mengakibatkan terjadinya penyumbatan pembuluh darah.

        Menu fast food juga banyak mengandung gula buatan yang tidak baik untuk kesehatan. Gula buatan dapat menyebabkan penyakit gula atau Diabetes, kerusakan gigi dan Obesitas. Minuman bersoda, cookies dan cake mengandung banyak gula serta sangat sedikit vitamin dan mineralnya. Beberapa penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara stunting dengan risiko remaja obesitas.Stunting sebagai prediktor terhadap remaja obesitas, dimana anak stunting usia sekolah dapat berisiko 3 kali menjadi remaja obesitas. Anak stunting memiliki massa lemak bebas yang lebih rendah, basal metabolic rate (BMR) menurun, dan aktivitas fisik yang rendah sehingga berisiko mengalami kelebihan deposit jaringan lemak. Hasil penelitian di Brazil menyebutkan bahwa ada hubungan antara stunting dengan penumpukan lemak karena adanya gangguan oksiasi lemak. Lemak yang tidak teroksidasi akan disimpan sehingga cenderung menyebabkan peningkatan penumpukan lemak di jaringan adipose. Hal yang sama dikemukakan penelitian di Afrika bahwa keadaan energy yang rendah pada masa bayi berakibat pada perubahan metabolisme yang dapat meningkatkan risiko overweight, jika disertai dengan konsumsi tinggi kalori dan lemak. Perubahan metabolisme terjadi karena penghematan energi serta upaya mempertahankan laju metabolisme, sehingga menyebabkan anak stunting memiliki gangguan regulasi asupan makanan dan kerentanan terhadap diet tinggi lemak.

        Beberapa fast food mengandung natrium yang tinggi. Konsumsi natrium yang berlebihan menjadi faktor risiko munculnya penyakit hipertensi. Asupan natrium yang tinggi meningkatkan sekresi hormon natriuretik. Hormon tersebut menghambat aktivitas sel pompa natrium dan mempunyai efek penekanan pada sistem pengeluaran natrium. Hal ini dapat terjadi peningkatan volume cairan ekstraseluler yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah.Umumnya fast food sangat rendah serat atau tidak mengandung sayur. Sayur yang digunakan fast food terbatas pada selada dan kol yang tidak banyak mengandung vitamin serta mineral. Asupan serat yang rendah dapat mengakibatkan asam empedu lebih sedikit diekskresi feses, sehingga banyak kolesterol yang diabsorbsi dari hasil empedu.

        Frekuensi Fast Food yang merupakan faktor risiko kejadian overweight pada remaja stunting yaitu frekuensi konsumsi wastern fast food.Mengkonsumsi wastern fast food dengan waktu lebih dari 2 kali per minggu memiliki risiko 8,7 kali mengalami kejadian overweight. frekuensi remaja yang sering mengkonsumsi fast food dapat meningkatkan timbunan energi dan lemak dalam tubuh yang menyebabkan peningkatan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT).   Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ika Amalina Bonita , th 2016 yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara fast food dengan kejadian overweight(p = 0,563, p > 0,05). (Badjeber F, Kapantouw,N.H,Punuh M).


 

b.    Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Overweight pada Remaja Stunting

Tabel 6. HubunganAktivitas Fisik dengan kejadian overweight pada remaja stunting

Aktivitas Fisik

Kejadian Overweight

P-Value

 

KurusNormal             Overweight

n          %           n           %          n             %

Ringan      0            0            0            0           3             20

Sedang     18          90          14         100        12            80

Berat          2           10           0            0           0             0

 

0,04

 

Total         20        100           14         100        15           100

 





Dari 49 orang tersebut Faktor aktivitas Fisik terhadap remaja stunting sebagian besar berkategori ringan yakni 3 orang atau sebesar  (6,1%) berkategori sedang yakni 44orang atau sebesar (89,8%) dan berkategori berat yakni 2 orang atau sebesar (4,1%). Kejadian overweight juga disebabkan oleh rendahnya pengeluaran energi melalui aktivitas fisik. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa aktivitas fisik merupakan faktor risiko kejadian overweight pada remaja stunting (p = < 0,05).

Aktivitas merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Sebanyak 91,3% kelompok stuntingoverweight dan 69,6% kelompok stunting non overweight lebih banyak melakukan aktivitas fisik yang ringan. Anak stunting lebih banyak menghabiskan waktu melakukan aktivitas fisik yang mengeluarkan energi rendah. Hasil penelitian terdahulu di kamerun menunjukkan bahwa anak stunting memiliki pengeluaran energi yang lebih rendah dibandingkan dengan anak dengan tinggi badan normal. Pengeluaran energi yang rendah merupakan bentuk adaptasi tubuh untuk melakukan aktivitas yang ringan. Hasil penelitian lain di Kamerun menunjukkan bahwa anak stunting baik dengan overweightmaupun non overweight cenderung melakukan aktivitas yang ringan. Jenis aktivitas ringan yang sering dilakukan oleh para remaja adalah duduk, nonton tv, bermain gadget, dan berjalan kaki, sedangkan aktivitas berat yang biasa dilakukan adalah sepak bola, bulu tangkis, dan berenang. Remaja yang kurang melakukan aktivitas sehari-hari dapat menyebabkan tubuhnya kurang mengeluarkan energi. Jika ditambah dengan asupan energi dan lemak yang berlebihan tanpa diimbangi aktivitas fisik yang seimbang maka remaja stunting mudah mengalami kegemukan. (Heryudarini H,.)

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ika Amalina Bonita , th 2016 yang menunjukan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian overweight(p = 0,040 , p < 0,05).


 

KESIMPULAN


1.    Tidak ada hubungan  yang signifikanantara konsumsi fast food dengan kejadian overweight pada remaja stunting siswaSMPK Tunas Glorya Kupang dengan nilai P= 0,563.

2.    Ada hubungan yang signifikan antara  Aktivitas Fisik dengan kejadian overweight pada remaja stuntingsiswa SMPK Tunas Glorya Kupang dengan nilai  P = 0,040.


 

DAFTAR PUSTAKA


Anonim. Dampak dan penyebab Stunted. 2013.Diunduh dari: http://www.indonesian-publichealth.com/2013/01/dampak-dan-penyebab-stunted.html. Diakses pada tanggal 17 Januari 2019

Anonim. Kekurangan asupan Zic dan Protein dapat menyebabkan stunting  (pendek) pada anak. [online]. [dikutip 17 Januari 2019]. Diunduh dari : http://gizigizi.com/artikel/detail/kekurangan-asupan-zinc-dan-protein-dapat-menyebabkan-stunting-pendek-pada -anak.

Demsa S. 2007Model Prediksi Indeks Massa Tubuh Remaja Berdasarkan Riwayat LahirDan Status Gizi Anak. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 2013 Ags; 8(1) ;19-27.

Hidayat,2007. Lokasi Penelitian Adalah Tempat Yang Akan Dilakukan Oleh Peneliti   Dalam Melaksanakan Kegiatan Penelitian

Kesmas 2013. Anak Stunting Mempunyai Nilai Indeks Perkembangan Motorik Lebih Rendah Dibandingkan Dengan Anak Yang Tidak Stunting.

Kemenkes,2010“non public health problem’’ menurut WHO.

Kowalski,K.,Crocker,P.,& Donen,R2003 The Physical Activity Questionnaire

Kusharisupeni 2013, keterbatasan asupan energi dan zat gizi selama di dalamkandungan

Kusharisupeni 2013. Perubahan Lingkungan Dengan Memberikan Asupan Gizi Lebih, Dalam Jangka Panjang Dapat Beresiko Mengalami Obesitas Dan Peyakit Tidak Menular.

Mulyasari I.2010.Hubungan Besar Uang Saku Dan Frekuensi Konsumsi Fast Food Dengan Statuss Gizi Siswa [Karya Tulis Mahasiswa]. Semarang ; Universitas Diponegoro;20077:1-9

Merryana A, Bambang W. 2002 Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group;2014:P.323

Mahdiyah J, Zulaikha, Asih EK 2002Peran Mahasiswa Dalam Mengurangi Pola Konsumsi Fast Food Pada Remaja Kota. [Karya Tulis Mahasiswa]. Bogor:IPB;2004:1-7.

MC.Donals. 2006 Mcdonalds USA Nutrition Facts For Popular Menu Items,2015.

Notoadmojo 2009, 6 Tingkat Pengetahuan Yang Mancakup Dalam DomainKognitif

Nur Ratna I,2008Metode FFQ Semi Kuantitatif

Padmiari, Ida AE, Hadi H. 2011 Prevalensi Obesitas Dan Konsumsi Fast Food Dibagai Faktor Risiko Terjadinya Obesitas Pada Anak SD Di Kota Denpasar,Bali. Jurnal Kedokteran Dan Farmasi Medika Maret 2003;Xxix (3) :159-165

Kemenkes, 2013.Riset Kesehatan Dasar 2013.Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Daerah

Sartika RAD 2007 . Faktor Risiko Obesitas Pada Anak 5-15 Tahun Di Indonesia. Makara, Kesehatan : Juni 2011;5 (1) : 37-43

Sanjaya TS.2008Studi Tentang Berbagai Karakteristik Remaja Yang Mengalami Obesitas Di SMP Pengudi Luhur Doenico Savio. [Karya Tulis Ilmiah]. Semarang : Universitas Diponegoro ;1995:1-18.

Septiyani R. Waspada Fast Food2007! [Karya Tulis Ilmiah]. Jakarta: Universitas Mercu Buana;2011September; 14(3) 273-283.

Semba Et All.,2008.  Stunting Pada Anak Merupakan Hasil Jangka Panjang Konsumsi Diet Berkualitas Rendah Yang Dikombinasikan Dengan Morbiditas, Penyakit Infeksi,Dan Masalah Lingkungan.

Sheva A..2008Hubungan Konsumsi Fast Food dengan Obesitas Pada remaja di SMPK Tunas Glorya Kupang

Sheva A. 2007Frekuensi Konsumsi Fast Food Lebih Dari 3 Kali Seminggu Memiliki          Risiko 6 Kali Lipat Mengalami Obesitas.

Syarifah LH, Ari PD, Erwin. 2013.Hubungan antara Pengetahuan dan Kebiasaan Mengkonsumsi Fast Food dengan Status Gizi Pada Remaja. Artikel ilmu Keperawatan Universitas Riau 2013:1-10

Utami NH, Dwi SKP. 2007 Risiko Terjadinya Kegemukan Pada Anak Usia 3-5 Tahun Dengan Status Gizi Pendek Di Indonesia, Jurnal Ekologi Kesehatan 2015       

Winarsi D.2002 Konsumsi Pangan Tidak Akan Merugikan Jika Disertai Dengan Menu Yang Seimbang Dan Frekuensi Konsumsi Yang Rendah


 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar