Minggu, 02 Januari 2022

Sumber, Fungsi, dan Kecukupan Konsumsi Zat Gizi

 

Sumber, Fungsi, dan Kecukupan

Konsumsi Zat Gizi

 


 

    PENDAHULUAN

 

 

Yang merupakan sumber semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh adalah makanan dan minuman (pangan) yang dikonsumsi. Umumnya bahan pangan dapat diperoleh dari hasil tanaman maupun hewan, karena itu dikenal bahan pangan nabati dan bahan pangan hewani.

Bahan pangan nabati dapat berupa serealia (beras, jagung, gandum/terigu, sorgum, barley, oats, millets, dan lain-lain); kacang-kacangan dan biji-bijian berminyak (kedelai, kacang tanah, kacang tunggak, kacang hijau, kacang babi, kacang jogo, kelapa dan lain-lain); umbi-umbian (singkong, kentang, ubi jalar, talas, garut, dan lain-lain); sayur-sayuran dan buah-buahan. Sedangkan bahan pangan hewani dapat berupa daging (sapi, kerbau, kambing, babi, ayam dan unggas lainnya, kelinci, dan lain-lain); ikan (ikan darat, ikan laut, termasuk juga udang, kepiting, kerang, dan lain-lain); susu (sapi, kerbau, kambing, dan lain-lain), serta telur (ayam dan unggas lainnya).

Tergantung dari komposisi kimianya, bahan pangan tersebut dapat digolongkan juga sebagai sumber karbohidrat (pati), misalnya serealia dan umbi-umbian; sumber protein, misalnya kacang-kacangan dan semua bahan pangan hewani; sumber lemak, misalnya kacang-kacangan, biji-bijian berminyak dan beberapa bahan pangan hewani; serta sumber vitamin dan mineral, misalnya semua bahan pangan hewani, sayur-sayuran dan buah- buahan.

Fungsi masing-masing zat gizi berbeda. Meskipun ketiga makromolekul (karbohidrat, protein dan lemak) dapat digunakan sebagai sumber energi, namun masing-masing mempunyai juga fungsi yang karakteristik. Demikian juga vitamin atau mineral yang berbeda, akan mempunyai fungsi yang berbeda.



 

 

Penetapan  Kecukupan Energi

 

A.      NILAI ENERGI ZAT GIZI

 

Makanan yang dikonsumsi pertama-tama berfungsi sebagai sumber energi yang diperlukan tubuh untuk mempertahankan kehidupan dan melaksanakan aktivitas lainnya. Hanya tiga macam zat gizi yang berfungsi sebagai sumber energi bagi tubuh, yaitu karbohidrat (pati, gula), protein, dan lemak. Selain itu, alkohol juga dapat berfungsi sebagai sumber energi, tetapi dalam modul ini peranan alkohol tidak dibahas lebih lanjut.

Di dalam tubuh, karbohidrat (pati, gula), protein (asam-asam amino), dan lemak (asam-asam lemak), akan dioksidasi di dalam sel dengan bantuan enzim, ko-enzim (misalnya vitamin) dan hormon. Prosesnya memerlukan oksigen dan hasil yang diperoleh berupa karbon dioksida, air, dan energi (ATP dan panas).

 


 

Oksigen

 


Energi yang terkandung dalam suatu makanan tergantung dari jumlah karbohidrat, protein, dan lemak yang terdapat; dan dapat ditentukan dengan menggunakan alat yang disebut sebagai Bomb Calorimeter (Gambar 1.1). Dengan menggunakan alat tersebut sampel makanan akan dibakar oleh aliran listrik dan kemudian perubahan suhu air yang diakibatkannya dicatat. Berdasarkan perbedaan suhu air sebelum dan sesudah pembakaran (oksidasi) terjadi maka energi yang terkandung dalam sampel dapat dihitung.


 

 

 

þÿ

Gambar 1.1.

Skema suatu Bomb Calorimeter

 

Unit energi yang biasa digunakan adalah kilokalori (Kal, Cal, Kkal, Kcal), meskipun dewasa ini the International Union of Nutritional Sciences menganjurkan penggunaan unit Kilo-Joule (KJ) atau Mega-Joule (MJ) untuk menggantikan kilokalori. Bila didefinisikan, satu kilokalori adalah jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg air sebanyak 1oC (dari 15oC menjadi 16oC). Sedangkan 1 Kkal sama dengan 4,186 KJ atau sama dengan 0,004186 MJ.

Dengan menggunakan alat Bomb Calorimeter tersebut, energi yang dihasilkan oleh karbohidrat (pati, gula), protein dan lemak (disebut sebagai energi/panas pembakaran) masing-masing adalah:

 

Karbohidrat (pati, gula) : 4,1 Kkal per gram Protein         :  5,65 Kkal per gram

Lemak                               :  9,45 Kkal per gram

 

Tidak semua karbohidrat, protein maupun lemak yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsi dapat digunakan oleh tubuh karena sebelumnya harus dilakukan pencernaan dan penyerapan. Sehingga yang benar-benar


 

dapat digunakan oleh tubuh adalah sejumlah yang dapat diserap. Dengan kata lain, jumlah masing-masing zat gizi yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh tergantung dari daya cernanya. Selain itu, khususnya untuk protein, tidak semua yang dapat diserap oleh tubuh dapat dimanfaatkan oleh tubuh, dan kelebihannya akan dibuang melalui urin sebagai urea.

Oleh karena itu, nilai energi yang dihitung dengan menggunakan Bomb Calorimeter harus dikoreksi dengan dua faktor, yaitu: (1) daya cerna, dan (2) kehilangan dalam metabolisme. Nilai energi yang diperoleh setelah memperhitungkan faktor koreksi tersebut disebut sebagai nilai energi fisiologis (lihat Tabel 1.1.).

 

Tabel 1.1.

Perhitungan nilai energi fisiologis karbohidrat, lemak, dan protein

 

 

Zat gizi

 

Nilai energi pembakaran (Kkal/g)

Kehilangan selama pencernaan (%)

Energi tersedia setelah

pencernaan (Kkal/g)

Kehilangan selama metabolisme (Kkal/g)

Nilai energi fisiologis (Kkal/g)

KarbohidrLemak Protein

4,1

9,45

5,65

2

5

8

4,0

9,0

5,2

-

-  1.2*

4,0

9,0

4,0

*)     untuk setiap gram protein yang dikonsumsi, rata-rata sebanyak 1,2 Kkal dari energi yang dikandungnya tidak tersedia bagi tubuh karena diubah menjadi urea.

Sumber: Swaminathan (1974).

 

Dari Tabel 1.1. di atas terlihat bahwa nilai energi fisiologis masing- masing zat gizi sumber energi adalah: 4 Kkal/g untuk karbohidrat (pati, gula),

4 Kkal/g untuk protein, dan 9 Kkal/g untuk lemak. Nilai-nilai tersebut  dikenal sebagai faktor Atwater-Bryant karena mereka inilah sebagai penemunya dan nilai-nilai tersebut digunakan hampir di seluruh dunia untuk menghitung nilai energi suatu makanan atau bahan pangan berdasarkan hasil analisis komposisi kimianya.

 

B.       METABOLISME BASAL (KEBUTUHAN ENERGI BASAL)

 

Energi metabolisme seorang subjek yang diukur pada kondisi istirahat, baik fisik maupun mental dan mempunyai suhu tubuh yang normal serta


dalam keadaan post absorptive (yaitu 12 jam setelah makan yang terakhir), disebut sebagai metabolisme basal (basal metabolisme).

Metabolisme basal biasanya ditentukan dengan menggunakan Benedict- Roth apparatus, seperti dapat dilihat pada Gambar 1.2. Peralatan ini merupakan sistem sirkuit tertutup, yang digunakan oleh subjek untuk bernapas mengambil oksigen dari silinder kapasitas 6 liter, dan CO2 yang diproduksi diserap oleh NaOH yang terdapat dalam tabung.

Subjek memakai penjepit hidung, lalu bernapas (mengisap oksigen) melalui mulut selama 6 menit. Volume oksigen yang dikonsumsi dicatat pada alat kymograph. Karena subjek berada dalam keadaan post absorptive maka nilai RQ-nya = 0,82, sehingga nilai kalori per liter oksigen yang dikonsumsi

= 4,8 Kkal. Contoh: misalkan jumlah oksigen yang dikonsumsi selama 6 menit = 1.100 ml. Panas yang diproduksi selama 6 menit = 4,8 ´ 1,1 Kkal = 5,28 Kkal. Panas yang diproduksi selama 24 jam = 24 ´ 10 ´ 5,28 Kkal =

1.267 Kkal. Jadi, metabolisme basal subjek tersebut adalah 1.267 Kkal selama 24 jam.

þÿ

Gambar 1.2.

Skema peralatan Benedict-Roth aparatus (Swaminathan, 1974)


 

 

Selain dengan cara pengukuran langsung seperti di atas, metabolisme basal dapat juga diperkirakan dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut.

1.        Berdasarkan berat badan (hanya berlaku bagi yang berukuran tubuh normal). Perhitungan dilakukan dengan rumus: BB ´ 1 Kkal/jam bagi laki-laki, dan BB ´ 0,9 Kkal/jam bagi wanita. Basal metabolisme dihitung untuk 24 jam. Cara sederhana ini sangat tidak akurat.

2.        Rumus Harris-Benedict yang diciptakan pada tahun 1909. Harris dan Benedict menggunakan informasi mengenai tinggi dan berat badan,  umur dan jenis kelamin. Rumus di bawah ini berlaku untuk laki-laki berumur lebih dari 10 tahun dan semua wanita:

MB = 66,5 + {13,5 ´ BB (kg)} + {5,0 ´ TB (cm)} + {6,75 ´ Umur (th)}

3.        Menggunakan metabolic body size atau disebut juga fat-free body size atau biological body weight (berat badan biologis). BB biologis adalah BB (kg) pangkat 0,75 (lihat Tabel 1.2.). Metabolisme basal dihitung sebagai: 70 ´ BB biologis. Nilai yang berlaku bagi kebanyakan orang adalah sekitar 1,3 Kkal/kg fat-free weight/jam.

4.        FAO/WHO/UNU pada tahun 1984 mengeluarkan rumus baru untuk menghitung metabolisme basal sebagai berikut.

MB = 11,6 ´ {BB (kg)} + 879

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 1.2.

Hubungan antara berat badan dan berat badan biologis (metabolic body size)

Berat badan

BB biologis (kg)0.75

Berat badan

BB biologis (kg)0.75

(lb)

(kg)

(lb)

(kg)

11

5

3,4

100

45

17,4

22

10

5,6

110

50

18,8

33

15

7,6

132

60

21,6

44

20

9,5

154

70

24,2

55

25

11,2

176

80

26,7

66

30

12,8

198

90

29,2

77

35

14,4

220

100

31,6


 

88

40

15,9

 

 

 

Sumber : Guthrie (1986).

Metabolisme basal dipengaruhi oleh banyak sekali faktor, antara lain sebagai berikut.

1.        Ukuran Tubuh. Metabolisme basal sangat berhubungan dengan area permukaan tubuh, tetapi tidak terlalu berhubungan dengan tinggi atau berat badan seseorang.

2.        Umur. Metabolisme basal pada bayi dan anak-anak lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa.

3.        Jenis Kelamin. Wanita mempunyai metabolisme basal sedikit lebih rendah dibandingkan laki-laki.

4.        Komposisi Tubuh. Metabolisme basal secara langsung berhubungan dengan massa tubuh tanpa lemak. Orang yang mempunyai banyak otot akan mempunyai metabolisme basal yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang gemuk yang sebagian berat badannya disebabkan oleh banyaknya lemak.

5.        Iklim. Bagi orang yang hidup di daerah tropis, metabolisme basalnya sekitar 10% lebih rendah dibandingkan dengan orang yang hidup di daerah subtropis. Penyebabnya belum diketahui dengan jelas.

6.        SDA Makanan. Makanan berpengaruh menstimulir metabolisme basal. Bila seseorang yang dalam keadaan post absorptive diberi makanan, basal metabolismenya meningkat sekitar 8%. Hal ini yang dikenal sebagai specific dynamic action (SDA) makanan seperti akan diuraikan di bawah.

7.        Gizi Buruk dan Kelaparan. Keadaan gizi buruk yang berkepanjangan atau kelaparan akan mereduksi metabolisme basal sekitar 10 – 20%.

8.        Tidur. Basal metabolisme pada waktu tidur sekitar 5% lebih rendah dibandingkan dengan keadaan bangun.

9.        Demam. Demam meningkatkan metabolisme basal. Untuk setiap 1oF peningkatan suhu tubuh, metabolisme basal meningkat dengan sekitar 7%. Seseorang yang menderita demam tinggi di mana suhu tubuhnya sekitar 7oF lebih tinggi dari keadaan normal, metabolisme basalnya meningkat sekitar 50%.

10.     Aktivitas Fisik. Apabila seseorang melakukan latihan fisik sekitar setengah jam sebelum dilakukan pengukuran, akan terobservasi metabolisme basalnya meningkat secara nyata.


 

11.     Ketakutan dan Gugup. Keadaan ketakutan dan gugup selama pengukuran akan meningkatkan metabolisme basal.

12.     Tiroid. Hipotiroidsm menurunkan metabolisme basal sekitar 30%, sebaliknya hipertiroidsm akan meningkatkan metabolisme basal sampai 100% tergantung dari beratnya kondisi penyakit.

13.     Adrenalin. Injeksi sebanyak 1 mg adrenalin meningkatkan metabolisme basal sekitar 20% untuk beberapa jam.

14.     Anterior Pituitary. Mempengaruhi metabolisme basal melalui hormon tirotropik. Metabolisme basal akan rendah pada kelenjar yang hipoaktif dan akan tinggi pada kelenjar yang hiperaktif.

15.     Kondisi Penyakit Lain. Suatu peningkatan metabolisme basal telah diobservasi pada splenomedullary dan lymphatic leukemia.

 

C.      SPECIFIC DYNAMIC ACTION (SDA) MAKANAN

 

Rubner mengobservasi bahwa karbohidrat, lemak maupun protein yang diberikan pada anjing yang dipuasakan, menghasilkan energi metabolisme yang lebih besar dari energi basal. Dia menemukan bahwa anjing yang dipuasakan dan ditempatkan dalam suatu “kalorimeter respirasi” mengeluarkan energi (panas) sebanyak 400 Kkal. Pemberian 100 g karbohidrat (400 Kkal) menghasilkan 425 Kkal, pemberian 44,4 g lemak (400 Kkal) menghasilkan 416 Kkal dan pemberian 100 g protein (400 Kkal)

menghasilkan 520 Kkal panas (Tabel 1.3.).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 1.3.

Energi yang diproduksi anjing yang dipuasakan dan diberi ransum karbohidrat, protein, dan lemak (specific dynamic action makanan)

 

 

Ransum

Nilai Energi Makanan (Kkal)

Energi yang diproduksi (Kkal)

Tambahan energi yang diproduksi (SDA makanan)

Kkal

(%)

Puasa

-

400

-

 

+ 100 g karbohidrat

400

425

25

6,2

+ 44.4 g lemak

400

416

16

4,0

+ 100 g protein (kasein)

400

520

120

30,0

+ 62.5 g karbohidrat, 10 g

 

 

 

 


 

lemak dan 10 g protein

400

432

32

8,0

Sumber: Swaminathan (1974)

 

Energi (panas) tambahan yang diproduksi diperoleh dari hasil oksidasi komponen jaringan tubuh anjing sehingga hewan percobaan tersebut berada dalam keadaan keseimbangan energi yang negatif. Pengaruh stimulasi karbohidrat, lemak, dan protein terhadap energi metabolisme tersebut sebagai specific dynamic action (SDA) makanan.

Dari Tabel 1.3. di atas terlihat bahwa protein mempunyai SDA yang tertinggi (sekitar 30%), sedangkan karbohidrat dan lemak masing-masing mempunyai SDA sekitar 6 dan 4%. Ransum yang mengandung campuran karbohidrat, lemak, dan protein seperti pada tabel di atas mempunyai SDA sekitar 8%.

Banyak sekali penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui mengapa protein mempunyai SDA setinggi itu. Menurut Krebs, dua faktor utama bertanggung jawab terhadap tingginya SDA protein, yaitu: (1) energi yang diperlukan untuk reaksi deaminasi asam-asam amino diperoleh dari hasil oksidasi metabolit lain, dan (2) energi yang diperlukan untuk sintesis urea (produk metabolisme protein) juga diperoleh dari hasil oksidasi metabolit yang terdapat dalam jaringan.

 

D.      ENERGI AKTIVITAS

 

Yang dimaksud dengan energi aktivitas adalah energi yang dibutuhkan oleh semua otot yang tersangkut dalam aktivitas tubuh ditambah sedikit energi yang diperlukan karena adanya peningkatan denyut jantung serta pernapasan selama melaksanakan aktivitas yang berat. Untuk sebagian besar aktivitas, energi yang dibutuhkan tergantung dari ukuran tubuh serta berat/ringannya aktivitas.

Kebutuhan energi untuk bermacam-macam aktivitas telah dihitung dengan banyak sekali pengujian yang mengukur jumlah oksigen yang dikonsumsi selama melakukan aktivitas tersebut, kemudian energi yang dibutuhkan ditentukan secara perhitungan seperti telah diterangkan di atas (lihat metabolisme basal). Tabel 1.4. memperlihatkan energi yang dibutuhkan untuk melaksanakan berbagai aktivitas


 

 

E.      ESTIMASI KECUKUPAN ENERGI TOTAL

 

Sejauh ini dapat dilihat bahwa kebutuhan energi seorang individu tersusun dari tiga komponen utama, yaitu: (1) metabolisme basal, (2) energi aktivitas, dan (3) SDA (thermic effect) makanan. Semua komponen ini bervariasi tergantung dari banyak sekali faktor. Untuk mengestimasi kebutuhan energi seorang individu, adalah memungkinkan untuk menghitung masing-masing komponen tersebut secara terpisah, mengaturnya berdasarkan semua faktor yang mungkin mempengaruhi, dan kemudian menjumlahkan ketiganya. Hasil yang diperoleh memberikan estimasi yang paling tepat dalam waktu yang singkat mengenai kebutuhan seorang akan energi, dibandingkan dengan menempatkan orang tersebut dalam alat ”kalorimeter respirasi”.

Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan energi total adalah sebagai berikut.

 

1.       Rule of Thumb

Untuk mereka dengan ukuran tubuh yang normal yang menginginkan jawaban yang paling cepat mengenai kebutuhan energinya dapat menggunakan metode ini. Kebutuhan energi = berat badan (dihitung dalam lb).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 1.4.

Energi yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas (tidak memperhitungkan metabolisme basal dan SDA makanan)

 

 

Aktivitas

Energi (Kkal/kg

BB/jam)

 

Aktivitas

Energi (Kkal/kg

BB/jam)

Bersepeda cepat Bersepeda lambat Menjilid buku Bertinju

Bertukang (kayu)

7,6

2,5

0,8

11,4

2,3

Main piano Membaca keras Mendayung sampan Berlari

Menggergaji pohon kayu

0,8-2,0

0,4

16,0

7,0

5,7


 

 

Aktivitas

Energi

(Kkal/kg BB/jam)

 

Aktivitas

Energi

(Kkal/kg BB/jam)

Bermain cello Berdansa cepat Berdansa lambat Mencuci piring

Mengenakan/membuka baju Menyetir mobil

Makan

Main anggar Menunggang kuda, jalan Menunggang kuda, lari Menyetrika

Mencuci baju, ringan Berbaring, diam Bermain organ Mengecat

Main pingpong

1,3

3,8

3,0

1,0

0,7

0,9

0,4

7,3

1,4

4,3

1,0

1,3

0,1

1,5

1,5

4,4

Menjahit dengan tangan Menjahit dengan mesin kaki Menjahit dengan mesin motor Membuat sepatu

Bernyanyi keras Duduk tenang

Berdiri sikap sempurna Berdiri, rileks

Menyapu lantai dengan sapu Menyapu karpet, mesin Berenang 912 mph

Menjahit baju, celana Mengetik cepat Bermain biola Berjalan (4 mph)

Berjalan cepat (5,3 mph)

0,4

0,6

0,4

1,0

0,8

0,4

0,6

0,5

1,4

2,7

7,9

0,9

1,0

0,6

2,0

3,4

Sumber: Guthrie (1986)

 

dikalikan dengan suatu angka faktor (yang berbeda menurut jenis kelamin dan derajat aktivitasnya). Kebutuhan energi (Kkal) =

BB (lb) ´ 12 (untuk wanita kurang aktif)

BB (lb) ´ 14 (untuk laki-laki kurang aktif) BB (lb) ´ 15 (untuk wanita agak aktif)  BB (lb) ´ 17 (untuk laki-laki agak aktif) BB (lb) ´ 18 (untuk wanita aktif)

BB (lb) ´ 20 (untuk laki-laki aktif)

 

 

 

2.       Metode Faktorial

a.        Hitung     metabolisme     basal     (kebutuhan    energi      basal)     dengan menggunakan salah satu metode di bawah ini:

Metode 1 : Kkal/kg BB/jam

Laki-laki : energi basal = BB (kg) ´ 1.0 ´ 24 Wanita   : energi basal = BB (kg) ´ 0.9 ´ 24


 

Metode 2 : Rumus Harris Benedict (lihat di atas)

Metode 3 : Metabolic body size: energi basal = 70 ´ BB biologis

 

 

 

 

b.        Hitung kebutuhan energi untuk semua aktivitas yang dicatat selama 24 jam, misalnya:

Aktivitas

Kebutuhan energi

Waktu (jam) (A)

Kkal/kg BB/jam (B)

Kkal/kg BB (A ´ B)

Memakai baju

1,5

0,7

1,05

Duduk

6,0

0,4

2,4

Main skate

0,5

3,5

1,7

Berjalan (3 mph)

2,0

2,0

4,0

Berdiri

1,0

0,5

0,5

Mengetik

4,0

1,0

4,0

Tidur

8,0

-

-

Main piano

0,5

2,0

1,0

Makan

0,5

0,4

0,2

Total

14,85

 

Energi yang dibutuhkan adalah berat badan (dalam kg) dikalikan dengan 14,85.

c.        Jumlahkan energi basal yang dibutuhkan dengan energi yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas. Hitung SDA atau thermic effect makanan, yaitu 10% dari jumlah energi basal dan energi aktivitas.

d.        Total energi yang dibutuhkan = energi basal (a) + energi aktivitas (b) +

thermic effect (d).

 

3.       Dengan melihat daftar Recommended Daily Dietary  Allowances (RDA) yang dikeluarkan oleh Food and Nutrition Board, National Academy of Sciences – National Research Council, USA (lihat Tabel 1.5.). Atau dengan melihat daftar kebutuhan yang telah disusun di negara masing-masing. Untuk Indonesia dapat digunakan, antara lain daftar yang dibuat oleh Karyadi dan Muhilal (1984) yang berdasarkan atas


 

RDA, tetapi telah disesuaikan dengan keadaan di Indonesia (lihat Tabel 1.6.).

 

Tabel. 1.5.

RDA energi untuk berbagai golongan umur dan jenis kelamin

 

Kategori

Umur (th)

BB (kg)

TB

(cm)

Kebutuhan

Energi (Kkal)

Bayi

 

 

Anak – anak

 

 

 

Laki-laki

 

 

 

 

 

 

Wanita

 

 

 

 

 

 

Ibu hamil

Ibu menyusui

0,0 – 0,5

0,5 – 1,0

 

1 – 3

4 – 6

7 – 10

 

11 – 14

15 – 18

19 – 22

23 – 50

51 - 75

76+

 

11 – 14

15 – 18

19 – 22

23 – 50

51 – 5

76+

6

9

 

13

20

28

 

45

66

70

70

70

70

 

46

55

55

55

55

55

60

71

 

90

112

132

 

157

176

177

178

178

178

 

157

163

163

163

163

163

Kg ´ 115

Kg ´ 105

 

1.300

1.700

2.400

 

2.700

2.800

2.900

2.700

2.400

2.050

 

2.200

2.100

2.100

2.000

1.800

1.600

 

+300

+500

95-145

80-145

 

900-1.800

1.300-2.300

1.650-3.300

 

2.000-3.700

2.100-3.900

2.500-3.300

2.300-3.100

2.000-2.800

1.650-2.450

 

1.500-3.000

1.200-3.000

1.700-2.500

1.600-2.400

1.400-2.200

1.200-2.000

Sumber: Guthrie (1986)


 

Hampir semua estimasi di atas diperuntukkan bagi individu yang sehat dengan keaktifan moderat dan hidup pada suhu lingkungan yang nyaman. Estimasi tersebut harus dinaikkan lagi bagi individu yang hidup pada suhu lingkungan yang sangat dingin, atau bagi individu yang berat badannya lebih besar dari 79 kg (bagi laki-laki) atau 62 kg (bagi wanita).

4.       Kecukupan Energi Kelompok Khusus

a.        Wanita hamil

Energi yang dibutuhkan oleh wanita hamil termasuk energi yang disimpan oleh janin yang sedang tumbuh, yang telah dihitung kira-kira

40.000 Kkal setelah kehamilan 9 bulan, yang berakumulasi terutama selama akhir setengah periode kehamilan. Sebagai akibat hal ini maka energi yang harus dikonsumsi ibu hamil dinaikkan sebesar 250 Kkal per hari untuk pertumbuhan janin serta akumulasi lemak yang cukup (sekitar 2 kg) untuk kebutuhan awal produksi susu.

 

Tabel 1.6.

Kecukupan energi berbagai golongan umur, jenis kelamin, dan kebiasaan

 

Jenis kelamin

Gol. Umur (tahun)

Berat badan (kg)

Jenis kerja

Energi (Kkal)

Pria

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Wanita

0,5-1

1-3

4-6

7-9

10-12

13-15

16-19

20-59

 

 

60+

 

10-12

8,0

11,5

16,5

23,0

30,0

40,0

53,0

55,0

 

 

55,0

 

32,0

 

 

 

 

 

 

 

Ringan Sedang Berat

870

1.210

1.600

1.900

1.950

2.100

2.500

2.380

2.650

3.200

2.100

 

1.750


 

Jenis kelamin

Gol. Umur (tahun)

Berat badan (kg)

Jenis kerja

Energi (Kkal)

 

13-15

42,0

 

1.900

16-19

45,0

 

1.950

20-59

47,0

Ringan

1.800

 

 

Sedang

2.150

 

 

Berat

2.600

60+

47,0

 

1.710

Tambahan untuk:

 

Wanita hamil

+285

Wanita menyusui tahun I

+500

Wanita menyusui tahun II

+400

Sumber: Karyadi dan Muhilal (1985)

b.        Wanita menyusui

Dengan asumsi bahwa produksi susu (ASI) adalah 750 ml/hari, yang ekivalen dengan 570 Kkal (dengan efisiensi produksi sebesar 80%), jumlah energi yang harus ditambahkan selama menyusui 650 Kkal. Dari jumlah ini, sekitar 200 Kkal dapat disediakan sampai bayi berumur 6 bulan oleh lemak yang terakumulasi selama kehamilan, sehingga yang harus ditambahkan adalah sekitar 450 Kkal per hari.

 

c.        Bayi dan anak kecil

Energi yang dibutuhkan pada waktu lahir adalah 110 Kkal/kg BB. Kebutuhan ini menurun menjadi 95 Kkal pada waktu bayi berumur 6 bulan, dan kemudian meningkat menjadi 100 Kkal selama tahun pertama untuk menutupi kebutuhan yang berhubungan dengan kecepatan pertumbuhan yang sangat pesat pada waktu tersebut. Dari umur 2 tahun dan seterusnya, kebutuhan energi per kg BB terus menurun.

 

 

 

 

 

 

   RANGKUMAN                                                                    

1.        Makanan yang dikonsumsi pertama-tama berfungsi sebagai sumber energi yang diperlukan tubuh untuk mempertahankan kehidupan dan melaksanakan aktivitas lainnya. Hanya tiga macam zat gizi yang berfungsi sebagai sumber energi bagi tubuh, yaitu karbohidrat (pati, gula), protein, dan lemak.

2.        Di dalam tubuh, karbohidrat (pati, gula), protein (asam-asam amino) dan lemak (asam-asam lemak), akan dioksidasi di dalam sel dengan bantuan enzim, ko-enzim (misalnya vitamin) dan hormon.


 

Prosesnya memerlukan oksigen dan hasil yang diperoleh berupa karbon dioksida, air, dan energi (ATP dan panas).

3.        Energi yang terkandung dalam suatu makanan tergantung dari jumlah karbohidrat, protein, dan lemak yang terdapat; dan dapat ditentukan dengan menggunakan alat yang disebut sebagai Bomb Calorimeter.

4.        Unit energi yang biasa digunakan adalah kilokalori (Kal, Cal, Kkal, Kcal). Bila didefinisikan, satu kilokalori adalah jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg air sebanyak 1oC (dari 15oC menjadi 16oC).

5.        Nilai energi pembakaran karbohidrat (pati, gula), protein, dan lemak (disebut sebagai energi/panas pembakaran) masing-masing adalah: 4,1 Kkal per gram, 5,65 Kkal per gram dan 9,45 Kkal per gram.

6.        Nilai energi yang dihitung dengan menggunakan Bomb Calorimeter harus dikoreksi dengan dua faktor, yaitu: (1) daya cerna, dan (2) kehilangan dalam metabolisme. Nilai energi yang diperoleh setelah memperhitungkan faktor koreksi tersebut disebut sebagai nilai energi fisiologis, yaitu: 4 Kkal/g untuk karbohidrat (pati, gula),

4 Kkal/g untuk protein, dan 9 Kkal/g untuk lemak. Nilai-nilai tersebut dikenal sebagai faktor Atwater-Bryant.

7.        Energi metabolisme seorang subjek yang diukur pada kondisi istirahat, baik fisik maupun mental dan mempunyai suhu tubuh yang normal serta dalam keadaan post absorptive (yaitu 12 jam setelah makan yang terakhir), disebut sebagai metabolisme basal (basal metabolism).

8.        Metabolisme basal dapat ditentukan dengan berbagai cara, yaitu:

(1)     menggunakan Benedict-Roth apparatus, (2) dengan perhitungan: BB ´ 1 Kkal/jam bagi laki-laki, dan BB ´ 0,9 Kkal/jam bagi wanita dan kemudian metabolisme basal dihitung untuk 24 jam, (3) menggunakan rumus Harris-Benedict: MB = 66,5 + {13,5 ´ BB (kg)} + {5,0 ´ TB (cm)} + {6,75 ´ Umur (th)}, (4) menggunakan perhitungan berat badan biologis: 70 ´ BB biologis, dan (5) menggunakan rumus FAO/WHO/UNU: MB = 11,6 ´ {BB (kg)} + 879.

9.        Metabolisme basal dipengaruhi oleh banyak sekali faktor, antara lain: ukuran tubuh, umur, jenis kelamin, komposisi tubuh, iklim, SDA makanan, gizi buruk dan kelaparan, tidur, demam, aktivitas fisik, ketakutan dan gugup, status tiroid, kadar adrenalin dalam darah, status anterior pituitary, dan kondisi penyakit lain.


 

10.     Pengaruh stimulasi karbohidrat, lemak, dan protein yang dikonsumsi terhadap energi metabolisme tersebut sebagai specific dynamic action (SDA) makanan. Protein mempunyai SDA yang tertinggi (sekitar 30%), sedangkan karbohidrat dan lemak masing-masing mempunyai SDA sekitar 6 dan 4%. Sedangkan makanan yang mengandung campuran karbohidrat, lemak, dan protein mempunyai SDA sekitar 8%.

11.     Menurut Krebs, dua faktor utama bertanggung jawab terhadap tingginya SDA protein, yaitu: (1) energi yang diperlukan untuk reaksi deaminasi asam-asam amino diperoleh dari hasil oksidasi metabolit lain, dan (2) energi yang diperlukan untuk sintesis urea (produk metabolisme protein) juga diperoleh dari hasil oksidasi metabolit yang terdapat dalam jaringan.

12.     Energi aktivitas adalah energi yang dibutuhkan oleh semua otot yang tersangkut dalam aktivitas tubuh ditambah sedikit energi yang diperlukan karena adanya peningkatan denyut jantung serta pernapasan selama melaksanakan aktivitas yang berat. Untuk sebagian besar aktivitas, energi yang dibutuhkan tergantung dari ukuran tubuh serta berat/ringannya aktivitas.

 

13.     Kecukupan energi seorang individu tersusun dari tiga komponen utama, yaitu: (1) metabolisme basal, (2) energi aktivitas, dan (3) SDA (thermic effect) makanan. Semua komponen ini bervariasi tergantung dari banyak sekali faktor. Untuk mengestimasi kecukupan energi seorang individu, adalah memungkinkan untuk menghitung masing-masing komponen tersebut secara terpisah, mengaturnya berdasarkan semua faktor yang mungkin mempengaruhi, dan kemudian menjumlahkan ketiganya. Hasil yang diperoleh memberikan estimasi yang paling tepat dalam waktu singkat mengenai kecukupan seorang akan energi.

14.     Energi yang dibutuhkan oleh wanita hamil termasuk energi yang disimpan oleh janin yang sedang tumbuh, yang telah dihitung kira- kira 40.000 Kkal setelah kehamilan 9 bulan, yang berakumulasi terutama selama akhir setengah periode kehamilan. Sebagai akibat hal ini maka energi yang harus dikonsumsi ibu hamil dinaikkan sebesar 250 Kkal per hari untuk pertumbuhan janin serta akumulasi lemak yang cukup (sekitar 2 kg) untuk kebutuhan awal produksi susu.

15.     Dengan asumsi bahwa produksi susu (ASI) adalah 750 ml/hari, yang ekivalen dengan 570 Kkal (dengan efisiensi produksi sebesar 80%), jumlah energi yang harus ditambahkan selama menyusui 650 Kkal.


 

Dari jumlah ini, sekitar 200 Kkal dapat disediakan sampai bayi berumur 6 bulan oleh lemak yang terakumulasi selama kehamilan sehingga yang harus ditambahkan adalah sekitar 450 Kkal per hari.

16.     Energi yang dibutuhkan pada waktu lahir adalah 110 Kkal/kg BB. Kebutuhan ini menurun menjadi 95 Kkal pada waktu bayi berumur  6 bulan, dan kemudian meningkat menjadi 100 Kkal selama tahun pertama untuk menutupi kebutuhan yang berhubungan dengan kecepatan pertumbuhan yang sangat pesat pada waktu tersebut. Dari umur 2 tahun dan seterusnya, kebutuhan energi per kg BB terus menurun.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar